TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Publik Pemerintah Indonesia (Puskappi) Maizal Alfian menyayangkan pengggantian Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi.
Sebab selama ini kedua jenderal bintang dua tersebut memiliki prestasi dan karir yang sangat bagus.
Maizal berpandangan, ada aroma Pilpres 2024 di balik pencopotan jabatan Nana Sudjana dan Rudy Sufahriadi.
Baca juga: IPW: Kasus Rizieq Shihab Dimanfaatkan Jenderal Idham Azis Menyongsong Suksesi Calon Kapolri
“Wilayah Polda Metro Jaya dan Polda Jabar adalah kunci karena memiliki wilayah yang strategis,” kata Maizal berdasarkan keterangannya pada Senin (23/11/2020).
Selain itu, pencopotan jabatan Irjen Nana Sudjana dan Irjen Rudy Sufahriadi sebagai salah satu cara ‘pembersihan’ orang-orang Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Baca juga: Mengenal 3 Kapolda di Jawa: Jenderal Bintang 2 Polri yang Bisa Ramaikan Bursa Calon Kapolri Baru
Tito yang pernah menjadi Kapolri itu dinilai memiliki kans menjadi calon Presiden RI di ajang Pilpres 2024 mendatang.
Kedua perwira tinggi itu dianggap memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Tito.
Hal ini dilihat dari rekam jejak yang bersangkutan ketika tugas di tubuh Polri.
Nana pernah menjabat sebagai Dirintelkam Polda Jatim pada 2014.
Selanjutnya pada tahun 2015, Nana menjabat sebagai Wakapolda Jambi, lalu tahun 2016 menjabat sebagai Wakapolda Jawa Barat.
Setelah itu di tahun yang sama menjabat sebagai Dirpolitik Baintelkam Polri saat Tito Karnavian menjabat Kapolri.
Pada tahun 2019, Nana kembali dipromosikan menjadi Kapolda NTB dan akhirnya menjadi Kapolda Metro Jaya pada 20 Desember 2019.
Nana pun sempat disebut-sebut menjadi salah satu calon Kapolri menggantikan Jenderal Idham Azis yang akan pensiun pada Januari 2021.
Sedangkan Irjen Rudy Sufahriadi, pernah bergabung dalam satuan elit pemberantas teroris, Densus 88.
Rudy sempat bertugas di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Pada tahun 2005, Rudy ditunjuk menjadi Kapolres Poso, Sulawesi Tengah.
Dia juga sempat menjadi Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada 2007.
Rudy kemudian menjadi Kepala Densus 88 Anti-Teror Polda Metro Jaya pada 2007.
Selanjutnya Rudy diangkat menjadi Kapolres Metro Jakarta Utara pada 2009.
Rudy menjadi perwira menengah Densus 88 Anti-Teror Polri pada 2010.
Lalu, Rudy menjadi Direktur Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada 2010 sampai dengan tahun 2016.
Pada 2016 sampai 2018, Rudy menduduki jabatan sebagai Kapolda Sulawesi Tengah.
Setelah itu, ia diangkat menjadi Kepala Korps Brimob Polri pada 2018 pada era Tito Karnavian sebagai Kapolri.
Tahun 2019, Rudy diangkat menjadi Asisten Operasi Kapolri.
Setelah itu, Rudy resmi menjabat menjadi Kapolda Jawa Barat pada 26 April 2019.
“Tentu dapat disimpulkan bahwa Nana dan Rudy mempunyai kedekatan dengan Mendagri Tito Karnavian,” ujar Maizal.
"Saat ini ada upaya pembersihan kelompok Tito Karnavian. Apalagi dengan jabatan baru Nana sebagai Korsahli Polri dan jabatan baru Rudy sebagai Widyaiswara Kepolisian Utama Tingkat I Sespim Lemdiklat Polri yang sangat tidak prestisius,” tambahnya.
Seperti diketahui, Polri melakukan mutasi terhadap dua Kapolda imbas dari kerumunan massa di acara yang dihadiri Pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat dan Megamendung, Bogor Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Kapolri Jenderal Idham Azis mencopot Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi.
Keduanya dicopot dari jabatan karena dinilai tidak melaksanakan perintah dalam menegakkan protokol kesehatan.
Jabatan Kapolda Metro Jaya kemudian diemban Irjen Fadil Imran yang sebelumnya menjabat Kapolda Jatim.
Sedangkan Kapolda Jawa Barat diserahkan kepada Irjen Ahmad Dofiri yang sebelumnya menjabat sebagai Asisten Logistik Kapolri.
Bukan cuma itu, Kapolri Jenderal Idham Azis juga menggeser jabatan Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Polisi Heru Novianto dan Kapolres Bogor AKBP Roland Ronaldy.
Suksesi Kapolri
Analisa berbeda sebelumnya datang dari Indonesia Police Watch (IPW) yang menilai rotasi besar-besaran di struktur organisasi Polri membuat bursa pergantian Kapolri juga kini semakin dinamis.
Setidaknya ada tiga bagian yang berubah dalam rotasi ratusan pejabat baru tersebut.
Diketahui, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis merotasi 637 posisi yang diisi oleh pejabat baru. Jabatan yang dirotasi mulai dari pangkat Komjen hingga AKBP.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menilai rotasi yang dilakukan Idham Azis kemarin terbagi menjadi tiga bagian.
"Bagian pertama rotasi dilakukan setelah presiden Jokowi "berteriak" kenapa kerumunan massa Rizieq dibiarkan. Yang terkena rotasi adalah Kapolda Metro Nana dan Kapolda Jabar Rudy," kata Neta dalam keterangannya, Sabtu (21/11/2020).
Selanjutnya, Neta mengatakan bagian kedua adalah rotasi yang diakibatkan banyaknya perwira polri yang pensiun.
Di antaranya dari Pamen hingga Pati, termasuk Komjen Antam yang menjabat Sekjen kementerian kelautan.
Sementara itu, bagian ketiga mutasi akibat adanya puluhan pamen Polri yang mengikuti pendidikan sespimti.
Baca juga: Kapolri Idham Azis Sampaikan Instruksi Penting Ini Kepada 8 Kapolda yang Baru Dilantik
Menurut Neta, mutasi kali ini menguntungkan gerbong polisi yang dekat dengan Idham Azis.
"Dalam mutasi ini ada sejumlah orang Idham Azis yang bergeser ke posisi strategis, antara lain menduduki jabatan Kapolda Metro dan Kapolda Jatim. IPW menilai teriakan presiden tentang kerumunan massa Rizieq dimanfaatkan Idham untuk melakukan rotasi dalam rangka menyongsong suksesi Kapolri, dalam hal ini menggeser kekuatan Geng Solo dan memperkuat Geng Makassar serta memberi peluang bagi Geng Pejaten," ungkapnya.
Dengan demikian, menurut dia, peristiwa kerumunan massa Habib Rizieq dimanfaatkan untuk mengubah peta kekuatan di internal polri untuk menyongsong suksesi Kapolri pada Januari 2021.
Meski penentuan calon Kapolri adalah hak prerogatif presiden Jokowi, tapi masing masing kekuatan di internal polri berusaha mencari peluang dan bermanuver menyuguhkan calon calon terbaik dari kubunya.
"Penyuguhan calon calon terbaik itu dilakukan dengan cara menempatkan figur figur tersebut di posisi strategis. Sekarang ini bursa calon Kapolri masih terlalu cair, sehingga sulit memprediksi siapa yang akan menjadi calon kuat, apalagi setelah tergusurnya salah satu calon kuat kapolri dari posisinya sebagai Kapolda metro jaya," jelasnya.
Dijelaskan Neta, masih cairnya bursa calon Kapolri ini dikarenakan masih akan adanya mutasi jenderal tiga yang pensiun pada Desember mendatang.
Pada posisi Desember ada dua posisi jenderal bintang tiga yang kosong, yakni pensiunnya Sestama Lemhanas dan Kepala BNN.
"Dengan demikian akan ada dua jenderal bintang dua polri yang naik menjadi bintang tiga. Siapa pun yang naik tentu berpeluang untuk masuk dalam bursa calon Kapolri. Jumlah jenderal bintang tiga polri saat ini ada 13 orang yang 7 di antaranya berada di luar institusi kepolisian. Dari 13 itu hanya beberapa saja yang bisa ikut bursa. Sisanya tidak bisa ikut karena faktor angkatan dan lainnya," pungkasnya.
Berita ini tayang di Warta Kota dengan judul: Bukan Karena Habib Rizieq, Pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jabar Diduga Terkait Pilpres