Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegawai PT Herbiyono Energy, Supriyono Waskito Adi, mengaku rekeningnya dipinjam oleh Rezky Herbiyono yang merupakan menantu dari mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Supriyono mengaku mendapat dua kali transferan selama rekeningnya dipinjam oleh Rezky.
Selama peminjaman itu, Rezky total menerima uang total senilai Rp 15 miliar.
Dalam kesaksian Supriyono dalam sidang kasus suap dan gratifikasi dengan terdakwa Nurhadi dan Rezky, uang senilai Rp5 miliar diterima dari Direktur Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto dan Rp10 miliar dari seorang pengusaha Iwan Cendikiawan Liman.
Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Nurhadi Tak Punya Kewenangan Pembinaan Karier Hakim di MA
"Buka rekening atas keinginan siapa?," tanya Jaksa Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/12/2020).
"Saya sendiri," jawab Supriyono.
Supriyono mengaku rekeningnya dipinjam pada 2015.
Ia menyebut, menerima dua kali transferan yang berkaitan dengan Rezky.
"Terus dipakai terdakwa dua mulai kapan?," cecar Jaksa Wawan.
Baca juga: KPK Akan Periksa Politikus PAN Dipo Nurhadi Ilham
"Kemarin itu di penyidikan mulai 2015, ada dua kali transaksi di rekening saya," ungkap Supriyono.
Menurut Supriyono, Rezky tak membeberkan mengapa rekeningnya dipinjam untuk menampung uang miliaran rupiah.
Sebab saat itu, sambung Supriyono, Rezky tengah berada di luar kota.
"Beliau hanya menyampaikan 'aku pinjam rekeningmu ya' karena waktu itu beliau ada di luar kota. Tapi setelah masuk ke rekeningku 'aku kasih catatan, kamu transfer ke sini-ke sini'," ujar Supriyono menirukan pernyataan Rezky.
Baca juga: Saksi KPK Nyatakan Tak Ada Uang Mengalir ke Nurhadi dan Rezky Herbiyono
Supriyono mengakui Rezky menerima aliran uang senilai Rp5,1 miliar dari Direktur PT MIT Hiendra Seonjoto.
Diduga aliran uang tersebut untuk mengurus perkara sengketa PT MIT.
"Yang pertama itu transfer senilai Rp 5,1 miliar mohon izin saya lupa (waktunya), soalnya mutasinya lupa. Itu dari pak Hiendra Soenjoto. Terus kedua Rp10 miliar dari pak Rezky," beber Supriyono.
Supriyono menjelaskan, uang senilai Rp10 miliar itu diterima Rezky dari seorang pengusaha bernama Iwan Cendikiawan Liman.
Bahkan, Iwan Liman sempat menghubungi Supriyono untuk menanyakan terkait pengurusan MIT.
Lantas Supriyono melaporkan pertanyaan Iwan Liman ke Rezky.
Ia pun diminta Rezky untuk berbohong kalau pengurusan MIT sudah beres.
Hal ini diungkap Jaksa dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
"BAP nomor 13. Saya pernah disuruh Rezky Herbiyono untuk berbohong apabila saya dihubungi Iwan Liman menanyakan kebenaran ada pekerjaan di Multicon Indrajaya Terminal, kemudian saya sampaikan, namun saya tidak paham.
Iwan Cendikiawan Liman kemudian menghubungi Rezky Herbiyono karena saya tidak tahu apa yamg sedang dikerjakan," beber Jaksa membacakan BAP.
"Beberapa minggu kemudian baru Iwan Cendikiawan Liman transfer ke Rezky sebesar Rp10 miliar.
Selanjutnya uang tersebut di transfer lagi ke rekening BCA yang dengan nomor rekening, di mana uang tersebut untuk membayarkan utang sebagai berikut? Betul?," sambung Jaksa.
"Iya pak betul keterangan saya," jawab Supriyono.
Kendati demikian, dalam persidangan Supriyono mengklaim tidak mengetahui soal sengketa yang diurus Rezky tersebut.
Namun ia tak memungkiri, diperintah Rezky kalau pengurusan sengketa telah selesai.
"Ada pekerjaan?," tanya lagi Jaksa Wawan.
"Saya kurang jelas, saya diperintah pak Rezky, bilang beres," beber Supriyono.
Tak puas mendengar kesaksian Supriyono, lantas Jaksa Wawan kembali membacakan BAP Supriyono.
Dalam BAP, sengketa MIT disebut akan diselesaikan oleh Nurhadi yang merupakan mertua dari Rezky Herbiyono.
"Kemudian juga di BAP dijelaskan lagi, di BAP nomor 44 saudara menjelaskan, bahwa benar setelah Iwan Cendikiawan Liman transfer Rp10 miliar ke Rezky beberapa hari setelahnya pernah menanyakan kepada saya.
Saya jawab itu terkait perkara kontainer, saya tidak tahu saat itu yang diurus Rezky dan beres urusannya.
Bahwa saya diperintah Rezky soal Multicon itu beres, diurus B maksudnya Nurhadi. Selanjutnya di transfer atas perintah Rezky? Bagaimana?," tanya Jaksa.
"Betul pak," jawab Supriyono.
Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono sebelumnya didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp83 miliar terkait dengan pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.
Untuk suap, Nurhadi dan Rezky menerima uang sebesar Rp45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Hiendra sendiri merupakan tersangka KPK dalam kasus yang sama dengan para terdakwa.
Uang Rp45 miliar lebih itu diberikan agar kedua terdakwa mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi.
Awal mula gugatan, pada 27 Agustus 2010 Hiendra melalui kuasa hukumnya Mahdi Yasin dan rekan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang didasarkan pada pemutusan secara sepihak atas perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN.
Hal itu sebagaimana register perkara nomor: 314/Pdt.G/2010/PN Jkt.Ut.
PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian sewa-menyewa depo container tetap sah dan mengikat.
Serta menghukum PT KBN membayar ganti rugi materiel kepada PT MIT sebesar Rp81.778.334.544.
Tak terima, PT KBN mengajukan banding. Namun lagi-lagi upaya hukum mereka kandas di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Namun di tingkat kasasi, MA dalam putusannya nomor 2570 K/Pdt/2012 menyatakan bahwa pemutusan perjanjian sewa-menyewa depo container adalah sah dan menghukum PT MIT membayar ganti rugi sebesar Rp6.805.741.317 secara tunai dan seketika kepada PT KBN.
PT KBN lantas bermohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dilakukan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan aanmaning/teguran.
Mengetahui akan dieksekusi, Hiendra meminta bantuan kakaknya Hengky Soenjoto untuk dikenalkan dengan advokat Rahmat Santoso yang merupakan adik ipar Nurhadi atau paman Rezky.
Dalam pertemuan di cafe Vin+ Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Hiendra meminta Rahmat menjadi kuasanya dalam permohonan PK perkara gugatan dengan PT KBN sekaligus mengurus penangguhan eksekusi.
Satu bulan usai pertemuan, tepatnya tanggal 20 Agustus 2014, Hiendra memberi surat kuasa kepada Rahmat sekaligus memberi uang Rp300 juta dan cek OCBC NISP atas nama PT MIT nomor NNP 218650 sejumlah Rp5 miliar yang bisa dicairkan setelah permohonan PK didaftarkan ke MA.
Pada 25 Agustus 2014, Rahmat mendaftarkan permohonan PK dan permohonan penangguhan eksekusi.
Beberapa hari kemudian, tutur Jaksa, Hiendra mencabut kuasa yang telah diberikan dan melarang Rahmat mencairkan cek Rp5 miliar.
"Namun pada kenyataannya Hiendra meminta terdakwa II (Rezky) yang merupakan menantu sekaligus orang kepercayaan terdakwa I (Nurhadi) untuk pengurusan perkara tersebut, padahal diketahui pada saat itu, terdakwa II bukanlah advokat," ucap Jaksa sebagaimana surat dakwaan.
Lebih lanjut, Nurhadi dan Rezky juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp37.287.000.000.
Nurhadi disebut memerintahkan Rezky untuk menerima uang dari para pihak yang memiliki perkara baik di tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali secara bertahap sejak 2014-2017.
Penerimaan uang di antaranya dari Handoko Sutjitro (Rp2,4 miliar); Renny Susetyo Wardani (Rp2,7 miliar); Donny Gunawan (Rp7 miliar); Freddy Setiawan (Rp23,5 miliar); dan Riadi Waluyo (Rp1.687.000.000).