News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

AJI Jakarta-LBH Pers Ungkap Kebrutalan Oknum Polisi Terhadap Jurnalis Saat Liput Demo UU Cipta Kerja

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa pengunjuk rasa yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja memblokir jalan dengan membakar sejumlah fasilitas di Jalan Gubernur Suryo, Kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis (8/10/2020). Demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di depan Gedung Grahadi Surabaya berakhir ricuh. Surya/Ahmad Zaimul Haq

"Ponco ditahan di Polda Metro Jaya. Aldi, jurnalis Radar Depok sempat merekam momen Ponco keluar dari mobil tahanan. Aldi bersitegang dengan polisi, nahas ia turut diciduk," ujarnya.

Kata Asnil, polisi juga tak segan menangkap pers mahasiswa yang turut meliput aksi.

Berthy Johnry, (anggota Lembaga Pers Mahasiswa Diamma Universitas Prof. Dr. Moestopo Jakarta), Syarifah, Amalia (anggota Perslima Universitas Pendidikan Indonesia Bandung), Ajeng Putri, Dharmajati, Muhammad Ahsan (anggota Pers Mahasiswa Gema Politeknik Negeri Jakarta) bernasib sama: mereka ditangkap dan dibawa ke Polda Metro Jaya bersama massa aksi lainnya.

"AJI Jakarta dan LBH Pers menegaskan penganiayaan oleh polisi serta menghalangi kerja jurnalis merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," tegas dia.

Patut diketahui, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 UU Pers); dan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta (Pasal 18 ayat 1).

"Artinya, anggota kepolisian yang melanggar UU tersebut pun dapat dipidanakan," terang Asnil.

Meski wartawan telah melengkapkan diri dengan atribut pers dan identitas pembeda di lokasi demonstrasi, tutur Asnil,tetap saja jadi sasaran amuk polisi.

"Dalih polisi ‘kartu pers wartawan tak kelihatan’, maupun rencana penggunaan Pita Merah-Putih yang pernah diusulkan Polri sebagai pembeda, hingga kini tak terealisasi," tuturnya.

Berdasar peristiwa-peristiwa tersebut, AJI Jakarta dan LBH Pers mendesak Polri wajib mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan personel kepolisian terhadap jurnalis dalam peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja.

"Mengimbau pimpinan redaksi ikut memberikan pendampingan hukum kepada jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan aparat sebagai bentuk pertanggungjawaban," kata Asnil.

Selain itu, AJI Jakarta dan LBH Pers turut mengimbau para jurnalis korban kekerasan pun intimidasi aparat agar berani melaporkan kasusnya, serta memperkuat solidaritas sesama jurnalis.

"Mendesak Kapolri membebaskan jurnalis dan jurnalis pers mahasiswa yang ditahan," tegas Asnil.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini