Laporan Wartawan Tribunnews, Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Disahkannya Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja oleh Rapat Paripurna DPR RI dinilai menjadi revolusi dalam proses legislasi yang ada di Indonesia.
Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Dr Kusnanto Anggoro mengatakan, ditilik dari tujuan awal pembuatan UU Cipta Kerja, pemerintah dan DPR ingin melakukan perombakan besar dalam proses penyusunan undang-undang.
"Kalau dari orientasi tujuannya harus diakui bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah 'revolution on legislation process'," kata Kusnanto, Minggu (18/10/2020).
Kusnanto mengatakan, selama ini tidak ada UU yang menggabungkan beberapa ketentuan menjadi satu, setidaknya sampai sebelum ada Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Baca juga: Ketidakyakinan Buruh Atas Lapangan Kerja Baru dan Klaim Respon Positif Dunia Terhadap UU Cipta Kerja
"Dulu-dulu enggak ada, UU yang menggabungkan beberapa ketentuan. Menghilangkan, menggabungkan ini dengan itu, dan seterusnya," kata Kusnanto.
Padahal, kata Kusnanto, hampir semua UU yang diundangkan mulai 2000 hingga sekarang banyak yang bertabrakan satu sama lain karena masing-masing sektor membikin sendiri.
Baca juga: Hinca Soroti Komunikasi Tak Maksimal Pusat-Pemda, UU Cipta Kerja hingga Aspek Kebebasan Sipil
"UU Jalan Raya, misalnya, diajukan Departemen Perhubungan, melalui Ditjen Perhubungan Darat, UU Irigasi oleh Kementerian PUPR, atau UU Lingkungan Hidup oleh Kementerian LHK," katanya.
Kusnanto mengatakan, proses pembuatan UU memang melibatkan lintas sektor, dengan mengundang pihak terkait, termasuk lintas departemen. Tetapi prosesnya tidak mudah karena belum tentu mereka datang saat diundang atau jika datang bisa saja diwakilkan.
"Jadi, tidak mudah menemukan hati di antara pihak-pihak itu (pembuat UU). Akhirnya, UU yang ada sifatnya menjadi sangat sektoral," kata Kusnanto.