Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya untuk menggali fakta-fakta terkait peristiwa tewasnya dua warga sipil dan dua anggota TNI di Kabupaten Intan Jaya antara tanggal 16 sampai dengan 20 September 2020.
Ketua Forum Komunikasi dan Aspirasi MPR RI untuk Papua (MPR For Papua) Yorrys Raweyai menilai pembentukan TGPF dalam mengungkap dalang dan motif pembunuhan tidak akan menyelesaikan akar persoalan yang sesungguhnya bermukim di benak masyarakat Papua.
Apalagi proses pembentukan tersebut tidak melibatkan perwakilan masyarakat Papua yang terepresentasi dalam MPR for Papua yang sejatinya menjadi fasilitator dan penyambung aspirasi antara kepentingan masyarakat Papua dengan kepentingan Pemerintah Pusat.
"Perlu dijelaskan bahwa sejak pertemuan antara MPR for Papua dengan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri, Panglima TNI dan Kapolri pada September lalu, telah dilakukan kesepakatan agar segala persoalan yang terkait dengan Papua hendaknya melibatkan MPR for Papua yang terdiri dari Anggota DPR dan DPD dari Daerah Pemilihan Papua dan Papua Barat," kata Yorrys melalui keterangannya, Minggu (4/10/2020).
Baca: BREAKING NEWS: TNI Sergap Honai di Nduga Papua, Satu Anggota Anak Buah Egianus Kogoya Tewas
"Representasi politik dan regional yang memiliki legitimasi konstitusional akan menghadirkan solusi-solusi yang lebih komprehensif, khususnya dalam penyelesaian persoalan Papua," imbuhnya.
MPR for Papua memandang, pembentukan TGPF hanya akan menambah persoalan baru yang semakin membuktikan bahwa Pemerintah Pusat tidak pernah usai melakukan kebijakan sepihak demi kepentingan kekuasaan semata.
Yorrys mengungkapkan, berbagai opini dan diskusi, sangat jelas dinyatakan bahwa Elemen Masyarakat Papua yang terdiri dari berbagai Organisasi Masyarakat Sipil serta Pihak Gereja menaruh pesimis atas langkah-langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui TGPF.
Dia menjelaskan, keraguan itu bukanlah tanpa alasan. Berbagai kekerasan di Papua yang terjadi selama ini sangat minim menuai kejelasan di mata publik.
Jika tidak, berbagai kesimpulan yang dihasilkan hanya menempatkan Masyarakat Papua sebagai sumber persoalan.
Hal itu misalnya yang terangkum dalam sejumlah pernyataan Pihak Aparat Keamanan dalam menyimpulkan kasus penembakan di Papua baru-baru ini.
Aparat Keamanan menyebut oknum pelaku berasal dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Sementara Pihak Keluarga (saksi) menyebut pelaku dari Aparat TNI.
"Jika demikian, maka pembentukan TGPF sama sekali tidak akan menjawab kebenaran yang hendak dihasilkan dari pencarian fakta. Ketidakterlibatan pihak-pihak yang seharusnya mewakili suara dan aspirasi masyarakat Papua tentu saja hanya akan menghasilkan kesimpulan subjektif. Sebab sejak awal, Tim tersebut tidak memenuhi unsur independensi dan imparsialitas sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pencarian fakta dan kebenaran itu sendiri," ucapnya.
Baca: Kembali Beraksi, Kelompok Kriminal Bersenjata Tembak Seorang Pendeta di Intan Jaya Papua
Yorrys mengatakan, berbagai pertemuan MPR for Papua dengan Pemerintah Pusat selama ini kiranya hanyalah retorika demi kepentingan pragmatisme kekuasaan.
Selebihnya, niat dan maksud baik MPR for Papua sama sekali tidak menuai respons signifikan.
Menurutnya, Pemerintah Pusat berjalan sendiri mengatasnamakan pencarian fakta dan kebenaran yang boleh jadi merupakan ilusi yang tidak berujung.
Hingga suatu saat gejolak dan persoalan Papua semakin menganga dan tidak lagi bisa disembuhkan.
"Atas dasar itu, MPR for Papua meminta kebijakan pencarian fakta yang sepihak ini dihentikan untuk direvisi dan dievaluasi. Pemerintah Pusat seharusnya mengedepankan kedewasaan politik dalam bersikap, sebab akar persoalan sesungguhnya adalah pengabaian akan kemanusiaan, kesejahteraan dan keadilan," ujarnya.
"Paradigma itulah yang harus dijadikan visi dan misi bersama untuk kemudian dituangkan dalam bentuk kebijakan. Jika tidak, maka publik Papua hanya akan terus menyaksikan kekerasan demi kekerasan yang tidak berkesudahan," pungkas Yorrys.