TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Fadli Zon melihat zaman Belanda lebih baik dalam menangani seseorang yang berbeda pandangan politik dengan penguasa, dibanding pada era reformasi maupun orde lama.
Menurutnya, otoritarianisme sebenarnya sudah dimulai sejak orde lama, di mana banyak tokoh-tokoh ditangkapi pada masa Presiden Soekarno.
"Orang datang ke Ngabennya Anak Gede Agung saat itu ditangkapi, dianggap akan melakukan penggulingan terhadap Presiden Soekarno. Tokoh Safruddin Pramiranegara, tokoh Masyumi dan tokoh PSI (Partai Sosialis Indonesia), termasuk Buya Hamka ditangkap," papar Fadli dalam webinar, Jakarta, Kamis (22/10/2020).
"Jurnalis Mochtar Lubis dipenjara saat itu, tahun 1956-1966, 10 tahun penjara. Bayangkan di zaman Bung Karno itu. Jadi otoritarianisme itu sudah lama, cuman wajahnya aja berganti-ganti," sambung politikus Gerindra itu.
Fadli menyebut, penanganan pihak-pihak yang berbeda pandangan politik saat zaman Belanda, jauh lebih bagus dari era orde lama maupun sekarang.
Ia mencontohkan, saat pihak Belanda melakukan penahanan tokoh politik, seperti Bung Hatta dan Sjahrir, hingga akhirnya diasingkan ke Boven Digul.
Baca juga: Gagal di Percobaan Penangkapan, Bareskrim Jadwal Ulang Pemeriksaan Tokoh KAMI Ahmad Yani
"Itu mereka digaji, mereka disuruh bekerja, Bung Karno juga dapet gaji. Jadi mereka sangat sopan terhadap tahanan politik, tahanan politik menurut saya karena persoalan kekuasaan pada umumnya," paparnya.
Namun, para era reformasi seperti saat ini, Fadli melihat seseorang atau kelompok yang berbeda padangan politiknya dan melakukan aksi demontrasi, diperlakukan secara represif.
"Harusnya biasa saja, orang berbeda pendapat. Kecuali orang tertangkap melakukan perusakan. Tetapi perlakuan terhadap Syahganda, Jumhur (tokoh KAMI), menurut saya sudah sangat keterlaluan, sudah menginjak-injak demokrasi," kata Fadli.
"Jadi seolah-olah yang namanya demontrasi, sesuatu kegiatan kriminal, padahal bukan. Ini kegiatan yang dijamin konstitusi untuk berekpresi, mengeluarkan pikiran, pendapat maupun lisan," sambung Fadli.