TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) PP Muhammadiyah Budi Setiawan menggarisbahawi krisis kepercayaan masyarakat kepada tim medis terkait penanganan jenazah Covid-19 dinilai terus menguat.
Hal ini dibuktikan dengan maraknya kasus pengambilan jenazah secara paksa maupun pembongkaran makam jenazah Covid-19 yang terjadi di sejumlah daerah.
Ia lantas menyarankan agar keluarga korban meninggal Covid-19 ikut dilibatkan dalam proses pengurusan jenazah.
Hal ini dilakukan agar ke depannya kepercayaan masyarakat kepada tim medis tidak kian menyurut.
“Libatkan masyarakat dalam proses pengurusan jenazah, bisa saat mensalatkan atau melibatkan mereka (keluarga dan masyarakat) saat menyiapkan liang kuburnya,” kata Budi, Selasa (3/11/2020).
Baca juga: MDMC Muhammadiyah Sarankan Keluarga Dapat Ikut Urus Jenazah Covid-19
Menurutnya, ketidakpercayaan masyarakat kepada tim medis dalam pengurusan jenazah bisa dimaklumi, terutama bagi masyarakat Muslim yang meragukan kelayakan pengurusan jenazah yang dilakukan tim medis.
“Banyak masyarakat itu ragu, apakah jenazah keluarganya sudah dipenuhi hak-haknya sebagai jenazah, dan apakah sudah sesuai belum dengan syariah tajhizul janazah (pengurusan jenazah,red) nya,” jelasnya.
Ia juga berpendapat, selain untuk meningkatkan kepercayaan terlebih kepada tim medis, keikut sertaan keluarga dalam proses pengurusan jenazah adalah hak yang juga harus dipenuhi asalkan tetap memenuhi standar protokol kesehatan guna mencegah penularan Covid-19.
“Keluarga boleh melihat jenazah dengan jarak minimal 3 meter, dengan catatan tidak menyentuh secara langsung,” imbuhnya.
Baca juga: 9 Pedoman Pemulasaran Jenazah Covid-19, Jubir Satgas : Diterbitkan sebagai Prinsip Kehatian-hatian
Lebih lanjut, ia mengatakan, agar keterlibatan masyarakat dalam pengurusan jenazah tidak menjadi klaster baru penularan Covid-19, hendaknya ada komunikasi dan sosialisasi yang dibangun sebaik mungkin dan mendetail kepada keluarga korban.
Budi juga mendorong diadakannya pelatihan pengurusan jenazah sesuai syariat Islam yang disesuaikan dengan fatwa MUI untuk para relawan, agar dalam proses tajhizul janazah bagi korban meninggal Covid-19 bisa terpenuhi hak-haknya sebagai jenazah.
Sementara itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan pengurusan jenazah (tajhiz janazah) Muslim yang terpapar Covid-19 secara syari’ adalah hak yang harus dipenuhi.
“Beberapa kasus terjadi, hak-hak jenazah tidak diberikan dengan alasan kesulitan, maka dari itu ada pemberian panduan tajhiz janaiz dalam fatwa terbaru MUI mengenai Covid-19, terutama fatwa no.18,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Asrorun Ni’am Sholeh, dalam webinar dengan tema “Pemulasaran Jenazah Karena Covid-19” yang digelar Satgas Covid-19 MUI pada Senin (02/11/2020).
Atas dasar inilah, kata Asrorun, MUI mengeluarkan Fatwa no. 18 Tahun 2020 Majelis Ulama Indonesia tentang pedoman pengurusan jenazah (Tajhiz Janaiz) Muslim yang terinfeksi Covid-19.
Ia menyebutkan, terdapat dua poin penting dalam fatwa tersebut yaitu aspek pertama memastikan pemenuhan hak-hak jenazah seperti dimandikan, dikafani, disholatkan, dan dikuburkan.
“Jenazah terpapar Covid-19 ini tergolong syahid akhirah, yakni syahid yang Allah SWT memberikan surga di akhirat tapi dalam kehidupan dunianya hak-hak pengurusan jenazahnya harus tetap ditunaikan,” paparnya.
Namun, ketika ada kekhawatiran saat membuka pakaian justru memberi potensi penularan, maka memandikan tanpa membuka pakaian pun diperbolehkan.
Dalam beberapa kasus jenazah juga boleh di tayamumkan.
“Bukan dengan cara menggelundungkan tapi cukup mengusap wajah dan tangan. Ini disesuaikan jika memang tidak memungkinkan untuk dimandikan,” imbuhnya.
Baca juga: Komisi Fatwa MUI Ingatkan Pentingnya Penuhi Hak Jenazah Muslim yang Terpapar Covid-19
Asrorun menjelaskan, sedangkan aspek kedua adalah pemberian perlindungan kepada masyarakat lain yang dalam kondisi normal agar tidak terpapar virusnya.
Seperti jika kasus pihak keluarga jenazah ingin ikut mengurus jenazah, maka hal ini diperbolehkan namun tetap menekankan kepada kewajiban menjalankan protokol kesehatan agar keluarga juga tidak terpapar virus Covid-19.
“Jika keluarga mau ikut mensholatkan jangan dilarang, asal protokol kesehatan sudah terpenuhi,” ujarnya.