Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kematian George Floyd, seorang pria kulit hitam di Minneapolis memicu aksi unjuk rasa di berbagai penjuru Amerika Serikat (AS).
Floyd meninggal dunia pada 25 Mei 2020 setelah lehernya ditindih menggunakan lutut oleh seorang polisi Minneapolis bernama Derek Chauvin selama sembilan menit.
Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany Alatas menjelaskan, kematian Floyd meneruskan sejarah panjang tindakan rasisme kepada warga kulit hitam di Amerika.
Baca juga: Cerita Tsamara Amany tentang Kondisi di AS Jelang Pilpres: Terjadi Polarisasi Sangat Tajam
Kematian Floyd itu sekaligus menjadi pemicu masifnya aksi unjuk rasa di berbagai penjuru Amerika yang semuanya berujung anarkis.
Tsamara yang kala itu sedang berada di New York meneruskan studi S2 jurusan public policy turut menyaksikan serangkaian aksi unjuk rasa terkait kematian Floyd.
Tsamara menggambarkan suasana demonstrasi akibat kematian Floyd dengan kata mencekam.
"Situasinya waktu itu mencekam, artinya ini sejarah panjang di Amerika, sejarah rasisme," ucap Tsamara saat bertandang ke Markas Tribun Network di Jakarta, Senin (23/11/2020).
Baca juga: Tsamara Amany Kritik Keras Cuitan Dugaan Pelecehan, Keponakan Prabowo Geram: Pengecut!
Tsamara mengatakan, yang saat itu terjadi pada George Floyd hanyalah 'pucuk dari gunung es' atas persoalan rasisme kulit hitam di Amerika.
"Artinya di bawahnya itu masalahnya sudah ada, sudah terasa sekali di kalangan minoritas terutama kulit hitam di Amerika. Waktu saya di sana itu setiap hari memang ada demonstrasi, memang awal-awal demonstrasinya itu rusuh dan bahkan ada penjarahan di berbagai tempat," kata Tsamara.
Politikus milenial itu mengungkapkan, saat dirinya telah kembali ke Indonesia, aksi protes akibat kematian Floyd masih berlangsung.
Baca juga: Tsamara Amany Kritik Keras Cuitan Dugaan Pelecehan, Keponakan Prabowo Geram: Pengecut!
Namun, mayoritas aksi protes itu berjalan aman, damai, dan tidak ada lagi yang berujung anarkis.
Selain itu, mayoritas aksi unjuk rasa akibat kematian Floyd kini banyak diinisiasi anak-anak muda.
Bahkan dari kalangan mahasiswa kulit putih banyak juga yang ikut mendukung perjuangan warga kulit hitam melawan rasisme di Amerika.
"Sekarang gebrakan yang mereka gaungkan itu misalkan gerakan tentang pengurangan dana polisi," kata Tsamara.
"Jadi mereka ingin memotong anggaran polisi dan juga ide-ide yang bahkan lebih ekstrem lagi," sambung dia.
Tsamara menambahkan, tuntutan demonstran saat ini bahkan lebih ekstrem.
Mayoritas demonstrasi akibat kematian Floyd menuntut agar pemerintah Amerika membubarkan institusi kepolisian.
"Mereka meyakini banyak isu-isu misal seperti narkoba atau hal-hal yang sifatnya kriminal yang biasa ditangani oleh kepolisian, menurut mereka bisa ditangani oleh social service atau komunitas-komunitas sosial yang ada di sana," kata Tsamara.