Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyoroti soal kebijakan pemerintah Indoonesia yang membuka pelayanan visa elektronik bagi warga Israel.
Menurut Anwar, hal tersebut sangat bermasalah.
"Saya tidak mengerti mengapa pemerintah akan mengeluarkan kebijakan tentang Calling VISA untuk warga negara Israel. Kalau untuk warga negara Afganistan, Guinea, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Nigeria, dan Somalia menurut saya tidak ada masalah karena tidak ada yang dikakukan oleh negara tersebut yang bertentangan dengan konstitusi kita," kata Anwar dalam keterangan yang diterima, Senin (30/11/2020).
Baca juga: Presiden Rouhani Isyaratkan Balas Tindakan Israel Terkait Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Iran
Baca juga: TB Hasanuddin: Batalkan Calling Visa untuk Israel
Jika benar seperti itu, Anwar mempertanyakan prinsip politik luar negeri pemerintah Indonesia yang merujuk pasa UUD 1945.
"Kita tahu bahwa Israel itu adalah negara penjajah yang telah teramat banyak melakukan tindakan yang sangat-sangat bertentang dengan perikemanusiaan dan perikeadilan sehingga rakyat Palestina yang merupakan saudara kita yang setia telah kehilangan tanah airnya dan kehilangan kedaulatannya sebagai individu, sebagai warga negara, dan sebagai bangsa," lanjur Anwar.
Anwar melihat sejatinya pemerintah sangat ingin supaya para investor dari Israel datang kesini untuk berinvestasi, tapi sebaiknya jangan karena alasan ekonomi, negara mengorbankan prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi selama ini.
Baca juga: HNW: Jokowi Mestinya Membatalkan Aktifnya Kembali Calling Visa Untuk Israel
"Kita harus tumbuh dan berkembang serta maju menjadi bangsa yang memiliki prinsip yang harus diketahui dan dihormati orang. Dunia harus tahu bahwa kita ini adalah bangsa yang memiliki sikap dan pendirian serta integrity. Kita adalah negara yang anti penjajahan yang menjunjung tinggi perikemanusiaan dan perikeadilan," sambung Anwar.
Sementara israel, dikatakan Anwar, adalah negara yang menentang dan menginjak-injak itu semua.
"Untuk apa kita berhubungan dengan negara yang tidak beradab tersebut? Janganlah kita sebagai bangsa terlalu mengedepankan pertimbangan-pertimbangan pragmatis dengan mengorbankan sikap dan pandangan hidup kita yang sangat luhur dan mulia untuk hal-hal yang rendah," kata Anwar.
"Di tengah-tengah kehidupan dunia yang sudah kehilangan arah ini, kita harus bisa tampil menjadi bangsa yang memiliki jati diri, yang menjunjung tinggi perikemanusiaan dan perikeadilan, sehingga kita akan bisa menjadi guru bagi bangsa-bangsa lain di dunia saat ini yang kita lihat benar-benarlah sangat pragmatis dan sudah kehilangan orientasi," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM membuka pelayanan visa elektronik (e-Visa) bagi warga Israel dan 7 negara lainnya dengan subjek calling visa atau layanan visa khusus negara dengan tingkat kerawanan tertentu.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang mengungkapkan bahwa proses pemeriksaan permohonan e-Visa bagi warga negara subjek calling visa melibatkan tim penilai yang terdiri dari Kemenkumham, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, Kepolisian, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI, dan Badan Narkotika Nasional (BNN).