Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan rokok dapat menjadi penghambat bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Menurut Muhadjir, ada dalam siklus pembangunan SDM Indonesia, mulai dari masa prenatal hingga lanjut usia.
Selama menjalani siklus tersebut banyak faktor yg mempengaruhi kualitas kehidupan, baik dari lingkungan maupun perilaku.
Baca juga: Tak Hanya Gedung Kejaksaan Agung, Ini 6 Kasus Kebakaran Hebat yang Dipicu Puntung Rokok
"Salah satu yang bisa menjadi penghambat di dalam setiap siklus pembangunan manusia itu adalah rokok," ujar Muhadjir melalui keterangan tertulis, Minggu (25/10/2020).
Muhadjir menyebut bahaya rokok bukan hanya pada aspek kesehatan, tetapi juga mengancam keberlanjutan pembangunan SDM.
Baca juga: Pengunjuk Rasa Anti UU Cipta Kerja Cium Tangan Anggota Marinir dan Minta Rokok
Rokok dinilai dapat menjadikan pembangunan kualitas manusia Indonesia terganggu.
"Rokok juga berpengaruh terhadap perilaku manusia menjadi tidak berkeadilan serta tidak mendukung pemajuan kebudayaan bangsa. Itulah mengapa secara umum, masalah rokok menjadi perhatian dan komitmen Kemenko PMK," jelas Muhadjir.
Muhadjir mengatakan polemik rokok juga terjadi lantaran dinilai sebagai salah satu penghasil devisa tertinggi bagi negara.
Padahal jumlah kerugian yang disebabkan oleh penyakit akibat rokok nilainya jauh lebih besar ketimbang pemasukan yang dihasilkan negara dari rokok.
Baca juga: Prevalensi Perokok Anak di Indonesia Melonjak Gara-gara Iklan Rokok Dibiarkan Merajalela
Kematian dini dan morbiditas akibat merokok telah menjadi beban signifikan pada sistem kesehatan nasional dengan menghabiskan biaya kesehatan diperkirakan 1,2 miliar USD atau Rp17,46 triliun per tahun.
Rokok juga diperkirakan dapat membunuh sekitar 226 ribu jiwa atau 14,7 persen dari total kematian orang Indonesia setiap tahun.
"Masalah rokok ini harus ditangani secara intensif, termasuk membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menurunkan angka prevalensi rokok serta meminimalisir dampaknya di segala aspek yang dapat mengganggu pembangunan kualitas SDM Indonesia," pungkas Muhadjir.
Seperti diketahui, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2018, prevalensi perokok di atas usia 15 tahun mencapai 33,8 persen dan penduduk usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2 persen di tahun 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2018.
Di Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah pria dewasa perokok tertinggi ketiga di dunia di bawah Cina dan India.