TRIBUNNEWS.COM - Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Gatot Nurmantyo baru-baru ini mendapat sorotan atas sikapnya.
Hal itu lantaran ia tidak menghadiri acara penganugerahan tanda kehormatan Bintang Mahaputera di Istana Negara, Jakarta pada Rabu (11/11/2020) lalu.
Diketahui, ia telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk tidak menghadiri acara tersebut.
Dalam suratnya, Gatot menjelaskan beberapa alasan tentang ketidaksetujuannya penganugerahan tanda jasa kehormatan Bintang Mahaputera di tengah pandemi Covid-19.
Sikapnya ini tentu menuai berbagai respons di masyarakat.
Baca juga: Immanuel Sebut Tak Hadirnya Gatot Nurmantyo ke Istana sebagai Manuver: Kan Sudah Jadi Politisi
Terlebih, Gatot belum membuka suara perihal akan menerima penghargaan tersebut ataupun menolaknya.
Namun publik terlanjur menilai sikap Gatot mencerminkan seakan menolak secara halus penghargaan yang ia terima.
Hal itu pun dibenarkan oleh Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti.
Ia menilai, sikap Gatot Nurmantyo cenderung abu-abu dan kurang bisa dimengerti.
"Saya secara pribadi kurang mengerti langkah yang diambil oleh Pak Gatot ini."
Baca juga: Mahfud MD Jelaskan Alasan Gatot Nurmantyo Absen Saat Pemberian Bintang Mahaputera dari Presiden
"Di satu sisi, beliau tidak menyatakan dengan tegas tidak menerima, tapi secara bersamaan juga tidak hadir ke Istana untuk menerima penghargaan itu."
Jadi menurut saya sikap Pak Gatot kelihatan abu-abu," kata Ray dalam diskusi virtual bertajuk "Diundang Istana, Mantan Panglima ke Mana?" pada Minggu (15/11/2020).
Ia menjelaskan, seharusnya Gatot bisa mengambil sikap tegas untuk menerima atau menolak penghargaan tersebut.
Jika tak menerima, kata dia, Gatot bisa mengutarakan alasannya tidak menerima penghargaan tersebut.
"Misalnya, saya merasa tidak berhak menerima itu. Kan selesai kalau begitu."
"Tapi kan kalau mau menerima ya tinggal datang saja ke Istana, gak ada masalah juga," katanya, dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Refly Harun Jelaskan Alasan Gatot Nurmantyo Tak Hadiri Acara Istana, Sebut Waktunya Tidak Lazim
Ray berpendapat, Covid-19 bukan menjadi satu-satunya alasan ketidakhadiran Gatot ke Istana.
"Kalau alasan itu ya teknis bangetlah. Gak mungkin juga kan Istana sembrono soal Covid-19."
"Tapi kan yang jadi substansi di sini ada motif lain apa yang terjadi," ujar dia.
Menurut Ray, hingga kini belum ada yang bisa memastikan Gatot menerima atau menolak penghargaan itu.
"Ya itu jadinya gak jelas juga. Karena beliau belum pernah menyatakan dengan tegas apakah akan menerima atau tidak," kata Ray.
Politisi PKS menilai sikap Gatot patut diapresiasi
Meski menuai polemik terkait penerimaan penghargaan tersebut, rupanya beberapa pihak mengapresiasi sikap Gatot.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), M Nasir Djamil mengapresiasi dan menilai sikap yang ditunjukkan Gatot jarang dimiliki elite negara saat ini.
"Satu hal yang ditunjukkan Pak Gatot bahwa beliau punya sikap, ini yang jarang sekarang."
"Ini menurut saya yang mulai langka di kalangan elite sekarang ini," ujar Nasir dalam diskusi yang sama, masih dikutip dari Kompas.com.
Ia menilai sikap tegas Gatot ditunjukkan secara nyata dalam momen penganugerahan gelar Bintang Mahaputera.
Sebab, Gatot menolak secara halus gelar yang diberikan Jokowi tersebut.
Baca juga: Gatot Harusnya Contoh Fadli Zon dan Fahri Hamzah, Hadir Terima Tanda Kehormatan Namun Tetap Kritis
Sekalipun penganugerahan itu merupakan amanat undang-undang (UU).
Akan tetapi, terlepas dari pro dan kontra yang ada, sikap yang ditunjukkan Gatot perlu ditiru oleh kalangan elite negara.
"Sikap ini yang harus kita apresiasi, sikap ini yang harus kita tiru," kata dia.
Nasir juga menyebut sebagai salah satu pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), sikap yang ditunjukkan Gatot itu penting dilakukan.
Sebab saat ini KAMI aktif mengkiitik jalannya roda pemerintahan.
Dengan demikian, sikap ini dinilainya sangat berkolerasi.
"Sikap ini penting, di mana beliau menjadi pentolan KAMI," pungkas Nasir.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya/Ahmad Nasrudin Yahya)