Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati meminta lembaga negara tidak melakukan tafsir yang keliru dan parsial atas isu-isu krusial UU Cipta Kerja terutama pada klaster Ketenagakerjaan.
Mufida meminta pimpinan DPR dan Presiden Joko Widodo transparan dalam memaparkan isi RUU Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU Cipta Kerja.
Baca: Menaker Bantah Tudingan Pengesahan UU Cipta Kerja Terburu-buru, Sebut Telah Lewati Uji Materi di MK
"Hal ini penting agar publik bisa mendapatkan akses yang lengkap dan utuh terhadap isu-isu krusial di UU Cipta Kerja sesuai apa adanya sehingga tidak menimbulkan multitafsir yang menyesatkan," ujar Mufida, dalam keterangannya, Kamis (8/10/2020).
Mufida menyebut berbagai lembaga negara yang melakukan tafsir atas UU Cipta Kerja secara keliru dan parsial, memungkinkan terjadinya pemahaman yang salah terhadap poin-poin penting dan krusial dalam UU Cipta Kerja, terutama pada klaster ketenagakerjaan.
Baca: Sebut DPR Pengkhianat Rakyat Karena Sahkan UU Cipta Kerja, Cucu Habibie: Kita Dijajah Negara Sendiri
Pengesahan UU yang sangat cepat oleh DPR tetap dilakukan walau dua fraksi menolak.
Ketika itu, Fraksi PKS menolak dengan tegas karena menganggap banyak prosedur pembahasan yang tidak wajar dan mengabaikan hak-hak masyarakat pekerja.
Mufida mempertanyakan kenapa bahan UU Cipta Kerja yang sudah disahkan tidak segera dibagikan kepada anggota DPR dan publik.
"Ada apa ini? Sekarang lembaga negara melakukan tafsir atas beberapa isu krusial dalam UU Cipta Kerja utamanya di Klaster ketenagakerjaan, sementara masyarakat tidak bisa mengakses salinan UU Cipta Kerja yang sudah ketok palu, sehingga masyarakat tidak bisa mendapatkan pijakan informasi yang benar," kata dia.
Baca: Disetujui Gerindra Dikritik Fadli Zon, Yunarto Wijaya: Gimana Sikap Prabowo Soal UU Cipta Kerja?
Lebih lanjut, Mufida melihat perbincangan terhadap isu-isu krusial pada UU Cipta Kerja saling berkembang dengan tafsir masing-masing.
"Beberapa lembaga negara seperti kementerian beberapa lembaga yang harusnya netral dan tidak berwenang ikut melakukan kampanye atas tafsir isi UU Cipta Kerja, yang hingga saat ini belum bisa didapatkan oleh anggota DPR," ungkapnya.
Mufida menyayangkan sikap pemerintah dan Pimpinan DPR yang tetap memaksakan pengesahan UU Cipta Kerja pada paripurna 5 Oktober lalu di tengah penolakan sangat banyak komponan masyarakat, ormas besar, sebagian besar rakyat dan di tengah pandemi yang sedang berat saat ini.
"Rakyat benar-benar dikorbankan," tandasnya.