News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Djoko Tjandra

Setelah Praperadilan Irjen Napoleon Ditolak, Kejagung Langsung Nyatakan Berkas Perkara Lengkap

Penulis: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte usai diperiksa sebagai tersangka di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (28/8/2020)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rabu 6 Oktober 2020 menjadi peristiwa bersejarah dalam hidup mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte.

Dalam satu hari yang sama, Napoleon Bonaparte harus menerima pil pahit.

Pertama sidang praperadilannya ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kedua berkas perkaranya gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung. 

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Irjen Napoleon

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan menolak praperadilan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte.

Hakim Ketua Suharno menilai Bareskrim Polri dalam penetapan tersangka terhadap Napoleon dalam perkara gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra dianggap sudah sesuai prosedur.

"Pertama, menolak praperadilan Pemohon untuk seluruhnya. Kedua, membebankan biaya perkara senilai nihil," ungkap Hakim Ketua Suharno di ruang 5, PN Jaksel, Selasa (6/10/2020).

Diketahui Irjen Napoleon Bonaparte mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan tersangka dirinya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Napoleon Bonaparte berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Sidang agenda pembacaan putusan praperadilan Irjen Napoleon Bonaparte di PN Jakarta Selatan, Selasa (6/10/2020). (Tribunnews.com/Danang Triatmojo)

Sidang perdana untuk gugatan praperadilan tersebut digelar di PN Jaksel pada Senin (21/9/2020) kemarin.

Pada sidang Senin (28/9/2020) minggu lalu, Irjen Napoleon Bonaparte menilai Bareskrim Polri selaku termohon tidak punya bukti penerimaan suap terhadap dirinya.

Napoleon Bonaparte membantah pernah menerima suap atau janji dalam bentuk apapun terkait penghapusan red notice atas nama Djoko S. Tjandra.

Sementara itu pada sidang Selasa (29/9/2020), tim hukum Bareskrim Polri menolak seluruh dalil praperadilan yang disampaikan Napoleon Bonaparte selaku Pemohon.

Bareskrim menegaskan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan terhadap Napoleon Bonaparte sudah sesuai prosedur, satu di antaranya merujuk pada nota dinas Kadiv Propam Polri dan Kabareskrim Polri

Meskipun pemohon menyangkal tidak pernah menerima uang, Bareskrim mempertanyakan surat - surat yang diterbitkan pemohon hingga perbuatannya itu menguntungkan pihak pemberi suap, dalam hal ini Djoko Tjandra alias Joe Chan.

Perbuatan penerbitan surat - surat itu menyebabkan terhapusnya nama Djoko Tjandra alias Joe Chan dalam sistem ECS di Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi.

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menggelar sidang praperadilan yang diajukan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte terkait penetapannya sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri, Selasa (29/9/2020). Agenda sidang mendengar jawaban pihak Termohon, dalam hal ini Bareskrim Polri. (tribunnews.com/Danang Triatmojo)

Bareskrim juga menemukan fakta perbuatan bahwa pada bulan April dan awal bulan Mei 2020, Tommy Sumardi --yang juga tersangka gratifikasi kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra-- menyerahkan uang kesepakatan sebesar Rp7 miliar kepada pemohon secara bertahap dalam bentuk dollar Amerika dan dollar Singapura.

Napoleon Bonaparte juga dianggap telah bertindak tidak objektif dan tidak profesional dalam menjalankan tugasnya, dibuktikan pada rentang bulan April - Mei 2020 pemohon memerintahkan AKBP Thomas Arya untuk membuat beberapa produk surat berkaitan dengan red notice dan ditandatangani oleh Sekretaris NBC Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

Atas penerbitan surat - surat tersebut, status DPO atas nama Djoko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan terhapus dari sistem imigrasi.

Atas ditolaknya praperadilan Irjen Napoleon Bonaparte, Bareskrim Polri bakal kembali melanjutkan penyidikan kasus dugaan suap penghapusan red notice Interpol Djoko Tjandra.

"Penyidikan berlanjut, lanjut lagi seperti biasa. Lanjut lagi, melanjutkan yang sudah ada," ucap tim hukum Bareskrim Polri Kombes Widodo ditemui usai menghadiri sidang praperadilan, di PN Jakarta Selatan, Selasa (6/10/2020).

Sementara itu Kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte, Gunawan Raka menyatakan menghormati putusan tersebut.

Dirinya juga berterima kasih kepada majelis hakim maupun Divisi Hukum Bareskrim Polri yang dianggap telah kooperatif mengurai perkara dalam proses persidangan.

"Sangat menghormati, kami sampaikan penghormatan tinggi kepada hakim. Saya sampaikan terima kasih kepada Divisi Hukum Bareskrim yang sudah koperatif untuk mengurai perkara ini," kata Gunawan usai persidangan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/10/2020).

Kuasa hukum Irjen Napoleon, Gunawan Raka usai persidangan praperadilan di PN Jaksel, Selasa (6/10/2020). (Tribunnews.com/Danang Triatmojo)

"Kepada majelis hakim juga kami ucapkan terima kasih yang setinggi - tingginya yang sudah menilai alat bukti permulaan," imbuh dia.

Lebih lanjut, Napoleon kata Gunawan, akan koperatif terhadap proses hukum yang merundungnya.

Napoleon yang merupakan bagian dari Polri dipastikan mengikuti segala ketentuan yang diberikan institusinya tersebut.

"Kalau soal itu sudah disampaikan beberapa kali, pak Napoleon setia pada Polri. Mengikuti proses hukum, dan kooperatif. Apapun yang dilakukan oleh Polri harus kooperatif karena beliau adalah bagian dari Polri," tuturnya.

Berkas perkara penghapusan red notice dinyatakan lengkap atau P21

Berkas perkara kasus dugaan suap penghapusan red notice narapidana pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Joko Soegiato Tjandra atau Djoko Tjandra, dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyebutkan berkas yang dinyatakan lengkap (P-21) untuk empat tersangka dalam kasus tersebut.

Para tersangka masing-masing atas nama Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, Irjen Napoleon Bonaparte dan Tommy Sumardi.

"Hasil kordinasi Bareskrim dan Kejaksaan Agung, berkas perkara Red Notice untuk empat tersangka dinyatakan lengkap," kata Argo dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (7/10/2020).

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono. (Tribunnews.com/Igman)

Menurut Argo, berkas kasus kedua yang menjerat Djoko Tjandra itu dinyatakan lengkap oleh Korps Adhyaksa, Rabu 6 Oktober 2020.

Saat ini, kata Argo, Bareskrim dan pihak Kejaksaan akan melakukan kordinasi lebih lanjut terkait dengan penyerahan tersangka dan barang bukti, atau pelimpahan tahap II.

"Tentunya kami sedang mempersiapkan proses selanjutnya yakni pelimpahan tahap II," jelasnya.

Untuk diketahui, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra saat masih menjadi buron.

Baca: Gugatan Praperadilan Irjen Napoleon Ditolak, Ini Kata Mabes Polri

Keempat tersangka itu adalah Djoko Tjandra dan pengusaha Tommy Sumardi selaku pemberi suap. Selanjutnya, mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Dalam kasus ini, tersangka tindak pidana korupsi di pihak pemberi hadiah dijerat pasal 5 ayat 1, pasal 3 Undang-undang Nomor 20 tahun 2002 tentang Tipikor junto pasal 55 KUHP.

Sementara itu, tersangka penerima hadiah yaitu Brigjen Prasetijo dan Irjen Napoleon dikenakan pasal 5 ayat 2, pasal 11 dan 12 huruf a dan b Undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang tindak pidana korupsi junto pasal 55 KUHP.

Berkas lengkap (P21), Irjen Napoleon Bonaparte tidak kunjung ditahan

Mabes Polri mengungkap alasan belum menahan mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan pengusaha Tommy Sumardi sebagai tersangka kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Diketahui, berkas perkara suap penghapusan red notice Djoko Tjandra telah dilimpahkan tahap 1 kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Berkas itu sedang dianalisa untuk dilanjutkan ke meja hijau.

Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan penahanan tersangka dalam suatu perkara merupakan kewenangan penyidik.

Menurutnya penyidik yang berhak menentukan Napoleon dan Tommy harus dilakukan penahanan atau tidak.

"Jadi proses penahanan itu sangat tergantung baik itu secara subjektif ataupun objektif itu semua kewenangan penyidik. Itu semua diatur dengan KUHAP. Tidak ada dilanggar disana," kata Brigjen Pol Awi Setiyono kepada wartawan, Rabu (7/10/2020).

Brigjen Awi Setiyono (Tribunnews.com/Igman Ibrahim)

Awi mengatakan masa penahanan seorang tersangka memiliki batas waktu sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Dalam waktu itu, penyidik Polri dan JPU harus segera melengkapi berkas perkara (P21) untuk disidangkan di pengadilan.

Jika belum selesai sebagaimana waktu yang ditentukan KUHAP, maka penyidik diminta untuk kembali mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.

Menurut Awi, hal ini yang tidak diinginkan penyidik.

Baca: Praperadilan Ditolak Hakim, Kubu Napoleon Bakal Pelajari Putusan Sidang

"Jangan sampai kita terbelenggu kok nggak ditahan atau gimana. Jangan sampai nanti abis waktu penahanannya. Itu berisiko bagi penyidik. Karena dalam kasus Tipikor itu tidak gampang atau tidak mudah untuk membuktikan perbuatan peristiwa pidananya," jelasnya.

Atas dasar itu, pihaknya mengharapkan berkas perkara penghapusan red notice Djoko Tjandra bisa segera dianalisa oleh JPU.

"Kita menunggu, tahap satu sudah tinggal hasil analisa JPU. Kita berharap juga tidak waktu lama ini kasus bisa bergulir sehingga kita bisa liat sama sama disidangkan. Sebenarnya apa yang terjadi dalam kasus itu," katanya. (tribun network/thf/dng/igm/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini