Sementara Jumhur Hidayat dituduh menyebarkan ujaran kebencian terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Salah satu cuitan yang dipersoalkan adalah tudingan regulasi itu titipan Tiongkok.
"Tersangka JH di akun twitter-nya menulis salah satunya UU memang untuk primitif. Investor dari RRT dan pengusaha rakus. Ada beberapa tweetnya. Ini salah satunya," kata Argo.
Menurut Argo, unggahan tersebut diklaim menjadi pemicu adanya kerusuhan saat aksi demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di daerah.
Argo menyebut ungkapan itu merupakan hasutan kepada masyarakat.
Ia juga menyampaikan unggahan itu disebutkan memuat berita bohong dan mengandung kebencian berdasarkan SARA.
"Akibatnya anarkis dan vandalisme dengan membuat kerusakan-kerusakan ini sudah kita tangani. Pola dari hasutan," jelasnya.
Adapun Anton Permana ditangkap karena unggahannya di sosial media Facebook dan YouTube. Anton diketahui mengunggah status yang menyebut NKRI sebagai Negara Kepolisian Republik Indonesia di akun sosial media Facebook dan YouTube pribadinya.
Baca juga: Detik-detik Rombongan Gatot Nurmantyo Ditolak Jenguk Syahganda Cs di Bareskrim, Sempat Adu Mulut
Polisi menyebut Anton melanggar pasal penyebaran informasi yang bersifat kebencian berdasarkan SARA.
"Ini yang bersangkutan menuliskan di FB dan YouTube. Dia sampaikan di FB dan YouTube banyak sekali. Misalnya multifungsi Polri melebihi dwifungsi ABRI, NKRI jadi Negara Kepolisian Republik Indonesia," kata Argo.
Selain itu, Anton juga mengunggah status yang menyebutkan Omnibus Law sebagai bukti negara telah dijajah. Selain itu, regulasi itu menjadi bukti negara telah dikuasai oleh cukong.
Menurut Argo, unggahan itu sebagai bentuk penyebaran informasi bersifat kebencian dan SARA.
"Disahkan UU Cipta Kerja bukti negara telah dijajah. Dan juga negara tak kuasa lindungi rakyatnya, negara dikuasai cukong, VOC gaya baru," jelasnya.
Untuk pengurus KAMI Medan yang ditangkap, mereka dituduh melanggar pasal tentang ujaran kebencian dan penghasutan.