TRIBUNNEWS.COM - Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol atau Minol sempat heboh di media sosial dan mendapatkan banyak tanggapan dari warganet.
Satu di antaranya, naskah akademik RUU Larangan Minol diduga kutip dari situs Wikipedia.
Kepada Tribunnews, Ahli Hukum Tata Negara UNS, Sunny Ummul Firdaus menyatakan langkah RUU Larangan Minol menuju disahkan masih panjang, Sabtu (14/11/2020).
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara UNS, Sunny Ummul Tanggapi Naskah Akademik RUU Larangan Minuman Beralkohol
"Proses pembahasan RUU ini masih panjang," ucapnya
Menurutnya, partisipasi masyarakat dibutuhkan dalam pembahasan RUU ini nantinya.
"Ketika RUU ini akan dibahas lagi oleh Prolegnas nantinya, dibutuhkan keikutsertaan masyarakat untuk berpatisipasi."
"Sehingga, publik mengetahui tujuan pemerintah dan bisa memberi masukan," ujar ahli hukum sekaligus Kepala Pusdemtanas LPPM UNS ini.
Sunny berharap pemerintah lebih melibatkan masyarakat pada pembahasan RUU nantinya.
"Jangan sampai seperti yang sudah-sudah, tidak ada partisipasi dari masyarakat tiba-tiba keluar," ucapnya.
Baca juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol Jadi Pro Kontra,Peminum yang Memenuhi Syarat Ini Diberi Pengecualian
Baca juga: Jazuli Juwaini Sebut PKS Konsisten Memperjuangkan RUU Larangan Minuman Beralkohol
Ahli hukum tata negara ini juga menyampaikan, elemen masyarakat yang bersinggungan dengan minuman beralkohol harus dilibatkan.
"Semua unsur masyarakat yang terlibat dengan minuman alkohol ini dibutuhkan partisipasinya, seperti pariwisata atau resto-resto."
"Sehingga, nantinya tidak ada pihak yang dirugikan," tuturnya.
Kepala Pusdemtanas LPPM UNS ini menuturkan pendapatnya soal implementasi RUU ini, jika bisa sampai disahkan nantinya.
"Kalau ini nanti keluar, UU ini harus sinkron dengan peraturan perundang-undang lainnya."
"Kalau tidak, masyarakat akan bingung dan terjadi ketidakpastian hukum," ucap Sunny.
Baca juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol, Pidana Penjara 2 Tahun hingga Denda Rp 1 Miliar
Sunny juga berharap RUU ini nantinya tidak tumpang tindih dengan peraturan lainnya terkait minuman alkohol.
"Jangan sampai UU ini akan tumpang tindih dengan peraturan terkait Minol yang lain," tuturnya.
Tanggapan Sunny Ummul Soal Naskah Akademik RUU Larangan Minuman Beralkohol
Naskah Akademik RUU ini diduga mengutip definisi dari situs Wikipedia.
Kepada Tribunnews.com, Ahli Hukum Tata Negara UNS, Sunny Ummul Firdaus menjelaskan sah tidaknya naskah akademik RUU Minuman beralkohol mengutip situs Wikipedia, Sabtu (14/11/2020).
"Naskah akademik dijadikan bahan rujukan untuk memutuskan apakah sebuah peraturan perlu dibuat atau tidak," ucap Sunny.
Ahli hukum yang merupakan Kepala Pusdemtanas LPPM UNS ini menambahkan naskah akademik terdiri dari beberapa muatan.
"Naskah Akademik memuat beberapa bab seperti latar belakang, urgensi, tujuan, landasan teori termasuk di dalamnya itu definisi operasional."
"Lalu, ada kondisi yaitu landasan filosofis, empiris, yuridis dan ruang lingkupnya," ucap Sunny.
Ia mengatakan pemerintah pasti memiliki alasan tersendiri dalam membuat peraturan dan harus dituangkan dalam naskah akademik.
"Alasan itu harus dituangkan secara akademis dan sistematis dalam sebuah naskah akademik," tuturnya.
Baca juga: KPAI Nilai RUU Larangan Minuman Beralkohol Dapat Lindungi Anak-anak dari Miras
Menurutnya definisi yang diduga kutip dari Wikipedia hanya sebagian kecil dan sah-sah aja.
"Mengambil definisi dari wikipedia,rujukan buku dan membandingkan dengan peraturan negara lainnya itu sah-sah aja, asal tidak dijadikan satu-satunya."
"Rujukan definisi itu banyak. Tidak hanya ambil dari internet, bisa menurut ahli lain atau ambil dari peraturan lain," ucap dosen hukum tata negara ini.
Sunny mengatakan semakin banyak definisi yang dijadikan rujukan akan semakin baik peraturannya.
Baca juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol, Polri Ungkap Banyak Kasus Tindak Pidana yang Dipicu Alkohol
"Semakin banyak definisi dari berbagai rujukan, semakin banyak yang digali, peraturan juga semakin baik," ucapnya.
Menurutnya, definisi itu bukanlah skala prioritas untuk menyusun aturan.
"Skala prioritas untuk menyusun aturan tidak hanya tergantung pada definisi," ujarnya.
(Tribunnews.com/Shella)