TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan, fatwa vaksin Covid-19 Sinovac masih dalam proses.
Pihaknya menunggu satu dokumen dari pihak Sinovac untuk menjadi pertimbangan penetapan fatwa.
"Hingga pekan ke dua November tim audit dari komisi fatwa dari LPOM MUI, melampirkan hasil auditingnya, yang salah satunya adalah masih menunggu, ada salah satu dokumen yang diharapkan dari pihak produsen dan dijanjikan untuk dilengkapi. Nah posisinya sampai di situ," kata Asrorun, Sabtu (12/12/2020).
Menurut dia, dokumen yang belum dilengkapi tersebut yakni mengenai pembiakan vaksinnya. Dokumen tersebut cukup esensial untuk bahan telaah penetapan fatwa kehalalan vaksin.
"Kalau mengapanya (belum lengkap) itu tergantung produsen, tapi kemarin Sinovac punya itikad untuk memenuhinya," kata dia.
Pihaknya kata Asrorun memberikan concern pada penetapan fatwa halal Vaksin Covid-19.
Proses penilaian kehalalan di MUI seiring dengan proses penilaian efektivitas dan keamanan vaksin di BPOM.
"Karena ini satu kesatuan, halal dan thoyib, thoyib itu terkait masalah keamanan dan keselamatan. Jangan sampai dari sisi kandungan halal, tetapi tidak aman, maka tidak boleh digunakan. Maka ini satu kesatuan dalam satu tarikan napas. Maka BPOM melakukan kajian soal efikasi, soal efektiktifitas, yang sampai sekarang masih dalam pengkajian," pungkasnya.
Tim Mikrobiologi Uji Klinis Vaksin Universitas Padjadjaran dr Sunaryati Sudigdoadi mengatakan, pengujian vaksin Sinovac baru akan rampung pada akhir Mei 2021.
Laporan mengenai efikasi, keamanan, Imunogenisitas vaksin Sinovac baru bisa dilaporkan enam bulan pasca uji penyuntingkan ke dua.
"Kita mulai uji klinis itu di bulan Agustus ya, lalu sebetulnya kita merekrut 1.620 relawan yang memang berdasarkan schedule secara total akan berkahir sebetulnya untuk melihat efikasi, keamanan, dan Imunogenisitas itu finalnya di akhir Mei," kata dia kemarin.
Namun menurutnya meskipun rampung akhir Mei, Tim Uji Vaksin bisa melaporkan hasil evaluasi uji penyuntikan tersebut pada akhir Januari 2021.
Karena dari 1.620 relawan, 540 di antaranya telah telah melewati enam bulan pasca penyuntikan ke dua.
"Karena sebetulnya kan evaluasi itu dilihat dari para relawan setelah mendapat dua kali vaksinasi, itu akan dilihat imunogenisitasnya itu pada bulan ke enam setelah vaksinasi, itu akan dilihat di akhir Januari, jadi tentunya dari tim uji klinik belum bisa lakukan publikasi sebelum akhir Januari," kata dia.
Hasil laporan pada akhir Januari tersebut menurut dia dapat menjadi bekal bagi BPOM untuk mengeluarkan izin edar atau penggunaan darurat atau Emergency used Authorization (EuA), sebelum kemudian vaksin diproduksi dan disuntikan kepada masyarakat.
"Kita akan memberikan laporan ke BPOM tentang efikasi, keamanan, dan imunogenisitas sehingga nanti akan dinilai BPOM, apakah memang sudah layak, kalau memang di periode setengahnya itu (akhir Januari) sudah bisa dilaporkan, BPOM akan mengeluarkan izin edar, untuk kemudian vaksinasi," ujarnya. (tribun network/taufik)