TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Turut sertanya pelajar dalam aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja pada Selasa (13/10/2020) di Jabodetabek terlihat.
Hal ini terbukti dengan diamankannya sejumlah pengujuk rasa yang masih berstatus siswa, bahkan masih ada yang berstatus pelajar SMP.
Pihak kepolisian pun menengarai adanya aktor di balik keterlibatan mereka yang seharusnya belajar di rumah.
Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Sugeng Hariyanto mengatakan, sudah melakukan investigasi kepada beberapa perangkat ponsel pelajar yang diamankan.
"Ini kita lakukan investigasi melalui alat komunikasi handphone, apakah di dalamnya ada ajakan-ajak komunikasi melalui Whatsapp atau sosial media," kata Sugeng dalam keterangan suara, Selasa (13/10/2020).
Baca juga: Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja di Dekat Istana Ditunggangi Kelompok Anarko
Pasalnya, kata Sugeng, banyak dari pelajar yang mengikuti aksi menolak UU Cipta Kerja ke Jakarta tidak mengerti maksud demonstrasi yang mereka ikuti.
"Motivasinya kebanyakan mereka ikut meramaikan dan ikut mengikuti aksi yang ada di Jakarta. Tetapi terkait motif dan tujuannya itu mereka tidak mengetahui secara jelas," ujar dia.
Baca juga: Antisipasi Imbas Unjuk Rasa, MRT Jakarta Tutup 6 Stasiun Bawah Tanah dan 1 Stasiun Layang
Baca juga: Polri Tahan 98 Peserta Unjuk Rasa UU Cipta Kerja, Ada Pelajar, Mahasiswa Hingga Ibu Rumah Tangga
Sugeng juga memastikan, puluhan pelajar yang diamankan polisi tidak membawa senjata tajam saat diamankan.
Saat ini, lanjut dia, polisi masih terus melakukan investigasi terhadap ajakan-ajakan melakukan aksi demonstrasi tersebut.
"Kita akan ikuti perkemabgannya apakah dari alat komunikasi yang dibawa ada semacam postingan atau ajakan untuk berangkat ke sana," kata Sugeng.
Adapun sebelumnya, Polres Metro Tangerang Kota mengamankan 86 pelajar yang hendak menuju Jakarta untuk melakukan aksi tolak UU Cipta Kerja.
Puluhan pelajar itu kini menjalani rapid test dan dilaporkan ke sekolah tempat mereka terdaftar.
Baca juga: Polri Tahan 98 Peserta Unjuk Rasa UU Cipta Kerja, Ada Pelajar, Mahasiswa Hingga Ibu Rumah Tangga
Seperti diketahui hari ini kembali terjadi aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Masih SMP
Salah satu siswa yang diamankan polisi di Jakarta Utara masih siswa SMP.
Anggota Unit Jatanras Polres Metro Jakarta Utara yang memberhentikan R kemudian mendapati bahwa bocah tersebut membawa jaket almamater berwarna biru dari salah satu universitas swasta.
Sambil menunjukkan ekspresi ketakutan, R lantas mengakui bahwa almamater tersebut milik ibunya.
"Itu (jaket almamater) punya mama saya," kata remaja yang mengaku warga Pondok Gede itu.
Baca juga: Setelah SBY, Giliran Anaknya AHY yang Merasa Dituduh Jadi Dalang Demo UU Cipta Kerja
Polisi kemudian menanyakan maksud R membawa jaket almamater itu.
Namun, R hanya terbengong dan tak bisa menjawabnya.
Selain almamater, bocah SMP tersebut juga kedapatan membawa pasta gigi yang ia simpan di dalam tasnya.
Polisi lagi-lagi menanyakan maksud R membawa pasta gigi itu. Sekali lagi, R bersama temannya tersebut terbata-bata menjawab pertanyaan petugas.
"Mau jalan-jalan aja, itu (pasta gigi) yang kemarin (demo)," kata R.
Selain jaket almamater dan pasta gigi dari R, polisi juga menyita barang-barang lainnya dari puluhan remaja yang diamankan sore tadi.
Beberapa barang yang dianggap berbahaya antara lain plastik berisi batu dan minuman keras yang dibawa para remaja tersebut.
Sementara itu, Kasubag Humas Polres Metro Jakarta Utara Kompol Sungkono mengatakan, sedikitnya hingga pukul 16.00 WIB sudah sekitar 70 orang yang diamankan.
"Ini sudah sekitar 70 yang diamankan dan rata-rata anak-anak di bawah umur," kata Sungkono.
Dibayar 5.000
Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra mengungkapkan sejumlah temuan saat aksi menolak UU Cipta Kerja di Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Jasra mengungkapkan dirinya dan tim menemukan banyak anak-anak yang mengikuti demonstrasi tersebut.
"Ribuan anak nampak di dalam massa yang memadati lingkaran patung kuda dan depan pintu Monas," kata Jasra.
Bahkan ada anak-anak yang mengaku mendapatkan uang Rp 5.000 dari seseorang.
Hal tersebut diketahui setelah Jasra mencoba berdialog dengan anak-anak tersebut.
Meski begitu, Jasra mengaku tidak mendalami pihak yang memberi anak-anak tersebut uang.
"Hasil pengakuan anak seperti itu, tentu perlu didalami. Saya melihat anak-anak sedang memegang uang Rp 5000. Saya ngobrol dengan mereka, 'duitnya baru-baru ya'. Spontan anak itu menyampaikan ke saya, bahwa uang itu ada abang-abang memberi mereka. Saya tidak dalami siapa abang-abang itu, karena banyak orang disana," ungkap Jasra.
Jasra juga mengobrol dengan anak-anak yang mengaku berasal dari Cengkareng, Jakarta Barat.
Mereka mengaku dua kali menumpang mobil bak terbuka untuk sampai ke arena aksi.
Mereka menumpang dari Cengkareng sampai Grogol kemudian dilanjut sampai Harmoni.
Bocah-bocah ini lalu berjalan kaki dari Harmoni.
Para bocah ini mengaku bosan untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) sehingga tergerak mengikuti demontrasi ini.
"Kata mereka meski PJJ tapi lama lama hanya tugas yang diberikan guru. Sehingga mereka libur panjang dan sering nongkrong. Teman sebelahnya berseloroh sekarang lebih banyak tawuran, katanya," ungkap Jasra.
Ditunggangi Anarko
Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Nana Sudjana mengatakan aksi unjuk rasa Undang-undang Cipta Kerja yang berujung bentrok, Selasa (13/10/2020) diduga ditunggangi kelompok anarko.
Nana mengatakan aksi unjukrasa pada awalnya berjalan damai.
Unjuk rasa yang dilakukan aliansi nasional Anti-Komunis NKRI melibatkan sekitar 6 ribu massa.
"6 ribu massa yang melaksanakan aksi. 4 ribu merupakan massa anak NKRI, 4 dan 2 ribu adalah massa cair," kata Nana di Kawasan Thamrin, Jakarta, Selasa, (13/10/2020).
Massa cair tersebut menurut Nana terdiri dari masyarakat, mahasiswa, pelajar, mereka yang menonton aksi, serta kelompok anarko.
"Aksi berjalan dengan lancar, mulai dari pukul 13.00 sampai pukul 16.00 WIB. Memang kami sudah ada kesepakatan akan selesai pukul 16.00," kata Nana.
Hanya saja ketika unjuk rasa dari Anak NKRI usai, kelompok Anarko melakukan aksinya.
Kurang lebih terdapat 600 pengunjuk rasa yang melakukan provokasi pada Selasa petang.
"Awalnya kita coba untuk bertahan, untuk tidak terpancing, tetapi mereka terus melempari. Kemudian kami ya dengan dalam kondisi kemudian kami melakukan upaya pendorongan dan kami melakukan penangkapan ya," pungkasnya.
(Tribun Jakarta/Triibunnews)