News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU Ketahanan Keluarga

Nurul Arifin: RUU Ketahanan Keluarga Belum Ada Urgensinya untuk Dibahas Lebih Lanjut

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota DPR RI dari fraksi Partai Golkar Nurul Arifin berbincang dengan awak redaksi Tribunnews.com di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2019). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga (KK) tengah menjadi pergunjingan masyarakat Indonesia. RUU ini dinilai menjajah privasi warga.

Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Golkar, Nurul Arifin memahami RUU KK memang tengah menjadi perbincangan di tengah masyarakat pada saat ini.

Sebetulnya RUU ini, kata Nurul, sudah diusulkan dari Februari 2020.

Ketika itu Pengusul RUU memberikan pandangan dan alasan mereka mengusulkan RUU tersebut.

Setelah dirundingkan di dalam Rapat Baleg, draft RUU awal mengalami perubahan dan itu yang kemarin dibahas kembali oleh DPR.

"Namun setelah mengalami perubahan draft, saya melihat bahwa RUU masih belum ada urgensinya untuk dibahas lebih lanjut," ujar Nurul kepada Tribun, Sabtu (14/11/2020).

Hal itu sudah disampaikan oleh Nurul Arifin pada Rapat Baleg hari Kamis (12/11/2020) lalu.

Baca juga: Pro Kontra RUU Larangan Minuman Beralkohol dan RUU Ketahanan Keluarga

Ada beberapa poin digaris bawahi, mengapa RUU KK ini belum diperlukan.

"Yang pertama, RUU ini dianggap terlalu mengatur lingkup privasi keluarga," kata Nurul.

Terutama, menurut Nurul, pada Bab VII draft RUU KK, memuat aturan mengenai Sistem Informasi Ketahanan Keluarga yang di dalamnya memuat ketentuan bahwa Pemerintah akan menyelenggarakan sistem berisi data-data keluarga.

"Dalam data ini, salah satunya memuat data permasalahan keluarga, ini ada pada Pasal 54. Pasal ini membuat Pemerintah betul-betul akan memiliki data-data privat dari setiap keluarga," tutur Nurul.

Yang kedua. Selain Pemerintah, Bab IX dari RUU ini juga membenarkan jika nanti masyarakat dapat ikut campur dalam membangun Ketahanan Keluarga.

Bahkan frasa yang digunakan pada Pasal 57 huruf (1) adalah "Masyarakat memiliki tanggung jawab dan kesempatan yang terbuka untuk berperan dalam Pembangunan Ketahanan Keluarga".

"Perlu dicatat, masyarakat terdiri dari organisasi sosial kemasyarakatan hingga badan usaha," imbuh Nurul.

Yang ketiga, substansi RUU KK ini sebetulnya sudah tersebar di dalam UU yang saat ini sudah berjalan.

Jika ingin memperkuat peran keluarga, sudah ada UU Perkawinan dan UU Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

Selain itu, juga sudah ada UU lainnya yang berkaitan seperti RUU Perlindungan Anak.

Tanpa RUU KK, hak-hak tersebut juga sudah tercantum pada UUD 45 Pasal 28Dan terakhir, yang cukup membingungkan, ucap dia, dalam draft RUU juga mengatur ketentuan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan untuk menciptakan “Pekerjaan Ramah Keluarga”.

Pasal 27 huruf (3) bahkan mengatur hak cuti dan hak tunjangan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, dirasa perlu ditelaah lebih lanjut urgensi dari RUU ini. Upaya untuk memperkuat BKKBN merupakan hal yang baik untuk dilakukan.

"Namun untuk betul-betul ikut campur ke hal-hal yang bersifat privat, ada baiknya kita berpikir ulang. Kita ini masyarakat heterogen yang tidak mungkin dapat diseragamkan dalam hal mengatur urusan rumah tangga. Masing-masing keluarga memiliki cara tersendiri untuk mengatur rencananya, jangan digeneralisasi," ucapnya.

Baca juga: Hidayat Nur Wahid: RUU Ketahanan Keluarga Sejalan dengan HAM dan UUD 1945

RUU ini dirancang untuk menciptakan keluarga tangguh berasaskan keimanan dan ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan, pencegahan, kemanusiaan, keadilan, keseimbangan, kemanfaatan, perlindungan, partisipatif, harmonisasi, dan non diskriminatif.

Pengusul menilai, Ketahanan Keluarga harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip pemeliharaan dan penguatan nilai keluarga, penguatan struktur dan keberfungsian keluarga, keluarga sebagai basis dan titik sentral kegiatan pembangunan, pemberdayaan dan kemandirian keluarga dan keberpihakan kepada keluarga.

Dalam pasal 4 dijelaskan, melalui RUU ini, berupaya menciptakan keluarga tangguh yang mampu mengatasi berbagai persoalan internal dan persoalan eksternal.

Selain itu, pemerintah juga ingin mengoptimalkan fungsi keluarga dalam membentuk karakter anak bangsa yang akan menjadi penerus.

"Mengoptimalkan fungsi keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama dalam mendidik, mengasuh, membina tumbuh kembang, menanamkan nilai-nilai religius dan moral, serta membentuk kepribadian dan karakter anak bangsa yang baik sebagai generasi penerus," bunyi pasal 4 b RUU Tentang Ketahanan Keluarga.

Melalui RUU Tentang Ketahanan Keluarga, mencanangkan satu visi, yaitu Ketahanan Keluarga. Pemenuhan Ketahanan Keluarga ini akan dilaksanakan melalui Rencana Induk Ketahanan Keluarga.

"Sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, disusun Rencana Induk Ketahanan Keluarga," bunyi pasal 5 ayat (1).

Rencana Induk Ketahanan Keluarga menjadi acuan rencana pembangunan jangka panjang nasional dan menjadi dasar pembangunan jangka menengah.

Rencana Induk Ketahanan Keluarga merupakan pedoman Penyelenggaraan Ketahanan Keluarga yang diatur dengan peraturan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Dalam penyusunan Rencana Induk Ketahanan Keluarga, Pemerintah diwajibkan untuk memperhatikan sejumlah hal.

Di antaranya; kebermanfaatan bagi peningkatan kualitas dan kapasitas keluarga secara fisik, psikologis dan spiritual, kemandirian dan kesejahteraan keluarga serta peradaban bangsa.

Unsur-unsur lain seperti agama, sosial budaya, serta kearifan lokal yang tumbuh di tengah masyarakat turut dijadikan pertimbangan.

Baca juga: Disebut Langgar Hak Asasi, Pimpinan MPR Minta RUU Ketahanan Keluarga Dicabut dari Prolegnas

"Pemerintah Daerah menyusun perencanaan Ketahanan Keluarga daerah dengan mengacu pada Rencana Induk Ketahanan keluarga," bunyi Pasal 12 ayat (1).

Dalam BAB IV RUU Tentang Ketahanan Keluarga dibahas tentang mekanisme Penyelenggaraan Ketahanan Keluarga. Dalam hal ini, Penyelenggaraan Ketahanan Keluarga dilaksanakan oleh Keluarga, Pemerintah Pusat dan Daerah, serta masyarakat.

Penyelenggaraan Ketahanan Keluarga dilaksanakan melalui penuaian kewajiban dan pemenuhan hak keluarga dan pemenuhan aspek Ketahanan Keluarga; ketahanan fisik; ketahanan sosial budaya; ketahanan ekonomi; ketahanan sosio-psikologis.

Pada Pasal 15 RUU Tentang Ketahanan Keluarga, Pemerintah mengatur bagaimana masyarakat harus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam proses penyelenggaraan ketahanan keluarga.

Setiap keluarga dalam penyelenggaraan ketahanan keluarga berkewajiban berperan serta dalam penyelenggaraan ketahanan keluarga di lingkungannya untuk mewujudkan Keluarga Indonesia yang tangguh dan berkualitas.

Selain itu, setiap keluarga diwajibkan menghormati hak keluarga lain dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

"Melindungi keluarga dan masyarakat di lingkungannya dari bahaya pornografi, pergaulan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya," bunyi pasal 15 ayat (1) c.

Hak keluarga dalam penyelenggaraan Ketahanan Keluarga antara lain; memperoleh dukungan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka penguatan nilai-nilai keluarga, struktur, dan fungsi keluarga, serta peningkatan kapasitas dan kemandirian keluarga; hidup di dalam tatanan masyarakat yang aman dan tentram, yang menghormati, menghargai, dan melindungi satu sama lain.

Dalam pasal 16 RUU Tentang Ketahanan keluarga dibahas kewajiban dan hak setiap anggota keluarga dalam proses penyelenggaraan ketahanan keluarga.

Setiap anggota keluarga dalam penyelenggaraan Ketahanan Keluarga berkewajiban antara lain; berperan serta dalam penyelenggaraan ketahanan keluarga; menaati perintah agama dan menjauhi larangan agama berdasarkan agama yang dianut; menghormati hak anggota keluarga lainnya; melaksanakan pendidikan karakter dan akhlak mulia; serta mengasihi, menghargai, melindungi, menghormati anggota keluarga.

Hak anggota keluarga dalam penyelenggaraan ketahanan keluarga antara lain; memperoleh kebutuhan pangan, sandang, tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keterampilan; mendapatkan perlindungan dan bantuan untuk menjaga keutuhan, ketahanan, dan kesejahteraan keluarga; berkomunikasi dan memperoleh informasi mengenai keluarga yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya; serta hidup di dalam keluarga yang aman dan tentram. (tribun network/denis/genik)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini