Menurut Neta, mutasi kali ini menguntungkan gerbong polisi yang dekat dengan Idham Azis.
"Dalam mutasi ini ada sejumlah orang Idham Azis yang bergeser ke posisi strategis, antara lain menduduki jabatan Kapolda Metro dan Kapolda Jatim. IPW menilai teriakan presiden tentang kerumunan massa Rizieq dimanfaatkan Idham untuk melakukan rotasi dalam rangka menyongsong suksesi Kapolri, dalam hal ini menggeser kekuatan Geng Solo dan memperkuat Geng Makassar serta memberi peluang bagi Geng Pejaten," ungkapnya.
Dengan demikian, menurut dia, peristiwa kerumunan massa Habib Rizieq dimanfaatkan untuk mengubah peta kekuatan di internal polri untuk menyongsong suksesi Kapolri pada Januari 2021.
Meski penentuan calon Kapolri adalah hak prerogatif presiden Jokowi, tapi masing masing kekuatan di internal polri berusaha mencari peluang dan bermanuver menyuguhkan calon calon terbaik dari kubunya.
"Penyuguhan calon calon terbaik itu dilakukan dengan cara menempatkan figur figur tersebut di posisi strategis. Sekarang ini bursa calon Kapolri masih terlalu cair, sehingga sulit memprediksi siapa yang akan menjadi calon kuat, apalagi setelah tergusurnya salah satu calon kuat kapolri dari posisinya sebagai Kapolda metro jaya," jelasnya.
Dijelaskan Neta, masih cairnya bursa calon Kapolri ini dikarenakan masih akan adanya mutasi jenderal tiga yang pensiun pada Desember mendatang.
Pada posisi Desember ada dua posisi jenderal bintang tiga yang kosong, yakni pensiunnya Sestama Lemhanas dan Kepala BNN.
"Dengan demikian akan ada dua jenderal bintang dua polri yang naik menjadi bintang tiga. Siapa pun yang naik tentu berpeluang untuk masuk dalam bursa calon Kapolri. Jumlah jenderal bintang tiga polri saat ini ada 13 orang yang 7 di antaranya berada di luar institusi kepolisian. Dari 13 itu hanya beberapa saja yang bisa ikut bursa. Sisanya tidak bisa ikut karena faktor angkatan dan lainnya," pungkasnya.
Berita ini tayang di Warta Kota dengan judul: Bukan Karena Habib Rizieq, Pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jabar Diduga Terkait Pilpres