TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku dituduh sebagai dalang aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja.
"Ada 'akun bodong' yang menyerang diri saya pribadi dan @PDemokrat hanya karena kami berbeda pendapat. Disebar hoax, bahwa saya mendalangi demo UU Ciptaker," kata AHY Selasa (13/10/2020).
Ia menegaskan,ketidakjelasan draf final RUU Cipta Kerja menimbulkan kekacauan informasi di tengah
masyarakat.
Menurut AHY, pemerintah dan masyarakat tengah saling menuding menyebarkan hoaks soal UU Cipta Kerja. Padahal, rujukan terkait kebenaran informasi tersebut belum ada.
Baca juga: AHY Akui Dapat Serangan Akun Bodong, hingga Dituduh Jadi Dalang Demo UU Cipta Kerja
"Jadi, bagaimana kita menganggap berita yang beredar itu hoaks atau bukan," tulis AHY dikutip dari akun Twitter @AgusYudhoyono, kemarin.
AHY khawatir masyarakat jadi tenggelam dalam perang informasi dan perang hoaks. AHY juga
mengungkapkan, ada akun palsu atau 'bodong' yang menyerang dirinya dan Partai Demokrat.
Baca juga: SBY Tak Yakin Dirinya yang Dituduh Sebagai Aktor di Balik Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja
Putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono ini menegaskan, tuduhan tak berdasar itu
terbantahkan karena berbagai elemen masyarakat banyak yang menolak UU Cipta Kerja.
"Alhamdulillah, rakyat kita cerdas. Tuduhan itu dibantah oleh berbagai elemen masyarakat yang melakukan penolakan UU Ciptaker."
"Saya tegaskan, tuduhan tak berdasar itu sangat menyakiti hati nurani rakyat, yang memang sungguh-sungguh ingin berjuang untuk kehidupannya yang lebih baik," ucap AHY.
AHY mengimbau semua pihak agar menghargai perbedaan pendapat.
"Kita adalah negara demokrasi. Kita harus menghargai perbedaan pandangan dan pendapat."
"Penolakan @PDemokrat terhadap UU Ciptaker, dilakukan justru untuk menjaga negara ini agar tidak salah langkah. Sebagaimana penolakan Partai Demokrat terhadap RUU HIP," ujar AHY.
Sementara itu, Bareskrim Polri menangkap Deklarator KAMI Anton Permana, dan Anggota Komite
Eksekutif KAMI Jumhur Hidayat.
Penangkapan tersebut menambah daftar panjang aktivis dan petinggi KAMI yang ditangkap kepolisian.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono membenarkan kabar tersebut. Menurut Awi, Jumhur dan Anton ditangkap di tempat dan waktu yang terpisah beberapa hari terakhir.
"Anton kemarin, kalau Jumhur tadi pagi ditangkap," kata Awi saat dikonfirmasi kemarin.
Keduanya ditangkap terkait penyebaran berita bohong atau hoax terkait Omnibus Law UU Cipta
Kerja.
Polri juga membenarkan menangkap Syahganda Nainggolan dan Videlya Esmerella. Syahganda
dijemput petugas kepolisian di rumahnya di Depok, Jawa Barat.
Sementara Videlya Esmerella, Bareskrim Polri telah merilis penangkapan tersebut.
Polisi menduga pelaku menyebarkan berita bohong terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja di akun Twitternya.
Polri menyebutkan Videlya dianggap telah menyebar berita hoaks karena mengunggah twit berisi 12 Pasal Undang-Undang Cipta Kerja.
Padahal, menurut polisi, isi twit VE tersebut tidak sesuai dengan isi UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR.
Namun, tak jelas dasar acuan draf Omnibus Law UU Cipta Kerja yang menjadi acuan kepolisian. Sebab
hingga saat ini, lembaga legislator belum memberikan draf final regulasi itu meskipun telah disahkan
pada 5 Oktober 2020 lalu.
Mohammad Jumhur Hidayat merupakan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI
(BNP2TKI) periode 2007-2014.
Saat ini, instansi tersebut bernama Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).Ketika menjabat Kepala BNP2TKI, Ia diberhentikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pemecatan Jumhur diduga karena mendukung PDI Perjuangan yang memajukan Joko Widodo (Jokowi)
pada pemilihan presiden (Pilpres) 2014.
Jumhur adalah aktivis sejak mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB). Kemudian bergabung ke KAMI saat deklarasi di Tugu Proklamasi, bersama Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Rocky Gerung, dan lainnya, Selasa (18/8) lalu. (tribun network/sen/igm/mam)