TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tengah menelaah laporan adanya dugaan korupsi skema pembayaran dana operasional Pospay yang digarap anak perusahaan PT Pos Indonesia, PT Pos Finansial Indonesia (Posfin).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan pihaknya akan menganalisa laporan yang masuk ke komisi dan melakukan memverifikasi terhadap data yang sudah diterima.
"Kemudian akan ditelaah dan dikaji terhadap informasi dan data tersebut," kata Ali saat dikonfirmasi, Jumat (13/11/2020).
Diberitakan sebelumnya, Pendiri Serikat Pekerja PT Pos Indonesia Bermartabat (SPPIKB) Fadhol Wahab melaporkan dugaan korupsi di PT Posfin, anak usaha PT Pos Indonesia ke KPK.
Diduga terdapat penyimpangan terkait skema pembayaran dana operasional Pospay yang digarap PT Posfin.
"Kami melaporkan dugaan penyelewengan dana Pospay yang dikelola Posfin. Alih-alih meningkatkan pendapatan serta melebarkan kapasitas perusahaan BUMN, program Pospay jadi bancakan korupsi para petinggi korporasi," kata Fadhol di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/11/2020).
Dalam laporannya, Fadhol membawa sejumlah dokumen resmi yang diyakini dapat menjadi bukti terjadinya penyimpangan.
Salah satunya laporan hasil audit investigasi PT Posfin yang dilakukan PT Pos Indonesia bersama PT Quantum dengan nomor 546/SPI/LHAI./0820. Dari hasil audit tersebut terungkap adanya sejumlah uang yang penggunaannya tidak jelas.
"Setelah kami kalkulasi ada ratusan miliar yang penggunaannya tidak jelas. Ini berakibat kerugian pada PT Pos Indonesia," katanya.
Pospay merupakan aplikasi yang melayani pembayaran secara daring. Aplikasi tersebut ikut menawarkan pengelolaan kemitraan melalui agen yang terbuka bagi masyarakat.
Baca juga: Kejagung, Polri Kompak Belum Serahkan Berkas Skandal Djoko Tjandra ke KPK, ICW dan Komjak Bersuara
Nantinya mitra dapat membuka loket pembayaran online di seluruh wilayah Indonesia untuk membayar kebutuhan sehari-hari seperti pembayaran tagihan kartu kredit bank, cicilan motor, saluran televisi berbayar, tagihan listrik, sampai pembelian pulsa.
Pembayaran tagihan secara online itu melewati Posfin. Padahal, kata Fadhol, uang seharusnya bermuara ke Pos Indonesia untuk melunasi pembayaran kepada principle perusahaan yang terhubung.
"Tapi di sini modusnya, Posfin menahan uangnya, hingga Pos harus memberikan dana talangan buat melunasi kewajiban kepada perusahaan mitra tersebut," kata Fadhol.
Fadhol yang pernah bekerja 22 tahun pada Pos Indonesia menduga uang deposit tersebut diputarkan ke sejumlah bisnis perusahaan atau proyek yang diduga fiktif dan mengarah ke tindak pidana korupsi.
Salah satunya proyek pengadaan alat soil monitoring dan peremajaan lahan di Kemtan senilai Rp19 miliar.
Namun, salah satu dari dua perusahaan swasta yang ditunjuk sebagai vendor pengadaan baran diduga memberikan dua cek bodong.
"Posfin sudah mengeluarkan uang Rp19 miliar tapi tak ada skema bisnis yang bikin untung perusahaan, malah vendor memberikan cek kosong," ungkapnya.
Selain itu, Fadhol menduga terdapat aliran dana yang disamarkan lewat pembelian saham, pembayaran premi sertifikat jaminan pembayaran.
Bahkan terdapat aliran dana yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi pihak tertentu.