TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Hiendra Soenjoto.
Hiendra Soenjoto yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) KPK itu menjadi tersangka kasus suap mantan Sekretaris MA Nurhadi.
Diketahui ia menjabat sebagai Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT).
Inilah rangkuman Tribunnews.com mengenai sosok Hiendra Soenjoto.
Baca juga: Kenangan Mendiang Tan Siok Tjien, Istri Pendiri Gudang Garam hingga Perempuan Inspiratif
Profil Hiendra Soenjoto
Hiendra Soenjoto pria kelahiran Sidoarjo, 06 Desember 1976.
Ia merupakan petinggi di PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), perusahaan yang bergerak di bidang peti kemas.
Penelusuran Tribunnews.com dari akun Linked.in, Hiendra Soenjoto memegang jabatan penting dalam organisasi dan perusahaan.
Mulai dari President Director Multiline Group.
Hingga Deputy Chairman DPP INSA.
Buron KPK Sejak Februari
Dikutip dari laman resmi KPK, pada 13 Februari 2020 lalu KPK telah merilis DPO kasus penyuapan melibatkan eks Sekretaris MA.
Pada saat itu, Komisi Pemberantasan Korupsi memasukkan mantan Sekretaris Mahkamah Agung dan dua orang tersangka lain dalam Daftar Pencarian Orang. KPK menetapkan tiga orang tersangka: NHD (Sekretaris Mahkamah Agung 2011-2016), RHE (swasta, menantu NHD), dan HS (Direktur PT.MIT) dalam perkara dugaan suap terkait dengan pengurusan perkara di Mahkamah Agung Tahun 2011-2016.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka sejak 16 Desember 2019.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, KPK telah memanggil NHD, HS, dan RHE sebanyak 2 kali, yakni pada 9 dan 27 Januari 2020 namun keduanya tidak hadir memenuhi panggilan tanpa alasan.
Terkait dengan HS, KPK telah menerima permohonan penundaan pemeriksaan dengan melampirkan surat jaminan kehadiran dan menjamin HS akan hadir pada 3 Februari 2020.
Baca juga: Tangkap Hiendra Soenjoto, KPK Amankan 2 Kendaraan dan Alat Komunikasi Tersangka
Namun pada 3 Februari 2020, bukannya datang, kuasa hukum HS kembali mengirimkan surat penundaan pemeriksaan dengan alasan HS belum mendapatkan konfirmasi dari KPK.
Atas dasar itu, KPK memasukkan NHD, HS, dan RHE ke dalam Daftar Pencarian Orang sejak 11 Februari 2020.
Penanganan perkara ini pengembangan perkara yang berasal dari OTT dilakukan pada 20 April 2016 dengan nilai barang bukti Rp50 juta yang diserahkan Doddy Ariyanto Supeno pada Edy Nasution di sebuah hotel di Jakarta.
Dari perkara inilah kemudian terbongkar skandal suap yang melibatkan pejabat pengadilan dan pihak swasta dari korporasi besar.
Kemudian pada 22 November 2016, KPK mengembangkan perkara ini dengan tersangka Eddy Sindoro (swasta). Setelah menjadi DPO dan menyerahkan diri pada 12 Oktober 2019, KPK memproses yang bersangkutan (ybs) hingga persidangan.
Dalam proses tersebut, KPK menemukan bukti dugaan perbuatan obstruction of justice sehingga menetapkan tersangka baru saat itu, Lucas (advokat).
Proses hukum terhadap ybs masih berjalan saat ini di tingkat Kasasi.
Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang di penyidikan dan persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dalam perkara suap terkait pengurusan perkara yang dilakukan sekitar tahun 2015 – 2016 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yang tidak dilaporkan dalam jangka waktu maksimal 30 hari kerja ke KPK.
Sehingga KPK meningkatkan melakukan penyidikan dan menetapkan NHD, HS, dan RHE sebagai tersangka.
Kronologi Penangkapan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) di kawasan BSD, Tangerang Selatan.
Selain menangkap penyuap mantan Sekretaris MA Nurhadi, KPK pun turut mengamankan dua kendaraan yang diduga digunakanHiendra Soenjoto selama dalam pelariannya.
"Tim KPK juga membawa 2 unit kendaraan yang diduga digunakan HS dalam pelarian selama ini," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (29/10/2020).
Tak hanya itu, Lili mengatakan lembaga antirasuah tersebut turut mengamankan sejumlah barang dari HSO untuk dilakukan pemeriksaan.
"Alat komunikasi dan barang-barang pribadi milik HSO untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," kata Lili.
Hiendra Soenjoto saat ini ditahan KPK untuk 20 hari ke depan.
"Tersangka HSO akan ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 29 Oktober 2020 sampai dengan 17 November 2020 di Rumah Tahanan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur," ujar Lili Pintauli Siregar.
Selain itu, Lili mengatakan HSO akan dilakukan isolasi mandiri terlebih dahulu selama 14 hari di Rutan KPK Kavling C1.
"Sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid 19 di lingkungan Rutan KPK maka Tersangka terlebih dahulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan KPK Kavling C1," kata Lili.
Lili juga membeberkan kronologi penangkapan Hiendra Soenjoto di kawasan BSD Tangerang Selatan.
Hiendra Soenjoto ditetapkan KPK sebagai DPO sejak 11 Februari 2020 silam.
KPK bersama dengan Polri terus berusaha mencari keberadaan Hiendra Soenjoto.
"Sejak ditetapkan jadi DPO KPK dibantu pihak Polri terus aktif mencari DPO dan menggeledah sejumlah rumah di Jakarta dan Jawa Timur," ujar Lili, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (29/10/2020).
Selanjutnya, tim penyidik KPK mendapatkan informasi dari masyarakat perihal keberadaan Hiendra Soenjoto di kawasan BSD Tangerang Selatan.
Berdasarkan informasi masyarakat, Hiendra Soenjoto tinggal di sebuah apartemen di kawasan tersebut.
"Pada hari Rabu tanggal 28 Oktober 2020, penyidik dapat informasi dari masyarakat HSO datang ke apartemen di BSD pada pukul 15.00 WIB. Dari info itu KPK koordinasi dengan pihak apartemen dan security untuk mengintai dan masuk ke unit," kata Lili.
Berselang sehari atau tepatnya, Kamis (29/10/2020), Hiendra Soenjoto berhasil diamankan penyidik KPK dan dibawa ke Gedung KPK.
"29 Oktober, teman HSO keluar untuk ambil barang. Penyidik langsung masuk dan menangkap HSO," katanya.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Vincentius Jyestha)