TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi advokat yang mewakili 35 organisasi profesi kedokteran melayangkan somasi kepada Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto terkait Permenkes Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinik.
Koordinator Koalisi Advokat Muhammad Luthfie Hakim meminta Terawan mencabut Permenkes tersebut.
"Koalisi Advokat menyampaikan somasi kepada Menteri Kesehatan untuk segera mencabut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Radiologi Klinik dalam waktu paling lama 7x24 jam setelah diterimanya surat ini," ujar Lutfie Hakim melalui keterangan tertulis, Rabu (4/11/2020).
Terdapat tiga poin keberatan yang dilayangkan dalam surat somasi tersebut.
Pertama, terkait pemilihan waktu dalam penerbitan Permenkes tersebut.
Menurutnya, dalam kondisi pandemi COVID-19, tidak diperlukan menerbitkan Permenkes Nomor 24 tahun 2020.
Baca juga: Dianggap Tak Tepat, Permenkes Radiologi Klinik Ditolak Perhimpunan Dokter, Apa Kata Menkes?
Dirinya menyebut Permenkes ini akan menciptakan suasana tidak nyaman dan melemahnya kerja sama antar dokter.
Imbasnya dapat mengganggu kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat luas.
"Bahwa kenyataan di lapangan, para klien menyampaikan di beberapa RS telah mulai mengalami suasana ketidakpastian akan kewenangan klinis dalam menjalankan pelayanan radiologi antar dokter spesialis radiologi dengan teman sejawat dokter/dokter gigi umum dan spesialis lainnya," tutur Luthfie.
Keberatan kedua adalah terkait dengan landasan moral dan etika dalam penerbitan aturan tersebut. Posisi Menteri Kesehatan yang merupakan dokter spesialis radiologi dapat menciptakan konflik kepentingan dengan keluarnya aturan ini.
Selain itu, pembahasan aturan ini juga dianggap memiliki kelemahan landasan moral karena tidak melibatkan pemangku kepentingan.
"Suatu peraturan perundang-undangan juga haruslah memiliki landasan etika yang mencerminkan asas-asas antara lain pengayoman, kekeluargaan, keadilan, ketertiban dan kepastian hukum, dan keseimbangan, keserasian dan keselarasan, yang itu semua dinilai tidak diindahkan atau diabaikan," ucap Luthfie.
Keberatan yang terakhir adalah terkait pertentangan antara PMK 24/2020 dengan UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (UUPK) dan Berbagai Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil) sebagai turunannya.
"Penyusunan standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi kedokteran gigi, dan penyusunan standar pendidikan profesi dokter spesialis dan dokter gigi spesialis (sebagai dasar pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi)," ujar Luthfie.
Selain itu, terdapat keberatan lainnya yang tidak diuraikan karena dapat terlalu panjang.
Keberatan tersebut diantaranya tidak terbatas pada kegagalan pelayanan radiologi bagi masyarakat apabila seluruh dokter, dokter gigi dan dokter spesialis, dokter gigi spesialis mematuhi secara konsekuen PMK 24/2020.
Mengingat keterbatasan jumlah dokter spesialis radiologi, penambahan prosedur pelayanan radiologi yang akan meningkatkan biaya pelayanan.