News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2020

492 ASN Diberi Sanksi Karena Terbukti Tidak Netral Dalam Pilkada Serentak 2020

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Pilkada Serentak 2020.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat hingga 30 September, ada 694 ASN dilaporkan melakukan pelanggaran netralitas terkait pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

Sebanyak 492 ASN telah diberikan sanksi oleh KASN.

“Sebanyak 492 telah diberikan rekomendasi penjatuhan sanksi pelanggaran netralitas. Dengan tindak lanjut pemberian sanksi dari PPPK baru 256 ASN atau 52 persen,” kata Ketua KASN Agus Pramusinto saat peluncuran Kampanye Virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, melalui siaran YouTube KASN RI, Rabu (7/10/2020).

Lebih lanjut, Agus mengatakan dari data tersebut terdapat lima kabupaten dengan jumlah pelanggaran tertinggi.

Baca: KASN Beberkan 5 Bentuk Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada, Terbanyak Kampanye di Medsos

Di antaranya Kabupaten Purbalingga 56 ASN, Kabupaten Wakatobi 34 ASN, Kabupaten Kediri 21 ASN, Kabupaten Musi Rawas Utara 19 ASN, dan Kabupaten Sumbawa 18 ASN.

“Dan untuk akumulasi pelanggaran berdasarkan wilayah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 90 ASN, Provinsi Nusa Tenggara Barat 81 ASN, Provinsi Jawa Tengah 74 ASN, Provinsi Sulawesi Selatan 49 ASN, dan Provinsi Jawa Timur 42 ASN,” ungkapnya.

Baca: Pilkada Serentak 2020 Masuk Masa Kampanye, Maruf Amin Ingatkan Soal Netralitas ASN

Sementara itu, terkait dengan jabatan, ASN pelanggar netralitas paling banyak adalah jabatan pimpinan tinggi sebesar 26,1 persen.

Pejabat fungsional 25,8 persen, pejabat pelaksana 13,8 persen, administrator 13,7 persen dan kepala wilayah seperti camat/lurah 9,5 persen.

Bentuk pelanggaran

Ada lima kategori pelanggaran netralitas yang dilakukan ASN terkait Pilkada Serentak 2020.

Agus menyebutkan pelanggaran netralitas ASN paling tinggi terjadi yakni kampanye atau sosialisasi melalui media sosial sebesar 23,1 persen.

Lalu, melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai calon atau bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah sebesar 16,7 persen.

Baca: Pilkada Serentak 2020 Masuk Masa Kampanye, Maruf Amin Ingatkan Soal Netralitas ASN

Kemudian, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan kepada salah satu calon/bakal calon sebesar 15,2 persen dan menghadiri deklarasi pasangan bakal calon/calon peserta pilkada 10 persen.

"Membuat keputusan yang dapat menguntungkan/merugikan pasangan calon/bakal calon selama masa kampanye (9,7 persen),” kata Agus saat peluncuran Kampanye Virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, melalui siaran YouTube KASN RI, Rabu (7/10/2020).

Baca: 10 Hari Kampanye Pilkada, Bawaslu Temukan 237 Pelanggaran Protokol Kesehatan pada 9.189 Tatap Muka

Lebih lanjut, Agus menilai simpul permasalahan pelanggaran netralitas ASN adalah respon pejabat pembina kepegawaian atau PPK yang lambat bahkan enggan menindaklanjuti rekomendasi KASN.

"Kondisi ini menunjukkan adanya konflik kepentingan pada diri PPK yang bersangkutan, sehingga para pegawai ASN cenderung melakukan pelanggaran secara terus menerus," ucap Agus.

Pesan Wapres

Wakil Presiden Maruf Amin menyebut netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) akan diuji dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 yang mulai memasuki masa kampanye.

Pelaksanaan Pilkada menurutnya menjadi momentum peneguhan kembali reformasi birokrasi yang sudah berjalan selama ini.

"Untuk itu, perhatian terkait netralitas ASN ini harus mendapatkan prioritas kita bersama, demi menjaga amanah konstitusi tentang demokrasi dan kedaulatan rakyat," kata Maruf Amin dalam Kampanye Virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN yang digelar secara daring, Rabu (7/10/2020).

Baca: 10 Hari Kampanye Pilkada, Bawaslu Temukan 237 Pelanggaran Protokol Kesehatan pada 9.189 Tatap Muka

Kesakralan prosesi demokrasi (keterbukaan, akuntabilitas, integritas, dan netralitas) dalam penyelenggaraan Pilkada, dikatakan Maruf Amin, harus dijaga dari hal-hal yang dapat merusak esensi dan sendi-sendi dasar demokrasi.

“Netralitas jadi salah satu faktor penentu kualitas demokrasi dan kontestasi dalam pemilihan umum,” kataya.

Baca: Sejumlah Cakada Meninggal Akibat Covid-19, Pengamat: Ini Pilkada yang Dipaksakan dan Cenderung Nekat

Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang mengatur tentang Aparatur Sipil Negara, di mana pasal 2 huruf (f) disebutkan bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada asas netralitas.

Untuk memperkuat dasar hukum netralitas ASN, pemerintah pada 10 September 2020 telah mengeluarkan Pedoman Pengawasan Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk Pilkada Serentak 2020

Adapun bentuknya yakni Surat Keputusan Bersama (SKB) lima institusi negara: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Baca: Epidemiolog UI : Pilkada 2020 Risiko Tinggi Penularan Covid-19 dan Sulit Patuhi Protokol Kesehatan

SKB ini bertujuan untuk menciptakan penyelenggaraan Pilkada 2020 yang netral, objektif, dan akuntabel khususnya terkait pengawasan netralitas ASN.

“Namun, harus kita akui bahwa kondisi nyata yang kita temui di lapangan belum sesuai dengan harapan dan amanah undang-undang,” katanya.

Dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada Serentak 2020 pada tanggal 25 Februari 2020 yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Wapres menjelaskan bahwa netralitas ASN menjadi salah satu dari lima indikator dominan sub dimensi kerawanan Pemilu.

“Laporan terakhir, dalam kurun waktu seminggu masa kampanye Pilkada 2020, Bawaslu telah menerima 1.300 laporan masyarakat tentang pelanggaran di dalam tahapan pelaksanaan Pilkada 2020. Sebanyak 600 di antaranya terkait dengan netralitas ASN,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini