TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat prasejahtera yang berada di pelosok Indonesia, masih dalam situasi yang tidak pasti untuk mendapatkan vaksin Covid-19.
Hal tersebut disampaikan politikus NasDem, Muhammad Farhan dalam mengkritisi vaksinasi yang rencananya akan dimulai bertahap pada 2021.
Menurut Farhan, upaya baru Tim Gugus Tugas Pusat Pengendalian Covid-19 dengan membentuk juru bicara vaksinasi Covid-19, terlihat tidak efektif bagi masyarakat.
"Saya tidak mengerti, mengapa lima jubir yang ditunjuk untuk menjelaskan tentang vaksin ini seperti enggak terdengar di manapun," ujar Farhan dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (15/12/2020).
Baca juga: Soal Tes Usap, Satgas Covid Sebut Ada Provinsi Melewati Batas Aturan WHO
Baca juga: HNW Minta Kemenag Lebih Serius Bantu Pesantren Tangani Covid-19
Ia mengaku khawatir terjadi tumpang tindih dan tarik menarik kewenangan soal komunikasi publik, sehingga lima jubir vaksin Covid-19 suaranya nyaris tidak terdengar.
Farhan pun menyebut adanya kegagalan koordinasi di antara lembaga negara dengan BUMN yang menangani Covid-19.
"Tercermin dari optimisme yang tiba-tiba membludak karena kedatangan 1,2 juta dosis vaksin Sinovac. Padahal BPOM tegas tidak akan keluarkan izin pemakaian darurat dalam waktu dekat," ujarnya.
Lima juru bicara tersebut, kata Farhan belum memberikan keyakinan kepada masyarakat soal vaksin secara transparan mengenai teknis penerimaannya.
"Narasi komunikasi publik yang dibangun pemerintah tidak jelas. Vaksin ini harus dipersepsikan sebagai apa? Solusi semua permasalahan akibat pandemik? Atau salah satu dari sekian banyak solusi?," tuturnya.
Hasilnya, publik dihadapkan pada situasi bimbang soal vaksin, karena kerap bertolak belakang dengan wacana terkait agenda vaksinasi.
"Akibatnya sekarang masyarakat berspekulasi macam-macam soal vaksin Covid-19 ini. Mulai dari risiko dan manfaatnya, sampai ke pertanyaan siapa yang dapat gratis, siapa yang wajib, siapa yang harus bayar," kata Farhan.
Dia juga mengungkapkan, ada petisi masyarakat ke DPR yang meminta vaksin digratiskan sebagai respons dari pernyataan Menkes bahwa 25 juta dosis gratis, dan 75 juta dosis untuk vaksin mandiri yakni berbayar.
"Bahkan Menkes juga tidak clear, siapa yang wajib dan siapa yang bisa beli. Jadi, bisa disimpulkan sampai sekarang masalah vaksin ini masih sangat belum jelas untuk masyarakat," paparnya.
Lebih lanjut Farhan mengatakan, optimisme BUMN Bio Farma merancang infrastruktur untuk kemapanan distribusi juga harus didukung.
"Kalau sudah menyiapkan sistem distribusinya, ada rasa optimisme. Tetapi tidak menjawab distribusi dari Puskesmas ke masyarakat. Apakah akan dilakukan program seperti Pekan Imunisasi Nasional secara serempak? Ataukah akan diberikan secara selektif sesuai prioritas," ujar Farhan.
Dia berharap vaksinasi harus terlaksana dengan adil merata kepada masyarakat dari Sabang sampai Merauke.
"Kita semua diberi vaksin dengan prinsip keadilan. Keadilan bisa tercapai jika ada transparansi. Maka diharapkan pemerintah bisa memberikan transparansi program vaksinasi nasional ini," ujarnya.