Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Paripurna DPR RI pada 29 September lalu telah menyetujui APBN 2021 dimana belanja pemerintah mencapai Rp 2.750 triliun.
Mengingat defisit APBN ditetapkan 5,7 persen, maka pemerintah akan menerbitkan utang baru senilai Rp 1.177 triliun.
Menanggapi rencana pemerintah menerbitkan utang baru, Sekjen DPP PAN Eddy Soeparno menekankan pentingnya dana yang digunakan tepat sasaran dan memberi dampak signifikan bagi perekonomian.
"Kita tetap perlu memantau penggunaan dananya agar tepat sasaran dan bermanfaat menggerakkan roda perekonomian, disamping membiayai aspek sosial dan kesehatan akibat Covid 19," ujar Eddy, dalam keterangannya, Kamis (1/10/2020).
Baca: Ketua DPR Pastikan APBN 2021 Sudah Antisipasi Tantangan Ekonomi Akibat Pandemi
Baca: DPR Sepakati Postur APBN 2021, Ini Rinciannya
"Belanja pemerintah juga harus diarahkan ke ke sektor-sektor yang mampu menunjang target pertumbuhan ekonomi tersebut, sekaligus mengurangi dampak menurunnya kinerja dunia usaha akibat pandemi berkepanjangan ini," imbuhnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini memberikan perhatian khusus pada prospek penerimaan negara, khususnya dari pajak, agar terhindar dari shortfall sebagaimana dialami di tahun-tahun sebelumnya
"Karena turunnya penerimaan negara akan terkompensasi melalui penambahan utang baru. Selain memberatkan posisi utang negara, utang baru juga akan membebani Bank Indonesia yang diberi tugas menyerap surat utang pemerintah melalui mekansime burden sharing," kata dia.
Menurut Eddy, saat ini Indonesia berada di persimpangan jalan yang kurang kondusif. Di satu sisi penerimaan negara bisa saja di bawah target, namun di lain pihak kemungkinan membengkaknya pengeluaran negara juga cukup besar.
“Apalagi di tengah ketidakpastian terkait kapan berakhirnya pandemi Covid-19 ini," jelasnya.
Terkait ekspektasi Menkeu yang optimis bahwa Omnibus Law akan memberikan berbagai kemudahan dalam berusaha dan investasi di Indonesia, Eddy mengatakan masa transisi pemberlakuan Omnibus Law membutuhkan waktu dan sosialisasi yang menyeluruh.
"Kami tetap berpandangan konservatif dan hati-hati mengingat di satu pihak, berbagai perundang-undangan lama dinyatakan tidak berlaku lagi sementara di lain pihak Omnibus Law membutuhkan aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah yang perlu dipahami pelaku usaha," pungkasnya.