Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyampaikan petisi kepada Kapolri Jenderal Idham Azis di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (15/10/2020).
Petisi itu terkait penangkapan sejumlah aktivis KAMI atas kasus kerusuhan demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Dari petisi yang dibacakan, KAMI menilai penangkapan terhadap sejumlah aktivisnya telah menyalahi prosedur.
Baca juga: Tolak Rombongan Gatot Nurmantyo Jenguk Tokoh KAMI, Petugas: Saya Ini Polisi!
"KAMI menyesalkan dan memprotes penangkapan tersebut sebagai tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat," kata salah satu Presidium KAMI Rochmat Wahab saat membacakan petisi.
"Penangkapan mereka, khususnya Syahganda Nainggolan, jika dilihat dari dimensi waktu dasar Laporan Polisi dan keluarnya sprindik pada hari yang sama jelas aneh atau tidak lazim dan menyalahi prosedur," lanjut dia.
Selain itu, ujar Rochmat, penangkapan yang dilakukan pihak kepolisian dinilai dipaksakan dan menyalahi prosedur hukum.
Baca juga: Din Syamsuddin Perjuangkan Tokoh KAMI dan Aktivis yang Ditangkap Untuk Bisa Dibebaskan
"Proses penangkapan para pejuang KAMI, sangat dipaksakan, tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, bahkan terlihat seperti menangani teroris," tutur dia.
Hari ini, sejumlah Presidium dan Komite Eksekutif KAMI menyambangi Mabes Polri.
Beberapa di antaranya yang hadir adalah mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, Din Syamsuddin, Ahmad Yani, dan Rocky Gerung.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Merasa Handphone Beberapa Tokoh KAMI Disadap dan Diretas
Kedatangan mereka adalah untuk menjenguk sejumlah aktivis KAMI yang ditangkap dan ditahan terkait kasus kerusuhan demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Namun, mereka tidak diizinkan menjenguk aktivis KAMI yang ditahan.
Padahal, Gatot Nurmantyo dkk sudah menunggu selama sekitar satu jam.
Mereka juga memberikan pernyataan resmi terkait penangkapan dan penahanan aktivis KAMI kepada awak media.
Sempat terjadi perdebatan antara para petinggi KAMI dengan petugas kepolisian.
Pada akhirnya, mereka tetap tidak mendapat izin untuk menjenguk aktivis KAMI yang ditahan.
"Kita ini kan bertamu meminta izin untuk menengok. Ini Presidium, Eksekutif, dan lainnya lagi. Kita menunggu, tidak ada jawaban, ya sudah terima kasih. Tidak ada masalah kan," kata Gatot di Mabes Polri.
Gatot mengaku tidak mengetahui alasan polisi tidak memberikan izin untuk menjenguk.
"Ya nggak tahu, pokoknya nggak dapat izin, kita kembali saja nggak ada masalah," ujar dia.
8 elite KAMI
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangkap delapan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terkait demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Delapan petinggi KAMI yang diamankan adalah Juliana, Devi, Khairi Amri, Wahyu Rasari Putri, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Kingkin Anida.
"Bareskrim Polri maupun tim siber Polda Sumatera Utara Telah melakukan penangkapan terkait dengan demo Omnibus Law," kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono, Selasa (13/10/2020).
Awi pun menjelaskan kronologi penangkapan satu per satu petinggi KAMI tersebut.
Dikatakan Awi, orang pertama yang ditangkap adalah Ketua KAMI Medan Khairi Amri.
"Tanggal 9 Oktober 2020 atas nama KA ditangkap tim siber Sumatera Utara," ujar dia.
Sehari berselang, Tim siber Polda Sumatera Utara menangkap Juliana dan Devi.
"Kemudian tanggal 12 Oktober 2020 ditangkap atas nama WRP oleh tim siber Polda Sumatera Utara," tutur Awi.
Empat orang petinggi kami lainnya ditangkap Bareskrim Polri di sejumlah wilayah di Jakarta.
Awi mengungkapkan, penangkapan Anton Permana dilakukan di Rawamangun, Jakarta Timur pada 12 Oktober 2020 antara pukul 00.00 hingga 02.00.
"Tanggal 13 Oktober ada dua kali penangkapan. Yang pertama ditangkap atas nama SG ditangkap di Depok pada pukul 04.00 tadi pagi. Kemudian yang kedua saudara JH ditangkap di Cipete Jakarta Selatan sekitar pukul 05.00," ungkap dia.
Sebelumnya, sambung dia, Bareskrim Polri telah menangkap Kingkin Anida di kawasan Tangerang Selatan pada 10 Oktober 2020 sekitar pukul 13.30.
"Mereka dipersangkakan melanggar: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan atas SARA dan atau penghasutan," kata Awi.
Mereka dijerat Pasal 45 A ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau pasal 160 KUHP tentang penghasutan dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
Sumber:
Kirim Petisi ke Kapolri, KAMI Anggap Penangkapan Sejumlah Aktivisnya Seperti Menangani Teroris