Djoko Tjandra diduga mengucurkan dana untuk menghapus red notice atas nama dirinya dari basis data interpol.
Pihak yang ditujukan untuk membantu proyek itu adalah Napoleon Bonaparte yang merupakan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri dan membawahi Sekretaris NCB Interpol yang mengurus red notice.
Tersangka Djoko Tjandra sekaligus merupakan terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Djoko sedang menjalani tahap persidangan untuk kasus surat jalanpalsu yang menjeratnya.
Kasus terhapusnya red notice Djoko Tjandra mulanya diketahui setelah buronan 11 tahun itu masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi untuk mendaftarkan Peninjauan Kembalikasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Belakangan diketahui nama Djoko sudah terhapus dari red notice Interpol dan daftar cekal Direktorat Jenderal Imigrasi.
Dalam perkembangan kasus ini, Napoleon sempat mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Namun gugatan itu ditolak hakim.
Bahkan, dalam sidang praperadilan terungkap bahwa proyek pencabutan red notice itu telah disepakati memakan upah biaya sebesar Rp 10 miliar.
Baca juga: Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo Berbaju Tahanan Tapi Tak Diborgol, Polri : Tak Ada Perbedaan
Kuasa hukum Irjen Napoleon, Santrawan Paparang sempat memprotes penahanan kliennya.
Ia menyebut tak ada perintah penahanan Napoleon untuk 20 hari ke depan mulai Rabu, 14 Oktober di Rutan Bareskrim Polri.
Irjen Napoleon memulai karir sebagai bagian dari interpol pada 2016.
Pertama kali ia menjabat sebagai Kabagkonvinter Set NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri hingga menjadi ses NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri pada 2017.
Tiga tahun setelahnya, ia kemudian menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri menggantikan Irjen Pol (Purn) Saiful Maltha pada 3 Februari 2020.
Namun baru lima bulan menjabat, dia dimutasi karena diduga lalai mengawasi bawahannya hingga terbitnya penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Sebagai Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri terhitung sejak 17 Juli 2020. (tribun network/sen/ham)