Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf mengatakan setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin cenderung royal terhadap utang.
Terkait hal itu, Ketua Fraksi PPP DPR RI Amir Uskara menilai PKS kurang memahami utang sebesar Rp6.093 triliun yang dimaksud oleh Bank Indonesia (BI).
"PKS sepertinya kurang memahami bahwa utang yang disebutkan BI sebesar Rp6.093 triliun itu merupakan gabungan utang luar negeri antara Pemerintah dan Swasta. Jadi kenaikan utang luar negeri swasta tentu sebagai implikasi dari adanya pembangunan di berbagai sektor usaha," ujar Amir, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (21/10/2020).
Amir kemudian mempertanyakan apakah maksud PKS berarti swasta tidak boleh melakukan utang untuk ekspansi usaha. Padahal menurutnya hal itu sah-sah saja jika dalam konteks menciptakan lapangan kerja.
Baca juga: Setahun Pemerintahan Jokowi-Maruf, Anggota Komisi XI Singgung Rekor Utang
"Jadi tidak benar bahwa tanggungan utang luar negeri swasta juga beban Pemerintah. Ini yang harus dipisahkan," ungkapnya.
Selain itu terkait beban utang, Amir mengatakan sebaiknya membandingkan dengan rasio utang terhadap PDB Indonesia dengan negara G20 lainnya.
Baca juga: Tak Ada Uang untuk Bayar Utang, Satu Keluarga Dikucilkan, Tak Dapat Layanan dari Pihak Desa
Rasio utang Pemerintah masih berada di level 34% dari PDB per Agustus 2020. Amir menjelaskan itu jauh dibawah batas aman dalam ketentuan UU Keuangan Negara tahun 2003 dimana maksimal rasio utang adalah 60%.
Menurutnya pengelolaan utang pun masih memperhatikan resiko. Buktinya sebagian besar utang luar negeri atau 88,6% merupakan utang yang sifatnya jangka panjang.
Baca juga: Satu Orang Tak Bayar Utang, Sekeluarga Dikucilkan di Desa, Ibu Meninggal Harus Bayar Rp 500.000
"Kami menilai wajar kondisi saat ini membutuhkan kebijakan pembiayaan yang extraordinary untuk penanganan Covid19 dan pemulihan ekonomi. Situasi ekonomi sangat dinamis, sehingga respon Pemerintah yang cepat dalam mencari sumber pembiayaan adalah bentuk tanggung jawab agar ekonomi Indonesia cepat pulih dari kontraksi," jelas Amir.
Amir juga mempertanyakan pernyataan yang dilontarkan Bukhori Yusuf tersebut. Pasalnya Fraksi PKS disebutnya ada dalam proses pembicaraan terkait utang pemerintah yang ditetapkan melalui APBN yang disepakati bersama antara pemerintah dan DPR RI.
"Pembicaraan terkait utang pemerintah juga ditetapkan melalui APBN yang disepakati bersama antara pemerintah dan DPR RI dimana Fraksi PKS juga ada dalam proses pembahasan," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf menilai setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin berjalan secara represif.
Hal itu berkaitan dengan penangkapan yang dilakukan terhadap mereka yang berseberangan dan selalu mengkritisi pemerintah, misalnya yang terakhir adalah penangkapan terhadap aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
"Pemerintahan Presiden Jokowi sangat represif," kata Bukhori saat dihubungi Tribunnews, Selasa (20/10/2020).
Selain itu, Bukhori menilai selama Presiden Jokowi berkuasa, utang luar negeri (ULN) Indonesia meningkat.
Ia menyebut, pemerintahan saat ini royal terhadap utang.
"Dan terlalu royal terhadap utang," kata Anggota Komisi VIII DPR RI itu.
Data terakhir yang dirilis Bank Indonesia (BI), ULN Indonesia per Juli 2020 yakni sebesar 409,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 6.063,56 triliun (kurs Rp 14.800 per dollar AS) dengan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 38,2 persen.
Jika dirinci lebih lanjut, utang luar negeri Indonesia ini terdiri dari utang publik (utang pemerintah dan bank sentral) sebesar 201,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 2.967,23 triliun.
Lalu utang luar negeri dari swasta (termasuk BUMN) yakni 207,9 miliar dollar AS atau sekitar Rp 3.056,92 triliun.