Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Militer Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Curie Maharani mengungkapkan dampak positif Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (omnibus law) bagi sektor industri pertahanan.
Menurutnya, dengan adanya UU tersebut akan membuka peluang bagi adanya transfer technology terutama dari industri pertahanan asing baik di bidang produksi maupun riset.
Hal itu disampaikan Curie dalam tayangan Peluncuran dan Bedah Buku 75 Tahun TNI: Evolusi Ekonomi Pertahanan, Operasi, dan Organisasi Militer Indonesia 1945 - 2020 secara virtual di kanal Youtube CSIS yang diunggah pada Senin (2/11/2020).
"Harapannya ketika mereka produksi di dalam negeri, mereka melibatkan pekerja dari Indonesia, mereka mentransfer teknologi baik itu produksi maupun riset dan lainnya sehingga akan terjadi critical mass yang dibutuhkan untuk melengkapi kemampuan produksi dalam negeri," kata Curie.
Baca juga: Bankir Optimistis UU Cipta Kerja yang Diteken Jokowi Bisa Dorong Sektor Riil
Curie menilai hal tersebut mampu memberi dampak positif mengingat menurutnya hingga saat ini industri pertahanan BUMN belum mampu memproduksi banyak jenis alutsista.
Misalnya, kata Curie, PT Dirgantara Indonesia baru di pesawat angkut, helikopter, dan saat ini sedang bekerja sama dengan Korea untuk masuk ke produksi pesawat tempur.
Selain itu, kata Curie, PT PAL juga memproduksi kapal selam masih dalam bimbingan dari Korea Selatan dengan segala kekurangan dan kelebihan transfer technology yang memang tidak pernah mudah untuk dilakukan.
Kemudian, kata Curie, PT Pindad juga masih terbatas di kendaraan tempur dan juga beberapa amunisi kaliber kecil, besar, dan senjata ringan.
"Jadi ada banyak alutsista yang memang belum mampu dilakukan industri dalam negeri dan ini menurut saya sah - sah saja dan ini perlu dibuka untuk industri swasta dan industri asing," kata Curie.
Curie menjelaskan satu di antara hal yang diatur dalam UU Cipta Kerja (omnibus law) salah satunya mengatur mengenai diperbolehkannya investasi luar negeri terhadap sektor industri pertahanan dan juga dibukanya status pemadu utama atau lead integrator kepada industri pertahanan swasta.
Curie mengatakan hal tersebut menimbulkan pertanyaan dari kalangan industri dan akademisi karena hal tersebut tadinya merupakan salah satu agenda yang diangkat dalam revisi UU pertahanan namun kemudian ternyata dimasukan ke dalam omnibus law.
Baca juga: Sindiran Melanie Subono Hingga Kritikan Sudjiwo Tejo Ihwal Kontroversi Pasal-pasal UU Cipta Kerja
Namun demikian, kata Curie, sejauh ini beberapa industri swasta sebetulnya sudah mendapatkan status lead integrator meskipun bukan secara legal tetapi secara operasional yang berarti mereka sudah mendapatkan beberapa pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh lead integrator.
Beberapa galangan kapal, kata Curie, misalnya sudah melakukan pengerjaan kapal-kapal cepat rudal yang kemudian pemasangan senjatanya terpaksa dilakukan baik itu di TNI maupun di industri BUMN karena memang sebenarnya lead integrator itu seharusnya di BUMN.
"Jadi untuk mengakali ketiadaan status itu akhirnya pemasangan senjata menjadi mengikutsertakan pihak ketiga dari BUMN dan dari TNI," kata Curie.