TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi menangkap delapan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terkait demo tolak UU Cipta Kerja.
Mereka ditangkap di dua kota, yakni Medan dan Jakarta.
Kedelapan anggota KAMI yang diamankan adalah Juliana, Devi, Khairi Amri, Wahyu Rasari Putri, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Kingkin Anida.
Baca juga: Dibongkar Isi Percakapan WA 8 Pentolan KAMI, Polisi: Pantas di Lapangan Terjadi Anarki
Empat nama pertama ditangkap di Medan, Sumatera Utara. Sedangkan empat orang lainnya diciduk di Jakarta.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, delapan orang itu ditangkap karena diduga telah melakukan penghasutan.
"Ini terkait demo Omnibus Law yang berakhir anarkis. Patut diduga mereka-mereka itu memberikan informasi yang menyesatkan berbau SARA dan penghasutan," kata Awi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (13/10/2020).
Tim Siber Bareskrim Polri, jelas Awi, telah memeriksa percakapan yang ada di ponsel delapan orang tersebut.
Baca juga: Mabes Polri Jelaskan Alasan Penangkapan 8 Tokoh KAMI
"Kalau rekan-rekan membaca WA-nya ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarki, itu mereka masyarakat yang tidak paham betul, gampang tersulut," ujar dia.
Awi mengungkapkan ada empat petinggi KAMI yang ditangkap Bareskrim Polri di sejumlah wilayah di Jakarta.
Dijelaskan, penangkapan Anton Permana dilakukan di Rawamangun, Jakarta Timur pada 12 Oktober 2020 antara pukul 00.00 hingga 02.00.
"Tanggal 13 Oktober ada dua kali penangkapan. Yang pertama ditangkap atas nama SG (Syahganda) ditangkap di Depok pada pukul 04.00 tadi pagi. Kemudian yang kedua saudara JH (Jumhur Hidayat) ditangkap di Cipete Jakarta Selatan sekitar pukul 05.00," ungkap dia.
Sebelumnya, sambung dia, Bareskrim Polri telah menangkap Kingkin Anida di kawasan Tangerang Selatan pada 10 Oktober 2020 sekitar pukul 13.30 WIB.
Baca juga: 1 Dari 8 Anggota KAMI Ditangkap Emban Jabatan Penting Era SBY, Pernah Dukung Jokowi di Pilpres 2014
"Mereka dipersangkakan melanggar: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan atas SARA dan atau penghasutan," kata Awi.
Mereka dijerat Pasal 45 A ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau pasal 160 KUHP tentang penghasutan dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.