TRIBUNNEWS.COM - Sebuah peristiwa pembunuhan dengan mutilasi di Bekasi, Jawa Barat, menyita perhatian publik.
Pemuda berinisial DS (24) dibunuh dan dimutilasi oleh remaja laki-laki berinisial A (17).
Dalam pemeriksaan, A mengaku membunuh dan memutilasi DS lantaran kerap disodomi.
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel angkat bicara mengenai kasus tersebut.
Reza menyebut usia pemutilasi masih 17 tahun, artinya masih dikategorikan sebagai anak.
"Ia mengaku membunuh karena dipaksa melakukan kontak seks berulang kali, berarti ia korban kejahatan seksual," ungkap Reza kepada Tribunnews.com, Kamis (10/12/2020).
Baca juga: Kronologi Lengkap Kasus Remaja Mutilasi Pemuda di Bekasi, Awal Kenal Hingga Detik-detik Pembunuhan
Reza menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyatakan jika kejahatan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa.
"Kalau begitu, dalam kasus mutilasi Kalimalang ini, alih-alih berstatus sebagai pelaku, boleh jadi dia adalah korban, korban kejahatan luar biasa," ungkap Reza.
Reza menyebut korban kejahatan seksual, mengacu UU Perlindungan Anak, harus mendapat perlindungan khusus.
"Okelah, anggaplah dia berstatus ganda, pelaku sekaligus korban."
"Lantas, status manakah yang didahulukan? Hemat saya, status korbannya didahulukan," ujarnya.
Baca juga: Ditantang Berkelahi, Seorang Pria Nyaris Bunuh Tetangga, Korban Alami Sejumlah Luka di Tubuh
Menurut Reza, kasus ini jelas bukan hanya ranah kepolisian semata.
"Setidaknya KPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ), KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) kudu turun tangan."
"Termasuk untuk memastikan terealisasinya perlindungan khusus bagi korban," jelas Reza.
Diberitakan sebelumnya polisi menangkap seorang remaja laki-laki berinisial A (17) yang membunuh dan memutilasi pemuda berinisial DS (24) di Kota Bekasi.
A ditangkap pada Rabu (9/12/2020) di sekitar rumahnya di Jakasampurna, Bekasi Barat.
Dikutip dari Kompas.com, Wakapolres Metro Bekasi Kota AKBP Alfian Nurrizal menjelaskan A tak memberikan perlawanan apa pun saat ditangkap.
Baca juga: Seorang Ibu Tewas di Tangan Anak Kandungnya, Ayah Ditusuk hingga Alami Luka Parah
A langsung mengakui semua perbuatannya kala ditanya polisi
Alfian menyebut, A merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
Sehari-hari ia bekerja sebagai pengamen dan manusia silver.
"Pekerjaannya ngamen dan manusia silver. Berstatus yatim piatu sejak umur 10 tahun," kata Alfian.
Dalam pemeriksaan tersebut terungkap pula motif A memutilasi DS.
Menurut Kasubag Humas Polres Metro Bekasi Kota Kompol Erna Ruswing, motif utama A lantaran kesal kerap disodomi.
"Pelaku kesal dengan korban karena dipaksa sodomi berkali-kali oleh korban," kata Erna saat dikonfirmasi, Rabu.
Erna tak menjelaskan secara rinci berapa kali pelaku kerap disodomi.
Baca juga: Fadli Zon: FPI Bukan Organisasi Teroris, Habib Rizieq Shihab Juga Bukan Gembong Teroris
Adapun seluruh bagian tubuh DS dipastikan telah ditemukan pihak kepolisian.
Kepala DS ditemukan di pinggir sungai di kawasan Kayuringin, Bekasi Selatan.
Lokasi tersebut tak jauh dari tempat penemuan badan DS di pinggir Kalimalang pada 7 Desember 2020 lalu.
"Enggak beda jauh lah dari sekitaran itu (lokasi penemuan badan). Beda RW saja tapi di sekitaran Kayuringin," kata AKBP Alfian.
Adapun dua kaki DS ditemukan di dalam tempat sampah sekitar lokasi.
"Kaki yang di tong sampah, kepala di pinggir sungai," jelas Alfian.
Temuan potongan badan tersebut lalu dikirim ke Rumah Sakit Polri Kramatjati guna diperiksa tim forensik.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fakta Kasus Mutilasi di Bekasi, Berawal dari Remaja yang Kesal Kerap Disodomi".
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Kompas.com/Walda Marison)