News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

ILUNI UI Minta Akses Final UU Cipta Kerja Dibuka

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja membersihak halter TransJakarta di Jalan Kramat Bundar Senen Jakarta yang dirusak, Jumat (9/10/2020). Gedung bekas bioskop dan fasilitas umum dibakar oleh massa yang terlibat bentrok dengan polisi usai demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020). TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua ILUNI UI Herzaky Mahendra Putra meminta pemerintah untuk membuka akses final UU Cipta Kerja.

Hal ini dilakukan untuk memenuhi prinsip transparasi, partisipasi, dan akuntabilitas penyelenggaraan negara.

"Ketiadaan akses publik terhadap naskah final UU Cipta Kerja menyebabkan kontroversi dan polarisasi. Sehingga, pemerintah harus segera membuka akses final UU Cipta Kerja ke masyarakat," kata Herzaky dalam keterangannya, Minggu (11/10/2020).

Herzaky juga menyampaikan, ada catatan keras dari publik mengenai proses perumusan RUU Cipta Kerja yang sangat tertutup.

"Penyusunan UU Cipta Kerja ini sangat minim partisipasi publik, dunia akademisi, koalisi masyarakat sipil, dan kelompok masyarakat terdampak," kata dia.

Dia menambahkan, proses perumusan ini bukan menjadi preseden bagi proses perumusan RUU ke depannya.

Apalagi proses pengesahannya yang menabrak beberapa aturan pengambilan keputusan di DPR.

Menurutnya, sebagai lembaga legislatif seharusnya DPR RI menjadi contoh dalam kepatuhan menjalankan peraturan.

"Niat baik saja tidak cukup. Bagaimanapun, tata cara menjadi penting. Karena niat baik adanya di dalam hati, sedangkan kepatuhan pada peraturan, prosedur, dan hukum menjadi preseden dan teladan sebagai negara hukum," ujarnya.

Baca: Aktor Utama Kerusuhan Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja Diduga Siapkan Logistik Hingga Bom Molotov

Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum untuk Semua (YLBHI) YLBHI Asfinawati menyebut ada kecacatan formil dan pelanggaran dalam penyusunan UU Cipta Kerja.

Koalisi Masyarakat Sipil mencatat setidaknya ada 12 skandal dalam pembentukan RUU Cipta Kerja yang dinilai aneh.

"Naskah RUU ini disembunyikan pada saat pembahasan di pemerintah," ujarnya.

Selain itu, Asfin mengatakan ada konflik kepentingan di dalam Satgas Omnibus Law yang berisi 127 orang pengusaha.

"Buktinya sekarang royalty tambang bisa 0 persen. Logika di balik pembangunan itu kan agar ada uang yang masuk ke negara. Kalau royalty 0 persen terus negara dapat apa?” ujar dia.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara UI Fitra Arsil menyoroti keterlibatan publik yang minim dalam penyusunan UU Cipta Kerja.

"Dibanding apa yang mereka lakukan biasanya, ini ngga biasa. Partisipasi publik tidak begitu dilibatkan. Ini kita perlu memberikan catatan-catatan," kata Fitra.

Baca: Aksi Demo Berpotensi Sebarkan Covid-19, Epidemiolog Sebut Data Bisa Terlihat 7-14 Hari ke Depan

Fithra juga menjelaskan, bahwa di negara-negara lain RUU Omnibus Law terkenal dengan pembahasan cepat.

Sehingga, biasanya RUU ini digunakan untuk undang-undang yang kebijakannya tidak berpengaruh luas dan besar.

Dalam situasi pandemi, agenda legislasi selain pembahasan kondisi darurat juga seharusnya dikesampingkan.

"Dalam pandemi, DPR udah ngapain nih? Justru dia melaksanakan bisnis seperti biasanya dan berprestasi jauh daripada biasanya. Patut dipertanyakan apa perhatian state of emergency DPR di situasi pandemi," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengusulkan jika terjadi permasalahan formil terhadap UU Cipta Kerja, Presiden bisa menerbitkan Perppu atau melakukan pembuktian substansif di Makalah Konstitusi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini