News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Djoko Tjandra

ICW Laporkan 3 Jaksa Penyidik Kasus Pinangki ke Komisi Kejaksaan

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana saat ditemui di Kampus UI, Depok, Jawa Barat, Senin (9/12/2019).

"Secara kasat mata, tidak mungkin seorang buronan kelas kakap, seperti Joko S Tjandra, yang telah melarikan diri selama sebelas tahun, bisa langsung begitu saja percaya dengan seorang Jaksa yang tidak mengemban jabatan penting di Kejaksaan Agung untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung," katanya.

Kurnia menjelaskan, Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung telah mengatur terkait fatwa bahwa Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini.

Permohonan fatwa itu tidak bisa diajukan oleh individu masyarakat, melainkan lembaga negara.

"Jika dalam konteks kasus Pinangki fatwa yang diinginkan melalui Kejaksaan Agung, maka pertanyaan berikutnya apa tugas dan kewenangan Pinangki sehingga bisa mengurus sebuah fatwa dari lembaga negara dalam hal ini Kejaksaan Agung? Pertanyaan lanjutannya, lalu apa yang membuat Joko S Tjandra percaya?" kata Kurnia.

Dugaan pelanggaran etik lainnya yang diduga dilakukan penyidik yakni tidak menindaklanjuti hasil pemeriksaan Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung.

Dikatakan Kurnia, dalam banyak pemberitaan disebutkan bahwa dalam laporan hasil pemeriksaan bidang pengawasan di Kejaksaan Agung, Pinangki sempat mengaku melaporkan kepada Pimpinan setelah bertemu Djoko Tjandra sekembali ke Indonesia.

Namun, ICW menduga dalam proses penyidikan, penyidik Kejaksaan tidak menelusuri pimpinan yang dimaksud Pinagki tersebut.

Tak hanya itu, ICW juga menduga ketiga penyidik tidak mendalami peran-peran pihak yang selama ini sempat diisukan terlibat dalam perkara Pinangki.

ICW melihat dan mencermati beberapa pernyataan yang disampaikan pihak tertentu dalam berbagai pemberitaan, bahwa terdapat beberapa istilah dan inisial yang sempat muncul ke tengah publik, seperti istilah 'bapakmu-bapakku' atau inisial 'BR', dan 'HA'.

"Dalam konteks ini, ICW meragukan penyidik telah mendalami terkait dengan istilah dan inisial-inisial tersebut. Bahkan, jika telah didalami dan ditemukan siapa pihak itu, maka orang-orang yang disebut seharusnya dipanggil ke hadapan penyidik untuk dimintai klarifikasinya," kata Kurnia.

Dugaan pelanggaran etik lainnya, ketiga penyidik diduga tidak berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada proses pelimpahan perkara Pinangki ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Padahal, Pasal 6 huruf d juncto Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK menyatakan lembaga antikorupsi berwenang melakukan supervisi terhadap penanganan tindak pidana korupsi pada lembaga penegak hukum lain.

ICW laporkan tiga jaksa penyidik Kejaksaan Agung yang menangani kasus jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Komisi Kejaksaan (Komjak), Rabu (14/10/2020).

Bahkan KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Apalagi, KPK telah menerbitkan surat perintah supervisi perkara Pinangki di Kejaksaan Agung pada 4 September 2020.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini