News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Djoko Tjandra

Pinangki Sebut Tak Tahu Action Plan Apalagi Sebut Nama Burhanuddin dan Hatta Ali: Bukan dari Saya

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh pihak Jaksa Penuntut Umum. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Pinangki Sirna Malasari menegaskan tidak pernah menyebut nama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan eks Mantan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali yang belakangan dikaitkan dengan permasalahan hukum yang dihadapi terdakwa.

Hal itu terungkap dalam nota keberatan atau eksepsi Pinangki yang dibacakan kuasa hukumnya dalam persidangan terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum Dalam Perkara Pidana No. 38/Pid.Sus-TPK/2020/PN.JKT.PST di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (30/9/2020).

“Perihal nama Bapak Hatta Ali (Mantan Ketua Mahkamah Agung) dan Bapak ST Burhanuddin (Jaksa Agung RI) yang ikut dikait-kaitkan namanya belakangan ini dalam permasalahan hukum terdakwa, sama sekali tidak ada hubungannya dan terdakwa tidak pernah menyebut nama beliau, dalam proses penyidikan dan penuntutan perkara terdakwa,” tegas Pinangki dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukumnya.

Dalam eksepsi itu, Pinangki pun menegaskan tidak ada hubungan dengan dua sosok tersebut.

Pinangki hanya mengetahui Hatta Ali sebagai mantan Ketua Mahkamah Agung.

Pinangki mengaku tidak mengenal secara personal dan tidak pernah berkomunikasi dengan Hatta Ali.

Dia pun hanya mengetahui ST Burhanuddin sebagai atasan atau Jaksa Agung di institusi tempatnya bekerja.

Baca: BREAKING NEWS: Jaksa Pinangki Selipkan Nama Jaksa Agung dan Eks Ketua MA ke dalam Action Plan

“Namun tidak kenal dan tidak pernah berkomunikasi dengan beliau,” jelas tim kuasa hukum Pinangki.

Nota keberatanya itu menyoroti berbagai pemberitaan dan surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum, khususnya terkait banyaknya pihak yang seakan-akan terseret dalam kasus ini.

Pinangki, dalam eksepsi itu, juga menegaskan bahwa penyebutan nama-nama tersebut bukan didasarkan oleh pernyataannya.

“Dapat kami sampaikan dalam momen ini, penyebutan nama pihak-pihak tersebut bukanlah atas pernyataan terdakwa dalam proses penyidikan, namun karena ada orang-orang yang sengaja mau mempersalahkan terdakwa, seolah-olah dari terdakwa-lah yang telah menyebut nama pihak-pihak tersebut. Terdakwa sejak awal dalam penyidikan menyampaikan tidak mau menimbulkan fitnah bagi pihak-pihak yang namanya selalu dikait-kaitkan dengan terdakwa,” lanjut kuasa hukum Pinangki.

Kuasa hukum Pinangki menyebut bahwa terdakwa melihat ada pihak-pihak yang sengaja menggunakan kasus ini untuk kepentingan tertentu, khususnya kepada nama-nama yang disebutkan dalam action plan.

Pinangki pun khawatir perkara yang membelitnya ini dijadikan alat untuk menjatuhkan kredibilitas pihak-pihak lain.

Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020) ini. (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

Pinangki didakwa dengan tindakan permufakatan jahat sebagaimana termuat dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam eksepsinya, Pinangki menyebut bahwa dakwaan itu sangat dipaksakan baik oleh para penuntut umum dan penyidik saat proses penyidikan.

Pasalnya, seandainya pun benar (quad non) Pinangki memang membantu Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra untuk mengurus Fatwa Mahkamah Agung sehubungan dengan Putusan PK No.12/2009 agar Joko tidak dapat dieksekusi, secara fakta tuduhan itu tidak jadi dilaksanakan.

“Karena Joko Sugiarto Tjandra telah menyatakan Action Plan proses fatwa tersebut tidak masuk akal dan memilih untuk menempuh jalur Pengajuan Peninjauan Kembali melalui pengacara Anita Kolopaking,” demikian lanjutan eksepsi yang dibacakan di ruang persidangan.

Seperti diketahui, dalam permufakatan jahat yang dituduhkan kepada Pinangki terdapat action plan yang didalamnya terdapat kode nama-nama orang lain yang diisukan ‘dijual’ olehnya.

Padahal faktanya, sambung kuasa hukum yang membacakan eksepsi itu, Pinangki bukanlah yang membuat action plan itu, apalagi menyebutkan nama-nama di dalamnya.

“Sejak awal pemeriksaan di penyidikan terdakwa tidak mau berspekulasi dengan nama-nama yang ada dalam action plan karena memang tidak tahu dari mana asal action plan tersebut apalagi isi di dalamnya. Sehingga menjadi pertanyaan besar kenapa Terdakwa masih didakwa dengan suatu hal yang nyata-nyata nya tidak terjadi,” demikian sambungan isi eksepsi Pinangki.

Tersangka Pinangki Sirna Malasari usai menjalani pemeriksaan kasus suap yang diduga diterima dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (9/9/2020). Pada kali ini Pinangki menjalani pemeriksaan kurang lebih 15 jam. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Sebelumnya, Jaksa Pinangki Sirna Malasari memasukan pejabat Mahkamah Agung Hatta Ali dan Pejabat Kejaksaan Agung Burhanudin dalam action plan alias rencana aksi permintaan fatwa Mahkamah Agung untuk terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra.

Action plan itu sendiri diserahkan ke Djoko Tjandra saat Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking bertemu di The Exchange 106, Kuala Lumpur Malaysia, November 2019 lalu.

Dalam pertemuan itu Pinangki dan Andi Irfan Jaya menyerahkan dan menjelaskan action plan Djoko Tjandra untuk mengurus kepulangan dengan menggunakan sarana fatwa MA melalui Kejagung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini