"Memang Perpres ini memberikan dan memperkuat basis legitimatif KPK terhadap soal supervisi dan pengambilalihan kasus yang sudah diatur pd Pasal 10A UU KPK, walau implementasi Pasal 9 Perpres, dasar dan alasan pengambilalihan masih memerlukan koordinasi kelembagaan yang bisa dilakukan melalui MoU (Memorandum of Understanding) ketiga lembaga tersebut," katanya.
Indriyanto menekankan pelaksanaan Perpres 102/2020 harus tetap mempertahankan dan menjaga spirit sinergitas dalam melakukan kordinasi dan supervisi di antara KPK, Polri dan Kejaksaan.
Sebelumnya KPK menyambut baik terbitnya Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Berikan Efek Jera, Seluruh Terdakwa Korupsi Jiwasraya Harus Dimiskinkan
Dengan terbitnya Perpres ini, KPK berharap MoU atau Nota Kesepahaman antara KPK, Kejaksaan Agung dan Kepolisian terkait mekanisme koordinasi dan supervisi dapat segera ditandatangani.
"Nanti dalam waktu singkat MoU pelaksanaan korsup ini akan segera ditandatangani sehingga bisa dioperasionalkan," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (29/10/2020).
Karyoto mengatakan, Perpres yang ditandangani Presiden Joko Widodo sangat membantu lembaga antirasuah untuk melakukan supervisi terhadap instansi yang juga berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dengan Perpres itu, dapat memberikan pemahaman kepada Kepolisian dan Kejaksaan Agung mengenai koridor dalam menangani kasus-kasus korupsi.
"Perpres supervisi amanah UU. Setelah UU 19 Tahun 2019 tentang KPK disahkan mewajibkan adanya Perpres yang mengatur pelaksanaannya, yang kemarin memang aparat penegak hukum lain masih menunggu perpres ini untuk sebagai landasan adanya MoU. Sehingga terus terang saja dengan adanya Perpres ini membantu bagaimana pemahaman rekan-rekan penegak hukum lain dalam hal penindakan tindak pidana korupsi sehingga tahu batasan-batasannya," kata Karyoto.
Sementara Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan KPK fokus menjalankan tugas supervisi kasus mangkrak yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan Agung setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomr 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, KPK tak perlu segan berinisiatif mengambil alih penanganan perkara korupsi di Kepolisian dan Kejagung jika memang tidak ada perkembangan yang signifikan terkait kasus-kasus yang mangkrak tersebut.
ICW pun mendorong KPK menggunakan Perpres tersebut untuk melakukan supervisi proses penanganan skandal terpidana perkara pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra yang ditangani Kejaksaan Agung dan Kepolisian.
Apalagi, KPK telah menerbitkan surat perintah supervisi terkait penanganan skandal yang menjerat sejumlah aparat penegak hukum, pengusaha dan politikus tersebut.
"Sebab, pada awal September lalu KPK telah resmi mengeluarkan surat perintah supervisi utk kasus itu," kata Kurnia.
Supervisi penanganan skandal Djoko Tjandra dinilai penting lantaran terdapat sejumlah hal yang belum terungkap dalam penanganan kasus yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan Agung.