News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Djoko Tjandra

Kejagung, Polri Kompak Belum Serahkan Berkas Skandal Djoko Tjandra ke KPK, ICW dan Komjak Bersuara

Penulis: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra bersiap memberikan keterangan pada sidang lanjutan kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2020). Sidang tersebut beragendakan mendegar keterangan saksi yang salah satunya Djoko Tjandra. Tribunnews/Irwan Rismawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyatakan pihaknya bakalan meminta dokumen kasus skandal Djoko Tjandra kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Bareskrim Polri.

Nawawi menegaskan, KPK siap melakukan supervisi dan koordinasi kasus yang diduga melibatkan banyak pihak tersebut.

Apalagi KPK juga menerima dokumen soal kasus tersebut dari masyarakat.

"Berkas dan dokumen-dokumen tersebut diperlukan tim supervisi untuk digabungkan dengan dokumen-dokumen yang diperoleh dari masyarakat untuk selanjutnya ditelaah," kata Nawawi saat dihubungi, Kamis (12/11/2020).

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menunjukkan tersangka beserta barang bukti saat konferensi pers terkait OTT Kutai Timur di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/7/2020). KPK resmi menahan Bupati Kutai Timur Ismunandar, Ketua DPRD Kutai Timur yang juga Istri Bupati Encek Unguria, Kadis PU Kutai Timur Aswandini, Kepala Bapenda Kutai Timur Musyaffa, Kepala BPKAD Kutai Timur Suriansyah, Kontraktor Aditya Maharani, dan Decky Aryanto terkait dugaan kasus korupsi dalam bentuk penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Kabupaten Kutai Timur tahun 2019-2020. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Nawawi menyatakan, saat dokumen-dokumen perkara Djoko Tjandra diterima KPK, tak tertutup kemungkinan pihak yang tak dijerat Kejagung dan Bareskrim Polri dalam skandal ini akan dimintai pertanggungjawaban oleh KPK.

"Sehingga dapat dipertimbangkan kemungkinan KPK melakukan penyelidikan baru terhadap kluster-klaster yang belum tersentuh," kata dia.

KPK sudah minta dua kali, Kejagung dan Polri kompak belum berikan berkas skandar Djoko Tjandra

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui tim Supervisi ternyata telah dua kali meminta Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengirimkan berkas dan dokumen skandal Djoko Tjandra.

Namun, hingga saat ini, permintaan itu belum juga dipenuhi Kepolisian dan Kejaksaan.

"Benar, tim supervisi telah dua kali meminta dikirimkan salinan berkas, dokumen" dari perkara tersebut, baik dari bareskrim maupun kejagung, tapi hingga saat ini belum kami peroleh," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango saat dihubungi, Kamis (12/11/2020).

Berkas dan dokumen dari Polri dan Kejagung penting bagi KPK untuk mendalami penanganan skandal Djoko Tjandra.

Apalagi, KPK telah mengantongi sejumlah dokumen terkait skandal Djoko Tjandra dari masyarakat, termasuk dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).

"Berkas dan dokumen-dokumen tersebut diperlukan tim supervisi untuk digabungkan dengan dokumen-dokumen yang diperoleh dari masyarakat untuk selanjutnya ditelaah," kata Nawawi.

Dari telaah tersebut, tak tertutup kemungkinan KPK bakal membuka penyelidikan baru.

Termasuk menyelidiki keterlibatan pihak lain yang hingga saat ini belum disentuh.

"Sehingga dapat dipertimbangkan kemungkinan KPK melakukan penyelidikan baru terhadap kluster-kluster yang belum tersentuh," katanya.

Terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra bersiap memberikan keterangan pada sidang lanjutan kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2020). Sidang tersebut beragendakan mendegar keterangan saksi yang salah satunya Djoko Tjandra. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

KPK diketahui telah menerbitkan surat perintah supervisi skandal Djoko Tjandra yang ditangani Bareskrim Polri dan Kejagung.

Supervisi ini berdasarkan Pasal 10 dan Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Supervisi yang dilakukan KPK semakin kuat dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Bukan KPK yang minta dihargai, tapi supervisi adalah tugas dan kewenangan yang diberikan undang-undang. Aturan hukum itulah yang harus dihargai semua pihak," tegas Nawawi.

Diketahui, skandal Djoko Tjandra yang ditangani kepolisian dan kejaksaan saat ini sedang bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kejaksaan Agung menangani kasus dugaan suap dan pemufakatan jahat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) yang menjerat mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung Pinangki Sirna Malasari, mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya, dan Djoko Tjandra.

Sementara Polri menangani kasus dugaan suap penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Polri yang menjerat mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, mantan Kabiro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo, serta pengusaha Tommy Sumardi.

Selain itu, Polri juga menangani kasus dugaan pemalsuan surat yang menjerat Prasetijo, Djoko Tjandra dan mantan pengacaranya Anita Kolopaking.

Kasus tersebut sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Namun, dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, mencuat sejumlah pihak yang diduga turut terlibat dan belum diproses hukum.

Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2020). Sidang tersebut beragendakan mendegar keterangan saksi yang salah satunya Djoko Tjandra. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Untuk itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta KPK menerbitkan surat perintah penyelidikan untuk turut mengusut rentetan skandal Djoko Tjandra.

"ICW beranggapan KPK harus segera bertindak dengan menerbitkan surat perintah penyelidikan terhadap perkara ini. Sebab, ICW meyakini masih banyak peran dari pihak-pihak lain yang belum terungkap secara terang benderang," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (10/11/2020).

ICW pun mendesak KPK mencermati setiap fakta-fakta yang muncul dalam proses persidangan skandal Djoko Tjandra, termasuk dalam perkara dugaan suap dan pemufakatan jahat permintaan fatwa ke MA melalui Kejagung.

Hal ini penting untuk melihat potensi keterlibatan pihak lain dalam perkara suap pengurusan fatwa Kejaksaan Agung ke Mahkamah Agung.

Satu fakta penting yang sepatutnya dicermati KPK, yakni mengenai keterangan Rahmat yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan dengan terdakwa Pinangki pada Senin (9/11/2020) kemarin.

Baca juga: Sidang Red Notice Djoko Tjandra Ungkap Kode Brigjen Prasetijo ke Tommy Sumardi: Kok Cuma Dua Ikat Ji

Baca juga: Polri Cek Permintaan KPK untuk Supervisi Temuan Dokumen Djoko Tjandra

Rahmat yang disebut sebagai pihak yang memperkenalkan Pinangki kepada Djoko Tjandra membenarkan adanya pernyataan Pinangki mengenai sosok 'king maker' yang akan 'mengurus' agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi.

Selain itu, Rahmat juga sempat menyinggung atasan Pinangki yang disebutnya akan mengkondisikan saat dirinya dipanggil untuk diperiksa Jamwas Kejagung.

"KPK dapat memulai dengan pengakuan dari saksi Rahmat yang menyebutkan bahwa Pinangki sempat mengatakan bahwa atasannya sudah mengkondisikan perkara ini. Pertanyaan lanjutannya Siapa atasan yang dimaksud? Apakah atasan dari institusi tempat dimana Pinangki selama ini bekerja?" kata Kurnia.

ICW minta Kejagung dan Polri kooperatif

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Bareskrim Polri untuk kooperatif dengan supervisi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan skandal Djoko Tjandra.

Desakan itu disampaikan menanggapi belum diserahkannya dokumen dan berkas perkara Djoko Tjandra oleh Polri dan Kejagung kepada KPK.

Padahal, KPK telah dua kali mengirimkan surat untuk meminta berkas tersebut.

"ICW mendesak agar Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri dapat kooperatif terhadap KPK. Dalam hal ini KPK sudah menerbitkan surat perintah supervisi disertai dengan mengirimkan surat kepada Kejaksaan Agung dan Bareskrim agar segera menyerahkan berbagai dokumen terkait kasus yang melibatkan Joko S Tjandra, namun sepertinya tidak ditindaklanjuti dengan baik," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (12/11/2020).

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berdiskusi dalam acara talkshow POLEMIK di d'consulate resto, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019). Talkshow ini memiliki tema KPK Adalah Koentji yang membahas tentang revisi Undang-Undang KPK yang sedang bergulir. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS (TRIBUN/IQBAL FIRDAUS)

Kurnia mengingatkan, tugas supervisi yang dijalankan KPK merupakan amanat UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Selain itu, supervisi yang dilakukan KPK semakin kuat dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Aturan itu mewajibkan Polri dan Kejagung memberikan akses bagi KPK untuk melakukan supervisi terhadap perkara korupsi yang sedang ditangani.

"Dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dan b Perpres 102/2020 menyebutkan bahwa KPK berwenang meminta kronologis dan juga laporan perkembangan penanganan perkara yang sedang dikerjakan oleh Kepolisian dan Kejaksaan," katanya.

Ditegaskan, supervisi ini penting dilakukan KPK untuk mendalami atau menyelidiki kemungkinan adanya aktor lain yang terlibat dalam skandal Djoko Tjandra.

Satu di antaranya mengenai alasan Djoko Tjandra mempercayai begitu saja Pinangki Sirna Malasari.

Padahal, Pinangki tak memiliki jabatan penting di Kejagung yang bersinggungan langsung dengan perkara yang menjerat Djoko Tjandra.

"Apakah mungkin ada petinggi institusi tertentu yang menjamin bahwa ia dapat membantu Joko S Tjandra?," katanya.

Dalam kesempatan ini, ICW juga menilai KPK seakan tidak padu untuk turut mengusut skandal Djoko Tjandra yang melibatkan aparat penegak hukum dan nominal uang yang besar.

Sejauh ini, ICW melihat hanya satu dari lima pimpinan yang menaruh perhatian terhadap perkembangan penanganan skandal tersebut.

"Selama ini yang memberikan perhatian lebih terhadap perkara Joko S Tjandra hanya satu diantara lima pimpinan KPK," katanya.

Komjak ingatkan Kejagung segera penuhi permintaan KPK

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak menyatakan akan mengingatkan Kejaksaan Agung ihwal permintaan supervisi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait permintaan dokumen-dokumen dalam kasus Djoko Tjandra.

"Tapi kalau memang ada hambatan begitu, tentu kita (Komjak) memiliki kewajiban untuk mengingatkan dan segera diserahkan," kata Barita dalam keterangannya, Kamis (12/11/2020).

Barita juga menegaskan jika dalam waktu yang sudah ditentukan, namun belum juga diberikan dokumen-dokumen itu oleh Kejagung, Komjak akan menyurati kejaksaan agar segera memberikan dokumen-dokumen kasus Djoko Tjandra.

"Tapi sekiranya dalam waktu ke depan juga belum, menurut batasan yang wajar, tentu Komisi (Komjak) akan menyurati agar segera membantu tugas-tugas itu," tegas Barita.

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak memberikan pandangannya terkait kasus Djoko Tjandra saat mengunjungi redaksi Tribun Network di Palmerah, Jakarta, Jumat (4/9/2020). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA (TRIBUN/DANY PERMANA)

Namun di sisi lain, dirinya juga memberikan alasan kenapa Kejagung belum secara cepat memberikan dokumen-dokumen itu ke KPK.

Menurutnya, keterlambatan pemberian dokumen itu dikarenakan persoalan administratif antar lembaga saja.

"Itu kan antar lembaga, saya kira karena itu antar lembaga pasti itu administratif saja belum dikasih, jadi bukan tidak dikasih menurut saya," kata Barita.

"Soal waktu saja yang saya kira, sebab tidak ada kendala untuk kejaksaan untuk menyerahkan dokumen itu, karena itu juga merupakan bagian dari lembaga penegak hukum, saya kira kejaksaan cukup terbuka untuk itu (menyerahkan dokumen)," imbuhnya. (tribun network/thf/ilh/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini