Nadiem menyadari betul bahwa masa depan bakal terus berubah, bahkan semakin cepat fase daripada perubahan tersebut.
Yang jadi masalah adalah bagaimana anak-anak Indonesia bisa adaptif, kreatif, berkolaborasi dan menjadi pembelajar sepanjang hayat, serta secara independen punya motivasi intrinsik untuk belajar.
Nadiem berpendapat, untuk mencetak Pelajar Pancasila, maka para guru harus memiliki enam kriteria yang dimaksud.
"Bagaimana bisa kalau role model mereka di dalam sekolah tidak menunjukkan ciri-ciri seperti itu," ujar Nadiem.
Nadiem berpendapat, untuk memerdekakan pemikiran anak-anak Indonesia, terlebih dahulu perlu memerdekakan guru-guru.
Untuk memerdekakan guru-guru terlebih dahulu harus memerdekakan kepala sekolahnya, untuk memerdekakan kepala sekolahnya sistem pendidikan harus ada pembenahan.
"Ownership, kenapa merdeka belajar sangat penting? Karena tanpa kemerdekaan tidak ada rasa kepemilikan, tidak ada rasa akuntabilitas, those two come hand in hand. Jadi itu kuncinya," kata Nadiem.
Nadiem menjelaskan, merdeka belajar berarti terbebas dari segala bentuk penjajahan dalam proses pembelajaran.
Misal terbebas dari jajahan standarisasi, administrasi yang bebannya terlalu besar, terbebas birokrasi yang semakin berbelit, serta terbebas dari berbagai hoaks informasi dari luar karena tidak punya penalaran kritis.
Menurut Nadiem semua ini adalah hal-hal yang satu persatu perlu dipilah dan dipilih. Pelajar Indonesia saat ini telah terbebas dari Ujian Nasional, yang sebelumnya menjadi standarisasi kelulusan.
"Dulu kita juga pernah dijajah sama UN, sudah kita memerdekakan. UN dulu mengukur masa depan siswanya, sekarang UN diganti assesmen nasional, yang mengukur sekolah, sekolah yang diukur, bukan anak. Jadi kira-kira begitu," pungkas Nadiem. (tribun network/genik)