Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Demokrat Anwar Hafid meminta pemerintah mengantisipasi adanya klaster baru Covid-19 dari aksi unjuk rasa terkait penolakan UU Cipta Kerja yang berlangsung di sejumlah daerah di Indonesia, Kamis (8/10/2020) kemarin.
"Soal kemunculan klaster baru itu adalah hal yang sejak awal mestinya pemerintah antisipasi," ujar Anwar, ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (9/10/2020).
Anwar menilai apabila sejak awal pemerintah tidak berusaha dan ngotot melanjutkan pembahasan UU Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19, tentu unjuk rasa atau demonstrasi juga tidak akan muncul seperti kemarin.
"Itulah maksud kami tentang berfokus pada pandemi dan menunda pembahasan ini sejak awal. Karena kita tahu setiap kebijakan pasti akan mengundang reaksi dan kemunculan klaster baru ini akibat reaksi publik itu sendiri," jelasnya.
Politikus Demokrat itu pun berharap pro dan kontra yang ditimbulkan oleh UU Cipta Kerja dapat diselesaikan dengan baik-baik oleh pemerintah.
Dia meminta agar dialog menjadi cara yang dikedepankan pemerintah menanggapi penolakan masyarakat akan UU Cipta Kerja.
"Saya berharap pemerintah dan kita semua mari bersama-sama mengedepankan dialog untuk menyelesaikan masalah ini," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, aksi unjuk rasa penolakan terhadap Undang-undang Cipta Kerja berujung ricuh, Kamis (8/10/2020).
Baca: Pemerintah Diminta Tindak Tegas Pelaku Perusak Fasilitas Umum saat Demo UU Cipta Kerja
Baca: UU Cipta Kerja Picu Gelombang Demo, Fahri Hamzah: Akibat Ditutupi Isinya, Tak Dijelaskan ke Publik
Prediksi IDI, Sepekan Kedepan Klaster Demo UU Cipta Kerja Picu Lonjakan Kasus Covid-19
Tim Mitigasi PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai aksi demonstrasi yang menolak undang-undang Cipta kerja akan memicu adanya klaster baru yang berpotensi membuat lonjakan kasus Covid-19 di tanah air.
Ketua Tim Mitigasi PB IDI, Dr M. Adib Khumaidi, SpOT mengatakan diketerangan tertulisnya, aksi massa tersebut menjadi salah satu penularan yang potensial.
"Peristiwa tersebut mempertemukan ribuan, bahkan puluhan ribu orang yang sebagian besar tidak hanya mengabaikan jarak fisik namun juga tidak mengenakan masker.
Berbagai seruan nyanyian maupun teriakan dari peserta demonstrasi tersebut tentu mengeluarkan droplet dan aerosol yang berpotensi menularkan virus terutama Covid-19," katanya, Jumat (9/10/2020).
Baca: Cegah Klaster Baru Demo UU Cipta Kerja, Hindari Kerumunan, Satgas: Perang Melawan Corona Belum Usai
Baca: Epidemiolog: Demo Tolak UU Cipta Kerja Potensi Jadi Klaster Baru Covid-19
dr.Adib menambahkan, banyaknya kemungkinan peserta demonstrasi yang datang dari kota atau wilayah yang berbeda, jika terinfeksi, mereka dapat menyebarkan virus saat kembali ke komunitasnya.
"Bukan tugas kami sebagai tenaga kesehatan untuk menilai mengapa orang-orang tersebut terlibat dalam demonstrasi. Dalam hal ini, kami menjelaskan kekhawatiran kami dari sisi medis dan berdasarkan sains - hal yang membuat sebuah peristiwa terutama demonstrasi berisiko lebih tinggi daripada aktifitas yang lain," ujar dr.Adib.
IDI memprediksi sebagai tenaga kesehatan, akan terjadi lonjakan masif yang akan terlihat dalam waktu 1-2 minggu mendatang.
"Dalam kondisi saat ini saja, para tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan sudah kelimpungan menangani jumlah pasien Covid yang terus bertambah," tutur dia.
Perang Melawan Covid-19 Belum Usai
Terpisah, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengingatkan bahwa saat ini masih dalam kondisi pandemi. Karena itu, banyaknya aksi demo menolak UU Cipta Kerja disikapi dengan bijak.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan sekelompok masyarakat yang menyuarakan aspirasi secara terbuka belakangan ini, dikhawatirkan memicu timbulnya klaster baru Covid-19.
Aksi unjuk rasa itu pun meluas di berbagai daerah dan mengundang kerumunan.
Baca: Seorang Pedagang Siomay jadi Korban Bentrok Demo Tolak UU Cipta Kerja, Gerobak dan Dagangan Hancur
Baca: Sembuh Dari Covid-19, Nunung: Corona Bisa Diobati, Tapi Gak Bisa Disepelekan
"Mari kita ingat bahwa kita masih dalam kondisi pandemi, ada kedaruratan kesehatan masyarakat. Untuk itu kami ingatkan kembali kepada masyarakat untuk bahu-membahu menurunkan angka kasus Covid-19," pesannya saat memberi keterangan pers yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (8/10/2020).
Wiku mengingatkan masyarakat untuk tetap menerapkan 3M, memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.
Ketika berada di luar rumah, masyarakat hendaknya menghindari kerumunan.
Ia berharap tidak ada klaster yang timbul dari kerumunan massa dari kegiatan yang sedang berlangsung akhir-akhir ini.
"Sinergi seluruh elemen masyarakat adalah kunci utama penekanan kasus positif Covid-19 di daerah, tanpa adanya sinergi ini maka kasus di daerah akan terus meningkat. Ingat, perang melawan Covid-19 adalah kerja bersama kita," kata Wiku.
Wiku juga merujuk pada peningkatan kasus yang berdasar dari libur panjang beberapa waktu lalu.
Saat itu ditemukan lonjakan kasus yang terjadi dalam beberapa pekan kedepan setelah masa libur panjang.
"Jangan sampai hal ini terjadi lagi, karena jika ini terkena pada kelompok rentan, usia lanjut, dampaknya fatal. Kami ingatkan sekali lagi betul-betul menjaga keselamatan dan kesehatan masyarakat," Wiku menjawab pertanyaan media.
Ia meminta para peserta aksi unjuk rasa untuk tetap menerapkan protokol kesehatan dalam menyampaikan aspirasinya.
Dan ia berharap seluruh masyarakat Indonesia dapat terlindungi dari Covid-19.
34 Pedemo di Jakarta dan 13 di Bandung Diklaim Reaktif Covid-19
Sementara itu, Kepolisian RI menyebut 34 pengunjuk rasa tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja diklaim reaktif virus corona atau Covid-19 hingga Jumat (9/10/2020) pagi.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyampaikan temuan tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan Rapid Test di wilayah hukum Polda Metro Jaya dan Bandung.
"Dari data terbaru ditemukan ada 34 dan 13 pendemo di Bandung reaktif Covid-19 " kata Argo dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (9/10/2020).
Argo mengatakan sejauh ini beberapa orang yang diklaim reaktif virus SARS-CoV-2 tersebut sudah dibawa ke Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat, untuk melakukan isolasi mandiri.
"Sementara ini sudah 34 orang dibawa ke Wisma Atlet," ujar Argo.
Menurut Argo, masyarakat lebih bijak dalam menyampaikan aspirasinya lantaran Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19.
"Sejak awal Polri telah berusaha untuk mencegah terjadinya klaster baru penyebaran virus corona. Sebab itu Pak Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan surat Telegram," tukasnya.