TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mabes Polri bongkar percakapan di grup WhatsApp (WA) Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan.
Dalam percakapan di grup WA tersebut ketahuan aksi para anggota grup yang akan membuat rusuh di Medan dan Indonesia secara keseluruhan.
Ajakan membuat kerusuhan dilakukan saat demonstrasi buruh dan mahasiswa menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Selain mengajak membuat kerusuhan seperti tahun 1998, dalam percakapan di grup itu juga sebuat gedung DPR sarang maling.
Polisi telah menangkap admin serta anggota grup aplikasi WhatsApp bernama “ KAMI Medan”.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Sebut Penangkapan Aktivis KAMI Janggal, Ini Alasannya
Total empat orang yang ditangkap di Medan dalam kurun waktu 9-12 Oktober 2020, yakni KA, JG, NZ, WRP.
KA atau Khairi Amri merupakan Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Medan. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyebut KA sebagai admin grup tersebut.
“Yang dimasukkan ke WAG ini ada foto kantor DPR RI dimasukkan di WAG, kemudian tulisannya, ‘Dijamin komplit, kantor, sarang maling dan setan’, ada di sana tulisannya,” ucap Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis (15/10/2020).
Adapun 9 hasutan yang terdapat di dalam percakapan grup WA KAMI Medan itu adalah :
1. ‘Dijamin komplit, kantor, sarang maling dan setan’
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyebut KA sebagai admin grup tersebut.
“Yang dimasukkan ke WAG ini ada foto kantor DPR RI dimasukkan di WAG, kemudian tulisannya, ‘Dijamin komplit, kantor, sarang maling dan setan’, ada di sana tulisannya,” ucap Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono.
2. 'Mengumpulkan saksi untuk melempari DPR dan melempari polisi'
Kemudian, KA, menurut polisi, juga menulis “Mengumpulkan saksi untuk melempari DPR dan melempari polisi” serta “Kalian jangan takut dan jangan mundur” di grup tersebut.
3. 'Skenario kerusuhan seperti 1998'
"Tersangka JG ini dalam whatsapp grup tadi menulis batu kena satu orang, bom molotov membakar 10 orang dan bensin berceceran. Kemudian buat skenario seperti 1998. Kemudian penjarahan toko China dan rumah-rumahnya, lalu preman diikutkan untuk menjarah," ujar Argo membaca percakapan JG di grup Whatsapp tersebut.
Menurut Argo, kata-kata itu yang menjadi bukti penangkapan terhadap JG.
Saat digeledah, rumah JG juga diketahui ditemukan molotov hingga pylox.
4. 'Penjarahan toko China dan rumah-rumahnya'
5. ‘Preman diikutkan untuk menjarah’
6. “Batu kena satu orang, bom molotov bisa kebakar 10 orang dan bensin bisa berjajaran”
Tersangka JG juga diduga menulis perihal bom molotov yang menurut polisi berbunyi “Batu kena satu orang, bom molotov bisa kebakar 10 orang dan bensin bisa berjajaran”.
Aparat pun mengklaim telah menemukan bom molotov saat aksi di Medan tersebut.
Bom molotov itu, katanya, diduga dilempar dan membakar sebuah mobil.
7. ‘Medan cocoknya didaratin. Yakin pemerintah sendiri bakal perang sendiri sama China’
Untuk tersangka NZ, polisi menuturkan, perannya juga menulis di grup tersebut.
“Dia (NZ) menyampaikan bahwa ‘Medan cocoknya didaratin.
Yakin pemerintah sendiri bakal perang sendiri sama China’,” tuturnya.
8. 'Besok wajib bawa bom molotov'
Terakhir, tersangka WRP diduga menyampaikan perihal kewajiban membawa bom molotov.
Argo menuturkan, WRP menulis “Besok wajib bawa bom molotov”.
9. Lempari mobil dengan bom molotov
Polisi menegaskan bom molotov disiapkan untuk membakar mobil-mobil.
"Makanya kita dapatkan bom molotov-nya ini. Sama pylox untuk membuat tulisan, ada bom molotov. Untuk apa? Melempar, tadi saya sampaikan fasilitas. Mobil ini dilempar sehingga bisa terbakar," ungkapnya.
Selain itu, anggota grup WA berinisial WRP menuliskan terkait pembawaan bom molotov di grup WA KAMI Medan tersebut.
Argo menuturkan ucapan itu bersifat penghasutan yang membuat aksi demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja ricuh.
Sita barang bukti
Dalam kasus tersebut, polisi menyita barang bukti berupa telepon genggam, dokumen percakapan para tersangka, serta uang Rp 500.000.
Menurut Argo, uang tersebut dikumpulkan melalui grup WhatsApp tersebut untuk logistik saat aksi.
Keempat tersangka dijerat Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45A ayat 2 UU ITE dan Pasal 160 KUHP.
Ancaman hukumannya 6 tahun penjara. Saat ini, seluruh tersangka ditahan di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri.
Polisi menegaskan tidak akan mengabulkan penangguhan penahanan.
Polri mengungkapkan, tersangka KA diduga membagikan nasi bungkus kepada peserta aksi menolak UU Cipta Kerja yang berujung rusuh di Medan, Sumatera Utara.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengklaim pihaknya memiliki bukti berupa foto terkait dugaan tersebut.
“Fotonya tidak saya bawa, jadi tersangka KA tadi sedang mengumpulkan massa, sambil bagi nasi bungkus, dia menyampaikan arahan,” ucap Argo.
Dalam kasus ini, unggahan KA bersama tiga tersangka lainnya dalam grup aplikasi WhatsApp “KAMI Medan” diduga menyebabkan aksi berujung anarkis.
Tiga tersangka lainnya yakni, JG, NZ, WRP.
Keempatnya ditangkap di Medan dalam kurun waktu 9-12 Oktober 2020.
Pengumpulan dana lewat grup
Polri mengungkap adanya pengumpulan dana melalui grup aplikasi WhatsApp bernama “ KAMI Medan” yang diduga untuk keperluan logistik aksi menolak UU Cipta Kerja yang berujung rusuh di Medan, Sumatera Utara.
“Dari WAG tadi, dia mengumpulkan uang untuk menyuplai logistik, baru terkumpul Rp 500.000,” kata Argo.
Polisi pun menyita uang tersebut dan kartu ATM sebagai barang bukti.
Argo menuturkan, temuan itu akan dijadikan bahan penyidikan lebih lanjut oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan Polda Sumut.
Dalam kasus ini, penyidik menangkap total empat orang tersangka yakni KA, JG, NZ, WRP.
“Jadi ada pola tersendiri, anarkis dan vandalisme, yang mengakibatkan adanya kerusakan-kerusakan.
Polanya dengan menggunakan hasutan maupun model hoaks tadi,” ucap dia.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com/Surya.co.id