TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Skema pemberian pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK) telah disepakati untuk diubah oleh Pemerintah dan DPR dalam klaster ketenagakerjaan omnibus law RUU Cipta Kerja.
Awalnya pesangon PHK diberikan sebanyak 32 kali upah dengan rincian 23 kali upah ditanggung pemberi kerja dan 9 kali ditanggung melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Hal itu tercantum dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003.
Namun, pemerintah yang diwakili Staf Ahli Kemenko Perekonomian Elen Setiadi mengusulkan penghitungan pesangon PHK diubah menjadi 19 kali upah ditambah 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), sehingga totalnya menjadi 25 kali upah.
Baca: Tolak RUU Omnibus Cipta Kerja, 2 Juta Buruh Akan Gelar Aksi Mogok Nasional Selama 3 Hari
“Dalam perkembangan dan memperhatikan kondisi saat ini, terutama dampak pandemi Covid-19, maka beban tersebut diperhitungkan ulang. Perhitungannya adalah sebagai berikut, yang menjadi beban pelaku usaha atau pemberi kerja maksimal 19 kali gaji dan ditambah dengan JKP sebanyak 6 kali yang dilakukan pengelolaannya oleh pemerintah melalui BPJS,' ujar Elen dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi DPR, kemarin.
Baca: Hari Ini 5.000 Buruh Demo ke DPR Tolak Omnibus Low RUU Cipta Kerja, Aksi Berlangsung hingga Kamis
Skema baru ini diusulkan karena banyaknya perusahaan atau pemberi kerja yang ternyata tak sanggup membayarkan pesangon PHK yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003.
Tak hanya itu, besaran pesangon PHK pekerja Indonesia termasuk besar jika dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam dan Malaysia. Besaran pesangon itu dinilainya menghambat masuknya investor ke tanah air.
Baca: Indef: Pembahasan RUU Cipta Kerja Terburu-buru dan Tidak Lewat Kajian Mendalam
“Dengan konsep ini kita ingin adanya kepastian bahwa setiap terjadi PHK, hak-hak yang menjadi hak pekerja atau buruh tetap dapat diterima oleh pekerja atau buruh, yang selama ini memang betul jumlahnya secara nominal tinggi 32, kami sudah sampaikan faktanya bahwa tidak banyak memberikan pesangon dengan jumlah setinggi itu," kata Elen.
"Kita adalah yang paling tinggi memberikan jaminan pesangon, 32 kali. Vietnam mungkin hanya berapa, Malaysia berapa. Karena itu, ini jadi pertimbangan orang masuk. Ketika saya (misalnya) investasi, karena ada satu dua hal saya nanti lakukan PHK pesangon, tidak cukup modal saya. Ini jadi pertimbangan," tambahnya.
Baca: Tolak RUU Cipta Kerja, Serikat Pekerja: Ekonomi Tidak Dapat Pulih, Jika Pekerja Diberi Upah Murah
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas meminta suara persetujuan para anggota Baleg terkait usulan pemerintah tentang skema pemberian pesangon PHK yang totalnya berjumlah 25 kali upah.
"Oleh karena itu saya minta persetujuan kepada fraksi-fraksi apakah dengan komposisi bisa kita setujui?" tanya Supratman.
Namun Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS diketahui belum memberikan persetujuan. Kedua fraksi ini tetap menginginkan besar pesangon dengan total 32 kali upah.
Anggota Baleg DPR RI Fraksi Demokrat Hinca Panjaitan mempertanyakan urgensi pemerintah menurunkan besaran pesangon bagi pekerja yang di- PHK hanya karena perusahaan yang mampu membayar pesangon sesuai aturan baru tercatat 7 persen.
"Saya khawatir sekali kalau ini turun ini akan merusak tatanan yang sudah ada. Mereka akan marah, karena pandangan kami mohon lagi dijelaskan dan Demokrat tetap kembali ke konsep lama, 23 dan 9," kata Hinca.
Sementara anggota Baleg DPR RI Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah juga secara tegas menolak usulan pemerintah terkait besaran pesangon tersebut.
"Fraksi PKS tetap kesepakatan panja pertama, tidak menginginkan perubahan seperti yang disampaikan pemerintah," kata Ledia.
Supratman kemudian sempat menanyakan kembali sikap pemerintah soal usulan tersebut.
"Pemerintah saya ingin tanya sekali lagi, apakah komposisi 19 kali plus 6 kali pemerintah tetap bertahan atau ingin mengubahnya?" kata Supratman.
"Pandangan pemerintah tetap 19 plus 6 JKP," ujar Elen.
Lantas, akhirnya Supratman kemudian mengetuk palu tanda persetujuan.
Ditolak Buruh
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI) menolak pengurangan nilai pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
"Buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan," kata Presiden KSPI Said Iqbal.
Said Iqbal juga mempertanyakan sumber dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Ketenagakerjaan dalam membayar upah buruh. Ia menilai skema pemberian pesangan oleh perusahaan dan pemerintah melalui JKP tidak masuk akal karena sumber dana yang tidak jelas.
“Dari mana BPJS mendapat sumber dananya? Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 23 bulan upah dibayar pengusaha dan 9 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal," kata dia.
“Karena tanpa membayar iuran, tapi BPJS membayar pesangon buruh 9 bulan," ujar Said Iqbal.(TribunNetwork/dit/kps/wly)