TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian soal pencopotan kepala daerah pelanggar protokol kesehatan Covid-19 dinilai gegabah dan berlebihan.
Sebagai Mendagri, Tito dinilai tak bisa serta merta mencopot jabatan kepala daerah seperti gubernur.
Kepala daerah bisa saja dicopot hanya jika melakukan pidana, itu pun setelah melalui prosedur panjang.
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra berpandangan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan Untuk Pengendalian Penyebaran Corona yang ditujukan bagi kepala daerah agar disiplin menerapkan protokol kesehatan di wilayahnya masing-masing, tak bisa dijadikan dasar memecat kepala daerah.
"Apakah Instruksi Mendagri No 6 Tahun 2020 dapat dijadikan dasar memberhentikan Kepala Daerah yang tidak melaksanakan seluruh peraturan perundang-undangan terkait dengan penegakan Protokol Kesehatan dalam menghadapi Pandemi Covid 19? Jawabannya tentu saja tidak," kata Yusril dalam keterangannya, Jumat (20/11/2020).
Baca juga: Politikus PKS Kritik Instruksi Mendagri soal Pemberhentian Kepala Daerah
Menurut Yusril, Inpres, Instruksi Menteri merupakan perintah tertulis dari atasan kepada jajaran yang berada di bawahnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Sehingga, jika Inpres apalagi Instruksi Menteri dilanggar, tidak bisa dikategorikan sebagai pelanggaran Undang-undang, yang bisa dijadikan dasar pemberhentian, sesuai pasal 78 UU Nomor 23 tahun 2014.
"Di UU No 15 Tahun 2019 sudah tidak mencantumkan lagi Inpres sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan," jelas Yusril.
"Bahwa di dalam Instruksi Mendagri No 6 Tahun 2020 itu ada ancaman kepada Kepala Daerah yang tidak mau melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Penegakan Protokol Kesehatan, hal itu bisa saja terjadi. Namun proses pelaksanaan pemberhentian Kepala Daerah itu tetap harus berdasarkan pada UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," lanjut dia.
Lebih lanjut, Yusril menjelaskan, merujuk pada UU Pemda, kepala daerah saat ini dipilih langsung oleh rakyat melalui Pilkada. Paslon yang menjadi kepala daerah ditetapkan oleh KPU.
Menurut Yusril, paslon yang ditetapkan KPU sebagai pemenang pilkada tidak dapat dipersoalkan, apalagi ditolak oleh Pemerintah.
"Dengan demikian, Presiden tidaklah berwenang mengambil inisiatif memberhentikan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur. Mendagri juga tidak berwenang mengambil prakarsa memberhentikan Bupati dan Wali kota beserta wakilnya," kata Yusril.
Yusril menjelaskan, semua proses pemberhentian Kepala Daerah, termasuk dengan alasan melanggar Pasal 67 huruf b jo Pasal 78 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf d yakni tidak melaksanakan kewajiban untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan Penegakan Protokol Kesehatan, tetap harus dilakukan melalui DPRD.
Baca juga: Haji Lulung Protes Baliho Miliknya Berisi Kampanye Disiplin Protokol Kesehatan Ikut Dicopot TNI
"Jika ada DPRD yang berpendapat demikian, mereka wajib memulainya dengan melakukan proses pemakzulan (impeachment)," kata Yusril.