News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kemenko Perekonomian : Cukai Produk Plastik Bebani Industri

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemberlakuan ungutan cukai plastik diyakini memperlemah industri plastik dan daur ulang plastik, dan industri pendukungnya.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemenko Perekonomian akan terus mengupayakan agar Menteri Keuangan tidak mengenakan cukai kepada produk plastik.

Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman, memastikan jika dilakukan maka akan memberatkan dan sangat membebani pelaku usaha.

“Kami berharap agar substansi yang diatur itu adalah kantong plastik.

Untuk itu, kami sudah berkomunikasi dengan Kemenkeu dan menyampaikan dampak besar yang signifikan terhadap industri kita jika itu diberlakukan untuk produk plastik,” ujarnya, Senin (9/11/2020).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dua klasifikasi tersebut adalah pertama, jenis bijih plastik virgin berbahan dasar polyethylene atau polypropylene yang memakan waktu penguraian lebih dari 100 tahun.

Dia mengutarakan bahwa draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Cukai Kantong Plastik sebetulnya sudah final.

Namun, saat dibawa ke DPR, mereka meminta agar namanya diubah menjadi RPP Cukai Produk Plastik.

Menyikapi hal itu, Kemenko Perekonomian pun lantas langsung berkomunikasi dengan Kemenkeu agar meskipun nama RPP-nya diubah, mereka tidak mengubah substansi di dalam RPP-nya.

Baca juga: Dikira Sampah, Warga Kaget Temukan Mayat Bayi Perempuan Dalam Plastik Hitam di Teras Musala

“Kami komunikasi dengan teman-teman di Kemenkeu agar di subtansinya tetap mengarah ke kantong plastik.

Jangan sampai bicara produk plastik.

Kami katakan, kalau ke produk plastik itu pasti nanti akan memberatkan pelaku usaha.

Karena nanti packaging dan sebagainya itu kalau kena, itu nanti bahaya bagi industri,” ucapnya.

Jadi, kata Atong, Kemenko Perekonomian akan mencoba menjaga agar RPP Produk Plastik itu substansinya dikembalikan ke kantong plastik.

“Kita akan tetap mengakomodir penamaan oleh DPR namun subtansinya tetap kita kembali ke kantong plastik yang hitam, sehingga nanti tidak terlalu banyak mengganggu industri nasional,” katanya.

Kemenperin mencatat, selain karet, industri plastik menunjukkan kinerja yang positif secara konsisten.

Sepanjang 2018 lalu, industri plastik dan karet tumbuh sebesar 6,92%, meningkat dari tahun 2017 yang mencapai 2,47%. Industri plastik dan karet juga memberikan kontribusi siginifkan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas.

Pada tahun 2018, keduanya menyumbang sebesar Rp 92,6 triliun atau 3,5% lebih tinggi dibandingkan tahun 2017.

Baca juga: Mayat Kakek Berusia 59 Tahun Ditemukan dalam Sumur

Kondisi tersebut terus meningkat selama lima tahun terakhir.

Adapun sumbangsihnya terhadap devisa, terlihat dari nilai investasi industri karet dan plastik yang menyentuh Rp 9,40 triliun pada tahun 2018. Di periode yang sama, nilai ekspornya menembus hingga US$ 7,57 miliar.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Rachmat Hidayat menyebutkan aturan ini akan mempengaruhi kondisi industri berbahan kantong plastik termasuk perdagangan di pasar tradisional.

Sementara jika cukai pada produk plastik juga diterapkan maka akan berdampak pada kenaikan harga jual yang bisa memicu penurunan permintaan dan menekan industri makanan dan minuman.

Hal tersebut juga bisa berdampak pada penerimaan pajak yang turut menurun.

Berdasarkan kajian Apindo beberapa tahun lalu, dengan menerapkan cukai pada plastik kemasan minuman, pemerintah memang akan mendapatkan penerimaan cukai sebesar Rp 1,9 triliun tetapi akan mengalami penurunan PPN 10% sekitar Rp 1 triliun dan penurunan PPh badan Rp 1,42 triliun.

Baca juga: Pengusaha Berharap Pemerintah Tak Naikkan Cukai Tembakau pada 2021

"Jadi pemerintah tekor Rp 500 miliar per tahun bila cukai dipaksakan ke kemasan minuman waktu itu. Pemerintah akhirnya tak menerapkan itu, tetapi sekarang pemerintah kembali akan mengenakan cukai plastik dan dibidik adalah kantong plastik," ujar Rachmat.

Pengurus Bidang Pemerintahan dan Peraturan Asosiasi Industri Aromatik, Olefin dan Plastik (Inaplas) Riana Erni meminta agar kebijakan pengembangan industri dilaksanakan secara komprehensif dan konsisten.

“Kami di industri hulu dikejar-kejar harus investasi.

Tapi setelah kami lakukan dan sekarang ini beberapa dari kami sudah menambahkan produksinya, kok justru industri hilirnya diganggu.

Penggunaan kantong plastik di beberapa daerah dilarang, kemudian mulai tahun depan Menkeu akan mengenakan cukai plastik.

Nah, ini bagaimana kebijakannya, industri hulunya dikejar-kejar disuruh investasi, tapi industri hilirnya dilakukan pencekalan,” tukasnya.

Dia mengatakan, sebetulnya masalahnya bukan di kantong plastik dan di kemasan makanan dari plastiknya.

“Masalah pokoknya adalah kita belum bisa mengelola sampah bekasnya itu.

Ada memang dilakukan oleh industri daur ulang plastik, tapi kan belum seluruhnya dan baru beberapa persen,” tuturnya.

Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiono menambahkan penarifan cukai plastik justru akan menyulitkan banyak Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Ia menilai UKM tersebut belum banyak dibina. "Industri daur ulang Indonesia sudah bagus sebenarnya. tinggal didorong lagi," tukasnya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi), Justin Wiganda menilai akan ada dampak efek domino jika cukai plastik diberlakukan.

Untuk industri, yakni turunnya permintaan dan akan berpengaruh business competition pada industri plastik yang dinilai cukup padat karya.

“Efek terparah dari penerapan cukai plastik terhadap masyarakat karena kantong plastik itu dijualnya business to business dan sangat jarang sekali masyarakat awam sengaja membeli kantong plastik. Ini jelas memberatkan masyarakat,” keluh Justin.

Menurut dia, jika penerapan cukai kantong plastik akan mengerek harga bahan makanan dan akan menyebabkan tambahan pengeluaran bagi masyarakat.

Hal ini berimbas pada kemampuan atau daya beli kelompok masyarakat miskin yang masih sangat banyak di Indonesia.

Baca juga: Merdeka atau Mati ala Sri Mulyani dalam Peringatan Hari Pahlawan

Business Development Director Indonesia Plastic Recycles (IPR), Ahmad menambahkan seharusnya untuk pengendalian sampah plastik, pemerintah tidak perlu menerapkan cukai.

"Persoalan sampah plastik yang terjadi saat ini karena belum terbangunnya perilaku pemilahan sampah organik dan non organik di masyarakat," kata Ahmad.

Kementerian Keuangan kembali mengajukan rancangan pengenaan pungutan tarif cukai plastik ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR. Dalam rancangan ini, ada dua klasifikasi plastik yang akan dikenakan tarif cukai.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dua klasifikasi tersebut adalah pertama, jenis bijih plastik virgin berbahan dasar polyethylene atau polypropylene yang memakan waktu penguraian lebih dari 100 tahun.

Jenis ini akan dikenakan tarif cukai paling tinggi.

Kedua, jenis bijih plastik berbahan oxodegradable atau akrab disebut dengan kantong plastik ramah lingkungan.

Jenis plastik yang butuh waktu sekitar dua tahun hingga tiga tahun untuk bisa terurai ini akan dikenakan tarif cukai yang lebih rendah.

Baca juga: Sule Melamar Nathalie Holscher dengan Romantis di Kepulauan Seribu, Minta Pilihi 2 Kotak Ini

"Kami akan fokuskan tarif cukai plastik untuk kantong plastik," jelas Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR Selasa (2/7/2019).

Dalam simulasinya, Sri Mulyani membandingkan tarif cukai kantong plastik dengan opsi pengenaan tarif cukai yang ada saat ini.

Baca: Penjelasan PMI Bondowoso Tentang Viralnya Suara Teriakan Pria dan Nasib Thoriq di Gunung Piramida

Yakni, tarif cukai plastik sebesar Rp 30.000 per kilogram (kg). Sedangkan tarif cukai per lembar Rp 200. Harga kantong plastik setelah cukai Rp 450-Rp 500 per lembar. Sedangkan untuk Aprindo Rp 200 per lembar.

Kemkeu juga berkaca pada negara lain yang sudah menerapkan cukai plastik. Dimana cukai termahal diberlakukan Irlandia dengan tarif cukai bila dirupiahkan sebesar Rp 322.990 per kg.

Sedangkan Kamboja sebesar Rp 127.173 per kg. Inggris Rp 85.534 per kg. Sementara Malaysia mengenakan cukai plastik Rp 63.503 per kg sejak 2016.

Baca juga: Arsani Maidi Sebut Kriteria Calon Ketua FPTI Kota Tangerang

Rancangan tarif cukai ini berdasarkan beberapa aturan pemerintah. Pertama, Surat Edaran KLKH tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik. Kedua, Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.

Ketiga, target penerimaan dari cukai kantong plastik telah ditetapkan dalam UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2016, 2017, dan 2019 dalam nota keuangan. Mengacu dalam APBN 2019 penerimaan dari cukai plastik yakni sekitar sekitar Rp 500 miliar. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini