TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyerahkan sepenuhnya ke kasus utang Bambang Trihatmodjo ke negara dalam penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997, kepada pengadilan.
Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan, pihaknya meyakini proses hukum yang berlangsung dengan baik akan menghasilkan kepastian hukum terkait kasus ini.
"Kita akan ikuti prosedur di pengadilan dengan teliti. Jadi kita akan ikuti semua proses di pengadilan, itu yang suatu proses yang baik supaya kita juga bisa mendapatkan kepastian," ujar dia dalam diksusi DJKN secara virtual, Jumat (20/11/2020).
Baca juga: Kronologi Utang Bambang Trihatmodjo, Sejak 1997, Dicekal ke Luar Negeri, Kini Gugat Sri Mulyani
Kendati demikian, Isa enggan merinci lebih lanjut terkait perkembangan kasus tersebut, termasuk soal besaran jumlah piutang yang dimiliki negara terhadap Bambang.
"Saya enggak bisa bicara detil mengenai piutangnya, mengenai pihak yang terutang kepada negara," katanya.
Seperti diketahui, Bambang yang merupakan pengusaha nasional sekaligus putra mantan Presiden Soeharto, menggugat Menteri Keuangan Sri Mulyani lantaran terkait pencekalannya ke luar negeri.
Gugatan dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait Keputusan Menkeu Nomor 108/KM.6/2020 tanggal 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian ke Luar Wilayah RI terhadap Sdr. Bambang Trihatmodjo dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara.
Utang Bambang tersebut bermula dari penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997.
Kala itu Bambang merupakan ketua konsorsium swasta yang ditunjuk pemerintah menjadi penyelenggara gelaran olahraga antar-negara ASEAN di Jakarta.
Saat itu konsorsium swasta kekurangan dana sehingga harus ditalangi oleh pemerintah.
Pinjaman tersebut yang pada akhirnya menjadi utang konsorsium kepada negara atau piutang negara.
Sebelumnya, Isa sempat mengatakan, keputusan Menkeu melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap Bambang, diambil agar yang bersangkutan mematuhi kewajiban untuk mengembalikan utang kepada pemerintah.
Langkah itu diambil usai Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang diketuai oleh Menteri Keuangan telah melakukan panggilan untuk memberi peringatan. Namun, pihak yang bertanggung jawab tidak merespons hal tersebut.
"Dalam menjalankan tugas, panitia pasti sudah memanggil, memperingatkan yang bertanggung jawab untuk melunasi utang. Kalau tidak diperhatikan, maka panitia diberi kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan action yang lebih," jelas Isa dalam keterangannya.