TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron bicara blak-blakan soal kasus korupsi yang menimpa Mantan Menteri KKP, Edhy Prabowo.
Secara garis besar, korupsi ini terkait dengan proses ekspedisi dari ekspor benih lobster.
"Untuk eskpor benih lobster ini dihitung per ekor satu containernya."
"Harusnya satu container itu Rp 10-20 Juta, itu membengkak menjadi 100 Juta," ucap Nurul Gufron, dikutip dari kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Rabu (2/11/2020).
Baca juga: KPK Sita Dokumen Ekspor Benih Lobster dari Kantor Milik PT ACK
Baca juga: KPK Bakal Panggil Saksi-saksi Terkait Kongsi PT ACK dan PT PLI di Kasus Suap Edhy Prabowo
Nurul menyampaikan kecurigaan tim KPK mulai saat diketahui ada pemusatan ekspedisi ekspor benih lobster ini.
"Insting kita sebagai penegak hukum, dimana ada pemusatan "saluran", maka disitu cenderung ada penyalah gunaan wewenang," ujar wakil Ketua KPK ini.
Ia membeberkan cerita awal mula terkuaknya kecurigaan tim KPK pada ekspor benih lobster ini.
"Sekitar bulan September-Oktober, dari apply pelamar pengusaha eksportir ada sekitar 110."
"Bulan September, ada 41 perusahaan yang diizinkan ekspor benih lobster," ceritanya Nurul.
Baca juga: 17 Jam Geledah Kantor KKP, Penyidik KPK Angkut Barang Bukti Suap Ekspor Benih Lobster
Baca juga: Dianggap Sudah Dilemahkan, Mengapa KPK Masih Bisa Lakukan OTT? Ini Jawaban Novel Baswedan
Wakil ketua KPK ini menyampaikan hanya ada satu perusahaan ekspedisi yang berjalan dari 30.
"Dari perusahaan itu, yang running melakukan usaha hanya sekitar 30."
"KPK mulai mencurigai saat supply perusahaan itu, yang running (berjalan) ada 30, ekspedisinya atau perusahaan forwarding-nya cuma satu," beber Nurul.
Diketahui, PT ACK, perusahaan ekspedisi yang ikut andil dalam kasus korupsi ekspor ini.
Baca juga: KPK Buka Peluang Dalami Keterlibatan Ali Ngabalin dalam Kasus Edhy Prabowo
Baca juga: Ditanya Kelanjutan Ekspor Benih Lobster, Luhut Menjawab Begini
Menurut keterangannya, PT ini sebelumnya bukan perusahaan yang bekerja di ekspedisi.
"Perusahaan ekpedisi PT ACK ini, sebelumnya bukan perusahaan ekspedisi," ucapnya.
Nurul menjelaskan PT ACK ini merupakan format baru dari sebuah perusahaan ekspedisi lain, yakni PT PLI.
"Tapi, PT PLI lah yang benar-benar merupakan ekspedisi."
"Karena mau digunakan untuk ekspor benih, maka dimasukkan saham-saham PLI dan beberapa orang tambahan baru yang memiliki askes pada KKP," ujarnya.
Ia menjelaskan kembali secara hukum, perusahaan yang terseret bukan PT PLI, namun PT ACK.
"Secara hukum, bukan PT PLI, tapi PT ACK yang merupakan format baru di PT PLI."
"Untuk mendapatkan proyek pengiriman khusus benih benur (lobster) ini, kemudian berubah menjadi PT ACK, yang di dalamnya ada saham PT PLI dan saham pihak nomini dari KKP," jelas Nurul.
Ternyata saat ditelusuri, hasil ekspedisi ini mengalir ke pada pihak-pihak nomini yang telah ditangkap Rabu (25/11/2020) kemarin.
"Karena PT ACK ini, ada beberapa saham, ternyata pemegang sahamnya itu pihak nomini."
"Setelah hasilnya itu masuk ke mereka (nomini), ternyata mengalir ke beberapa pihak, salah satunya Mantan Menteri KKP tersebut," ucap Nurul.
Nurul mengatakan, hal inilah yang menunjukkan adanya kasus korupsi dalam ekspor benih lobster ini.
"Seakan-akan sengaja dibentuk, memang untuk memusatkan bisnis ekspedi itu supaya termonopoli."
"Ekspedisinya dibuat termonopoli oleh PT ACK," ucap Nurul, wakil ketua KPK ini.
(Tribunnews.com/Shella)