News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Peneliti CSIS Ungkap Dampak Negatif UU Cipta Kerja Terhadap Industri Pertahanan

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ribuan Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan 32 federasi buruh menggelar demonstrasi di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Senin (2/11/2020). Demonstrasi yang dilakukan serentak di 24 provinsi itu untuk mendesak pemerintah membatalkan UU Cipta Kerja serta kenaikan upah minimum tahun 2021. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Militer Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Curie Maharani mengungkap dampak negatif dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (omnibus law)

Menurut Curie UU Cipta Kerja menimbulkan kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi industri pertahanan BUMN yang baru dipulihkan dan direstrukturisasi.

Menurutnya kekhawatiran tersebut muncul karena UU Cipta Kerja membuka peluang pihak swasta untuk menjadi pemadu utama atau leas integrator dalam industri pertahanan di Indonesia.

Hal itu, kata Curie, akan menimbulkan persaingan antara industri pertahanan BUMN tersebut dengan industri pertahanan swasta baik dari dalam maupun luar negeri.

Baca juga: Menteri LHK yakin UU Cipta Kerja Tidak akan Picu Over Eksplorasi Lingkungan

Terlebih menurut Curie kebutuhan alutsista berat seperti kapal selam atau pesawat tempur sudah lewat jika dilihat dari rencana strategis (renstra) pertahanan yang saat ini sudah memasuki renstra ketiga atau tahap akhir.

Hal itu disampaikan Curie dalam tayangan Peluncuran dan Bedah Buku 75 Tahun TNI: Evolusi Ekonomi Pertahanan, Operasi, dan Organisasi Militer Indonesia 1945 - 2020 secara virtual di kanal Youtube CSIS yang diunggah pada Senin (2/11/2020).

"Sehingga dikhawatirkan kalau misalnya BUMN ini tidak eksklusif menjadi lead integrator, BUMN tidak bisa mencapai skala ekonomi yang dibutuhkan untuk bertahan ke depan," kata Curie.

Padahal, kata Curie, sifat alami dari industri pertahanan adalah mampu bertahan jika didukung oleh pengguna dalam negeri.

"Pada industri pertahanan seperti di Indonesia yang belum memiliki daya saing di tingkat internasional, ketiadaan order dari dalam negeri itu seperti lonceng kematian sebetulnya," kata Curie.

Curie menjelaskan satu di antara hal yang diatur dalam  UU Cipta Kerja (omnibus law) salah satunya mengatur mengenai diperbolehkannya investasi luar negeri terhadap sektor industri pertahanan dan juga dibukanya status pemadu utama atau lead integrator kepada industri pertahanan swasta.

Curie mengatakan hal tersebut menimbulkan pertanyaan dari kalangan industri dan akademisi karena hal tersebut tadinya merupakan salah satu agenda yang diangkat dalam revisi UU pertahanan namun kemudian ternyata dimasukan ke dalam omnibus law.

Namun demikian, kata Curie, sejauh ini beberapa industri swasta sebetulnya sudah mendapatkan status lead integrator meskipun bukan secara legal tetapi secara operasional yang berarti mereka sudah mendapatkan beberapa pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh lead integrator.

Beberapa galangan kapal, kata Curie, misalnya sudah melakukan pengerjaan kapal-kapal cepat rudal yang kemudian pemasangan senjatanya terpaksa dilakukan baik itu di TNI maupun di industri BUMN karena memang sebenarnya lead integrator itu seharusnya di BUMN.

"Jadi untuk mengakali ketiadaan status itu akhirnya pemasangan senjata menjadi mengikutsertakan pihak ketiga dari BUMN dan dari TNI," kata Curie. 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini