TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penasihat hukum menegaskan, penghasilan Pinangki Sirna Malasari bukan hanya dari Kejaksaan Agung (Kejagung).
Tapi juga terdapat penghasilan lainnya, karena mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Jaksa Agung Muda Pembinaan juga berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas.
Tak hanya itu, Pinangki juga mendapat warisan dari almarhum suaminya berupa aset dan uang dalam bentuk Banknotes mata uang asing.
Baca juga: Jaksa Pinangki Cerita dan Tunjukkan Foto Djoko Tjandra di Malaysia ke Rekan Sejawatnya di Uheksi
"Tentunya mengenai gaji kami tidak membantah hal itu, karena memang gaji resmi yang diterima dari Pihak Kejaksaan. Gaji yang keluar dari kas Kejaksaan kepada ibu Pinangki," kata tim kuasa hukum Pinangki, Aldres Napitupulu di PN Tipikor Jakarta, Rabu (4/11/2020) malam.
Aldres menyampaikan, penghasilan Pinangki di luar profesinya sebagai Jaksa tidak wajib dilaporkan kepada Kejagung sehingga penghasilannya bukan hanya dari Korps Adhyaksa.
"Sementara mengenai penghasilan ibu Pinangki di luar pekerjaannya sebagai jaksa tidak wajib dilaporkan kepada bagian Jaksa tadi karena sebagaimana diketahui Ibu Pinangki juga berprofesi sebagai Dosen," ujar Aldres.
Baca juga: Gaji Pinangki Sebagai Jaksa Rp 19 Juta Per Bulan, Berikut Rinciannya
Selain bersumber dari gaji dan pendapat lainnya sebagai dosen, Aldres menegaskan kekayaan Pinangki juga berasal dari mendiang almarhum suaminya mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Djoko Budiharjo.
Terakhir, Djoko Budiharjo menjabat sebagai Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan.
Aldres menjelaskan, almarhum meninggalkan banyak aset saat meninggal.
"Semasa hidup almarhum menjabat sebagai Kajati Riau, Kajati Sulawesi Tenggara, Kajati Jawa Barat, terakhir sebagai Sesjamwas, kemudian setelah pensiun almarhum berpraktik sebagai advokat," ungkapnya.
Selama suaminya menjalani profesi sebagai jaksa maupun advokat itulah, ia menyimpan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi Jaksa Pinangki.
Sebab, sang suami menyadari tak bisa terus mendampingi Jaksa Pinangki karena terpaut umur puluhan tahun.
"Saat almarhum berprofesi advokat inilah Terdakwa mengetahui almarhum suami menyimpan uang dalam bentuk Banknotes mata uang asing, yang menurut almarhum adalah untuk kelangsungan hidup istrinya," sambungnya.
Lebih jauh, Aldres pun mengungkapkan, terkait pertemuan kliennya dengan Djoko Tjandra di Malaysia, tidak pernah ada perintah untuk menangkap terpidana kasus hak tagih Bank Bali itu.
Sebab perintah eksekusi Djoko Tjandra baru ada pada 20 Mei 2020.
"Dari dokumen yang ada di Persidangan baru 20 Mei 2020 dan tidak pernah diperintahkan kepada ibu Pinangki untuk menangkap Djoko Tjandra. Jaksa juga mengatakan bahwa Jaksa tidak bisa melakukan penangkapan diluar negeri," tegasnya.