Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo sempat ditegur majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (13/10/2020).
Brigjen Pol Prasetijo Utomo ditegur hakim saat sidang beragenda pembacaan dakwaan karena mengenakan pakaian dinas kepolisian.
Dalam persidangan tersebut terdakwa Brigjen Pol Prasetijo Utomo, Djoko Tjandra, dan Anita Kolopaking hadir secara virtual.
Baca juga: Djoko Tjandra Bakal Ajukan Nota Keberatan Atas Dakwaan Surat Jalan Palsu
Teguran itu disampaikan hakim setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) rampung membacakan dakwaan untuk Brigjen Prasetijo.
Pada layar teleconference yang ada di depan ruang sidang utama, Brigjen Pol Prasetijo Utomo memang tampak mengenakan pakaian kepolisian.
"Jadi, diharapkan saudara terdakwa hari ini diberi toleransi diharapkan hari berikutnya persidangan kita, saudara dalam pakaian yang tidak dengan jabatan, pakaian jabatan," ungkap hakim ketua Muhammad Sirat.
Teguran itu dimaksudkan karena hakim menilai setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.
Baca juga: Djoko Tjandra Cs Didakwa Buat dan Pakai Surat Jalan Palsu agar Bisa Masuk ke Indonesia
Termasuk dalam berpakaian.
Sehingga dalam persidangan berikutnya Prasetijo diminta cukup mengenakan pakaian seperti layaknya orang bersidang.
Untuk persidangan perdana hari ini hakim masih memberikan toleransi kepada Prasetijo.
"Karena semua warga negara Indonesia sama kedudukannya dalam hukum, sehingga di depan persidangan diharapkan untuk berpakaian seperti apa yang lainnya," ucap dia.
Ditemui usai persidangan, pengacara Prasetijo, Petrus Balapattiona menuturkan kliennya mengenakan seragam dinas karena dua alasan utama.
Baca juga: Sederet Informasi Boyamin Saiman Tukang Bongkar Kasus Djoko Tjanda, Bolak Balik Serahkan Bukti
Petrus mengatakan Prasetijo masih sebagai polisi aktif dengan jabatan Brigadir Jenderal.
Alasan kedua, perbuatan yang dituduhkan kepada Prasetijo masih dalam lingkup kedinasannya.
"Jadi tidak mungkin dia melepaskan jabatan atau status dia sebagai polisi," ungkap Petrus.
Namun, lantaran hakim telah meminta untuk tidak mengenakan seragam polisi pada sidang berikutnya, pihaknya akan meminta Prasetijo mematuhi perintah hakim tersebut.
"Tapi karena hakim mengingatkan, sebagai warga negara harus punya kedudukan sama, ya akan kami diskusikan dan kami sarankan dia mematuhi," kata dia.
Djoko Tjandra Bakal Ajukan Nota Keberatan
Kubu Djoko Tjandra bakal mengajukan nota keberatan atau eksepsi tanggapi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas tuduhan penggunaan surat jalan palsu.
Hal tersebut disampaikan kuasa hukum Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo usai hadir dalam agenda pembacaan dakwaan JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (13/10/2020).
Eksepsi akan disampaikan kubu Djoko Tjandra pada persidangan pekan depan.
"Kami sudah dengar bersama bahwa satu minggu ke depan kita akan ajukan eksepsi atau keberatan secara formal daripada surat dakwaan," kata Soesilo.
Baca juga: Djoko Tjandra Cs Didakwa Buat dan Pakai Surat Jalan Palsu agar Bisa Masuk ke Indonesia
Hanya, ia enggan merinci apa saja poin keberatan yang akan dituangkan.
Persoalan tersebut bakal mereka ungkap dalam persidangan.
"Eksepsi itu adalah keberatan yang poin poinnya nanti lah tentunya ketika eksepsi kami ajukan," jelas dia.
Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Djoko Soegiarto Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo, dan Anita Dewi Anggraeni Kolopaking membuat surat jalan palsu agar Djoko Tjandra bisa masuk ke Tanah Air.
Baca juga: Sederet Informasi Boyamin Saiman Tukang Bongkar Kasus Djoko Tjanda, Bolak Balik Serahkan Bukti
Dalam dakwaannya, dijelaskan pemalsuan surat jalan tersebut berawal ketika Djoko Tjandra berkenalan dengan Anita Kolopaking di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia, November 2019 silam.
Perkenalan itu dimaksudkan karena Djoko Tjandra ingin menggunakan jasa Anita Kolopaking sebagai kuasa hukumnya. Djoko Tjandra meminta bantuan Anita untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tertanggal 11 Juni 2009.
Selanjutnya pada April 2020, Anita mensaftarkan PK perkara Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun dalam pengajuan PK itu, Djoko Tiandra tidak bertindak sebagai pihak Pemohon.
Baca juga: Ombudsman RI Sebut ada Maladministrasi Penetapan DPO Djoko Tjandra
Namun, Permohonan PK tersebut ditolak PN Jaksel dengan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012. Saat itu Djoko Tjandra tidak ingin diketahui keberadaanya.
Kemudian Djoko Tjandra meminta Anita mengatur kedatangannya ke Jakarta dengan mengenalkan sosok Tommy Sumardi.
Tommy lalu mengenalkan Anita dengan Brigjen Prasetijo Utomo. Prasetijo saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Anita mengutarakan maksud dan tujuannya kepada Prasetijo yakni membantu Djoko Tjandra datang ke Jakarta. Prasetijo menyanggupi dan mengurus keprluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuatkan surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat-surat lain terkait dengan pemeriksaan virus Covid-19.
Djoko Tjandra direncanakan masuk ke Indonesia lewat Bandara Supadio di Pontianak. Dari sana, dia direncanakan menuju Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta dengan pesawat sewaan.
Jaksa mengatakan penggunaan surat - surat demi kepentingan Djoko Tjandra masuk ke Indonesia merugikan Polri secara immateriil karena dinilai mencederai nama baik Kepolisian Republik Indonesia.
Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP, dengan ancaman hukuman lima (5) tahun penjara.
Sedangkan Brigjen Prasetijo disangkakan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 ayat 1 dan 2 KUHP. Ia diancam hukuman maksimal enam (6) tahun penjara.
Sementara Anita Kolopaking dijerat Pasal 263 ayat 2 KUHP terkait penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu tahanan kabur.