TRIBUNNEWS.COM - Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Fathur Rokhman dilaporkan oleh mahasiswanya atas kasus dugaan korupsi ke KPK RI.
Surat laporan tersebut telah dikirimkan secara langsung oleh pelapor Frans Josua Napitu ke kantor KPK RI pada Jumat (13/11/2020) lalu.
Berdasarkan hasil observasi, pelapor menemukan beberapa komponen terkait anggaran di kampusnya yang dinilai janggal.
Atas dasar temuan tersebut, Frans menduga adanya tindak pidana korupsi hingga menimbulkan keresahan di kalangan mahasiswa.
Baca juga: Keluarkan Seruan Moral Terkait Integritas Rektornya, Para Profesor di Unnes Dipanggil Via WhatsApp
Ia menjelaskan, anggaran tersebut merupakan keuangan yang bersumber dari mahasiswa maupun luar mahasiswa, baik sebelum dan di tengah pandemi Covid-19.
"Laporan kasus dugaan korupsi Rektor (terlapor) sudah disampaikan siang tadi secara langsung ke kantor KPK RI," kata Frans saat dikonfirmasi Kompas.com.
Dalam laporan tersebut, terdapat rincian komponen anggaran, lampiran dokumen serta data pendukung.
Kemudian dokumen tersebut akan dikembangkan lebih lanjut sesuai prosedur hukum yang berlaku.
"Laporan kasus akan diproses sesuai prosedur hukum yang ada. Kami menyerahkan sepenuhnya ke KPK RI," ujar Frans.
Frans dikembalikan ke orang tuanya
Setelah melaporkan rektornya, Frans menerima tanggapan yang kurang baik dari Dekanat Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Dekanat justru melayangkan surat keputusan pengembalian pembinaan moral karakter Frans Josua Napitu.
Hal itu pasca-pelaporan kasus dugaan korupsi rektor ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI).
Baca juga: Diskusi Publik Ungkap Beberapa Kejanggalan Pemeriksaan hingga Pembebastugasan Dosen Unnes Sucipto
Surat keputusan Dekan Fakultas Hukum Nomor 7677/UN37.1.8/HK/2020 itu ditujukan kepada orangtua Frans dan telah dikirimkan melalui pos pada Senin (16/11/2020) kemarin.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Dekan Fakultas Hukum Unnes, Rodiyah, disebutkan segala hak dan kewajiban mahasiswa semester 9 Fakultas Hukum tersebut ditunda.
Penundaan tersebut terjadi selama enam bulan dan akan ditinjau lebih lanjut.
Frans dianggap merusak reputasi Unnes
Sebelumnya, Rodiyah mengaku bersama tim pengembang karakter mahasiswa telah melakukan pembinaan akademik dan moral karakter kepada mahasiswa Bidik Misi selama semester 1-8 tersebut.
Hal tersebut dilakukan karena perbuatan yang pernah dilakukan Frans selama ini dianggap melanggar etika mahasiswa dan merusak reputasi Unnes.
Frans juga telah membuat pernyataan dan berjanji akan menjaga nama baik diri sebagai mahasiswa dan nama baik lembaga pendidikan, namun dilanggar.
Rodiyah mengatakan, Frans sudah mendapat nasehat dan peringatan berkali-kali atas perbuatannya.
Terutama dugaan keterlibatannya terhadap Organisasi Papua Merdeka (OPM), namun selalu diabaikan.
"Selain itu, kami juga telah menyampaikan informasi dan undangan kepada orang tua Frans namun tidak hadir."
Baca juga: KPK Verifikasi Laporan Mahasiswa terkait Dugaan Korupsi Rektor Unnes
"Menimbang dan memperhatikan fakta tersebut, berdasarkan Pasal 7 UU No 20 Tahun 2003 kami memutuskan mengembalian Frans kepada orang tuanya," kata Rodiyah pada Senin (16/11/2020).
Dekan menegaskan, surat keputusan tersebut bukan merupakan sanksi maupun pencabutan status kemahasiswaan Frans.
"Ini belum merupakan sanksi. Karena pengembalian pembinaan moral karakter bukan sanksi."
"Saya tidak mengatakan pemutusan dan pencabutan tapi penundaan. Jadi memang masih pembinaan. Kalau sanksi nanti menunggu keputusan rektor."
Pihaknya berharap orangtua Frans agar kooperatif dalam menanggapi surat keputusan tersebut.
KPK sayangkan sikap Unnes
Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan sikap Universitas Negeri Semarang ( Unnes) yang mengembalikan pembinaan mahasiswanya, Frans Josua Napitu ke orang tua.
"KPK menyayangkan Rektor Unnes yang telah mengembalikan pembinaan mahasiswanya kepada orangt uanya kembali."
"Karena yang bersangkutan telah melaporkan Rektornya ke KPK atas dugaan tindak pidana korupsi," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, dikutip Kompas.com pada Senin (16/11/2020).
Baca juga: KPK Sayangkan Sikap Rektor Unnes yang Kembalikan Mahasiswa ke Orangtuanya
Ghufron mengingatkan, masyarakat berhak melapor jika mengetahui adanya tindak pidana dan hal tersebut dilindungi oleh hukum.
Bahkan, negara telah menyiapkan peghargaan atas pelaksanaan peran serta masyarakat tersebut.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Oleh karena itu jika ada pihak PNS yang memberikan sanksi atas pelaksanaan hak dan kewajibannya dalam berperan serta dalam pemberantasan korupsi hal tersebut sangat disayangkan," pungkas Ghufron.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Riska Farasonalia/Ardito Ramadhan)