TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan uang suap dari Djoko Tjandra untuk menghapus namanya di daftar pencarian orang (DPO) dilakukan di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Perantara Djoko ialah pengusaha H Tommy Sumardi.
Jaksa berujar, mulanya Tommy diminta Djoko untuk melihat status red notice terhadap namanya di Indonesia.
Sebab, Djoko mendapat informasi bahwa Interpol Red Notice atas nama dirinya sudah dibuka oleh Interpol Pusat di Lyon, Perancis.
"Agar Djoko Soegiarto Tjandra dapat masuk ke Indonesia, maka Djoko Soegiarto Tjandra bersedia memberikan uang sebesar Rp 10 miliar melalui H Tommy Sumardi untuk diberikan kepada pihak-pihak yang turut mengurus kepentingan Djoko Soegiarto Tjandra masuk ke Indonesia terutama kepada pejabat di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan terhadap Napoleon di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).
Tommy Lalu meminta bantuan kepada eks Kabiro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Reserse Kriminal Kepolisian Brigjen Prasetijo Utomo di kantornya.
Lantas Tommy meminta Prasetijo untuk dapat memeriksa status Interpol Red Notice Djoko.
Lalu, Prasetijo mengenalkan Tommy Sumardi kepada Napoleon selaku Kadiv Hubinter Polri saat itu.
Baca juga: Irjen Napoleon Didakwa Terima Suap USD270 Ribu dan SGD200 Ribu dari Djoko Tjandra
Pada 16 April 2020, Tommy Sumardi dengan membawa paper bag warna merah tua tiba di ruangan Napoleon di ruangannya di Gedung TNCC Mabes Polri.
Dalam dakwaan ini, jaksa tidak memaparkan lebih lanjut isi paper bag tersebut.
Namun demikian, Tommy menanyakan kepada Napoleon ihwal status interpol Red Notice Djoko.
Lalu, Napoleon mengaku akan memeriksanya dan meminta Tommy untuk datang kembali keesokan harinya.
Keesokan harinya, Tommy bersama Prasetijo menemui Napoleon Bonaparte di ruangan Kadiv Hubinter Polri.
Dalam pertemuan tersebut Napoleon menyampaikan bahwa Red Notice Djoko bisa dibuka, karena kantor pusat Interpol di Lyon yang membuka.